6- Cinema and first date

713 123 358
                                    

Hari berlalu dengan
cepat, menenggelamkan berbagai kejadian yang mendera. Menggantinya dengan secarik kertas kosong yang perlu untuk diisi, agar tidak terasa sunyi dan hampa. Mewarnainya dengan goresan tinta cat kebahagiaan, cerita, dan air mata.

Setiap yang singgah pasti akan menepi, begitu pula dengan yang datang pasti akan pergi.Sama dengan cobaan dan beban. Mereka akan pergi jika orang yang ia coba telah mampu dan kuat untuk menghadapi. Beban itu tidak pernah abadi untuk singgah tetapi hanya sementara. Jadi hal yang perlu dilakukan hanyalah berusaha dan percaya bahwa kita mampu, percaya ini akan berlalu pun akan terganti dengan hal yang baik dikemudian hari. Dan itulah sebuah keyakinan kecil, yang Taehyung pegang hingga saat ini.

Seperti beberapa saat yang lalu. Ketika luka dan kekecewaan menghunusnya begitu dalam bak pedang yang telah diasah hingga tajam dan siap untuk ditancapkan, Taehyung memang tak dapat menampik pun berbuat banyak. Hanya dapat menikmatinya didalam setiap helaan napas. Merasakannya setiap hari, dan tak pernah tahu harus mengembarakan ataupun menumpahkannya kemana dan kepada siapa. Menyimpannya sekuat tenaga kala sang pembuat luka semakin menyelami hasil karyanya pada diri Taehyung. Membuka lagi luka yang telah Taehyung tutup, dan semua kenangan yang berusaha ia hapus bersama sang waktu dan senja.

Hingga pada akhirnya, dirinya bisa melewati itu semua perlahan. Menggantikan semua sesak dan perihnya dengan sunggingan hangat disetiap hari yang ia lalui sekarang. Menepis semua rasa kecewa karna yang hadir kini hanyalah kebahagiaan, dan getar sang pemompa tubuh kala bertemu dengan seseorang yang mampu membuat semua hari redupnya dulu menjadi bersinar—lagi dan akan terus begitu.

Seoyung, nama itu jelas terkadang selalu merangsek masuk memenuhi otak Taehyung. Bagaimana dulu ia begitu menggilai sosok itu. Berpikir pendek bahwa tak akan pernah ada wanita sesempurna itu lagi selain Kang Seoyung. Namun perlahan ideologi itu seperti di tepis oleh seorang Jeon Hyerim lugu pada setiap perlakuannya pada Taehyung. Membuat Taehyung harus berpikir ulang dan menghapus pikiran kolotnya. Menggantikannya dengan kalimat semua wanita itu sempurna.

Lamunan itu berhenti, kala bunyi klakson kereta menguar menyentak masuk rungunya. Menandakan bahwa ia telah sampai ke Seoul menemui wanita itu besok. Berada di Busan dalam sepekan memang membuatnya cukup kelelahan hingga memilih untuk menaiki kereta sendirian. Ingin mengajak Jimin, namun ia lupa bahwa orang tua Jimin ada disana, jadi pria itu berniat untuk mengunjunginya.

Aroma roti hotteok pun bau kopi telah menyambutnya sedari tadi kala tungkai jenjangnya berjalan keluar dari gerbong kereta. Ini belum terlalu malam,untuk mampir ke sebuah kedai. Bernostalgia bagaimana dirinya menyukai jajanan kue manis tersebut sedari kecil. Atau sekedar membelinya untuk ia habiskan di bus nanti. Namun sayangnya,Ahjussi itu telah mengemasi barang-barangnya ketika Taehyung mendekat.

Taehyung lantas keluar dari stasiun, masih cukup ramai dengan para penumpang yang akan pergi. Netranya menelisik, mengedarkan pendarnya untuk mencari halte bus, namun nyatanya tak ada. Pada akhirnya ia hanya bisa pulang dengan menaiki taksi malam ini.

Sementara itu, Hyerim telah bergumul dengan setumpuk kertas laporan di meja kerjanya.Memilih merelakan acara drama favoritnya dengan segelas kopi hangat pun roti kering yang ia buat beberapa hari lalu. Apalagi alasan Hyerim menyelesaikan pekerjaannya kalau bukan karna ajakan Taehyung tempo hari lalu. Oh, Hyerim baru ingat pria itu belum mengiriminya pesan hari ini. Jemarinya bergerak tergesa-gesa ketika mencari benda pipih itu pada lembaran kertas yang tersusun berantakan. Setelah menemukannya Hyerim buru-buru membukanya dan sunggingan senyumnya mendadak hadir menahan gelitik tawa ketika melihat seseorang telah mengirimkan pesan beberapa menit yang lalu.

Remembrance ✔️Where stories live. Discover now