10- Unconstructive excuses

588 99 375
                                    

Di saat orang lain tengah menyibukkan diri dengan bergumul di hamparan papan empuk dengan selimut tebal. Mengistirahatkan diri setelah mengarungi lelah seharian, memberikan punggung itu kenyamanan dan bersiap untuk menjemput mimpi. Berbeda halnya dengan Hwang Haejoon sekarang. Setelah ia mengantarkan pulang Seoyung di kediamannya. Pria itu tak mendapati kantuknya datang lebih cepat, matanya seolah sangat sulit terpejam. Seakan ada abar-abar yang begitu kokoh atau beban berat yang menghalangi tidurnya—malam ini.

Bukan tanpa alasan dirinya kembali setelah sekian lama. Hal yang mungkin ketika orang lain bertanya, mungkin ia sangat merindukan tanah kelahirannya. Akan tetapi di balik itu semua, ada suatu hal yang menganjal di hatinya. Sebuah rasa yang ada pada dirinya, seakan tak dapat dibendung pun ditahan untuk berada pada tempatnya lebih lama. Terasa sangat menggebu, penuh dan mengisi bahkan sedikit sesak hingga ke dadanya.

Tujuh tahun bukanlah perkara singkat bagi seorang Hwang Haejoon. Hidup di negara orang nyatanya membuatnya harus banyak belajar bersabar dan mandiri. Tanpa orang tua, teman, sahabat. Semuanya terasa baru dan asing. Namun apa daya dirinya tak dapat sekalipun menampik tuntutan itu untuk menghilang. Seolah seperti sebuah kewajiban mutlak yang harus ia jalankan. Mustahil jika tanpa kendala, bahkan di awal pun dirinya sangat banyak beradaptasi dengan lingkungan, kehidupan sosial, teman, bahkan budaya yang jauh berbeda dengan Korea.

Sebuah alasan kecil yang entah Haejoon yakini atapun tidak, namun itu berhasil membuat tekadnya bulat untuk kembali. Sebuah kerinduan yang benar-benar tak dapat ia tahan untuk ia simpan lebih lama lantaran pertemuan terakhir keduanya saja Haejoon lupa. Ada hal yang selalu tak pernah Haejoon lupa hingga sekarang meskipun seseorang itu kini telah berubah menjadi gadis cantik yang dewasa, bukan lagi gadis kecil yang menangis lalu bersembunyi di pohon dekat ayunan kayu. Senyumannya, mata hazelnya, tingkah lakunya, tutur kata dan suaranya selalu tersimpan di bilik terbaik memorinya.

Jeon Hyerim.

Nama itu seakan selalu terpatri pun terukir indah di hati dan otaknya. Selalu teringat, meskipun ia berada di New York dan hidup cukup baik disana, dengan paras tak kalah rupawan tentu saja ia memiliki banyak teman, tak terkecuali para gadis yang mendekatinya. Namun hampir tak ada yang menarik hatinya. Sejauh ini yang ingat hanya Hyerimnya. Entah bagaimana dulu hingga sekarang ia menjaga nama itu tetap melekat pada relungnya, yang pasti rasanya masih sama. Masih ingin bersama dan mendamba.

Pria itu kini tengah merebahkan diri di sofa apartemen minimalisnya. Membawa sebelah lengan tangannya ke belakang untuk ia tekuk sebagai sandaran rambut hitam yang sedikit basah. Netranya memandang langit-langit ruang bernuasa biru laut itu. Lagi dan lagi Haejoon menemukan alasan yang sama di balik semua renungan dan lamunannya. Hyerimnya, itulah yang ia pikirkan sedari tadi. Ketakutan dan kekecewaan itu selalu membayanginya beberapa hari ini, oh tidak ralat—bukan hari ini namun sejak malam itu. Malam dimana ia ingin bertemu dengan gadis itu namun dirinya seakan belum siap dengan semua perubahan yang ada saat ini.

Selang setelah kepulangannya, ia kembali ke Kota Kelahirannya—Gwanju. Bertemu dengan kedua orang tuanya pun teman lamanya. Betapa terkejutnya saat mengetahui bahwa Hyerim kini tengah tinggal sendiri dan bekerja di Seoul, lantas Haejoon mendapatkan alamat rumah baru Hyerim dari bibinya. Dan sore itu Haejoon pun kembali ke apartemennya.

Rasa sesal dan bersalah itu seakan terus berada dalam dirinya. Bagaimana dulu ia meninggalkan Hyerimnya ditengah nyawa yang ingin terputus dari raga. Tak ingin berbohong jika ia begitu mengetahui bagaimana kehidupan Hyerim. Keluarga yang harmonis sebenarnya, dengan anggota yang lengkap. Namun terselip sikap dengki dan iri, membuat hati nurani seolah-olah tenggelam di antara amarah. Sosok dan sifat Jaewook bukanlah hal yang baru saja ia temui bahkan telah terpendam sejak lama. Kala kepalsuan mengambil alih, pada akhirnya hanya orang-orang tertentu yang paham dan mengerti. Lantaran yang semua orang tahu adalah Ryu Jaewook yang tampan, baik hati dan penyayang.

Remembrance ✔️Onde as histórias ganham vida. Descobre agora