16- So sickening

553 78 417
                                    

Sebuah taman di pinggiran jalan sepi agaknya menjadi tempat pelampiasan Taehyung kali ini. Mencoba untuk meredam segala amarahnya, mengantikannya dengan daya pikir yang lebih jernih dan dingin—sedingin ocean. Astaga, dadanya begitu sesak bukan main. Terbukti roman pria itu telah berubah kusut, masam, dan memerah. Tangan kekar itu terasa begitu penat mengusap kasar rambut hitam legamnya— pening, marah, muak dengan kekecewaan yang membumbung.

Helaan napas kasar turut andil, menemani betapa kacaunya Yuhn Taehyung sekarang. Bahkan buku-buku jemarinya telah mengelupaskan kulitnya akibat pukulan yang ia lakukan terus-menerus tanpa henti hingga pria itu puas, dan berganti dengan cairan merah pekat—anyir yang sedari tadi telah keluar.

"Hah, brengsek sekali!" Taehyung kembali memajukan tangannya yang telah mengepal—memukul batang pohon itu kembali. Membuat selerang batangnya berkeloyak hingga pada akhirnya hanya tersisa lapisan kambiumnya saja.

"Bajingan kau!"

"Sialan, kenapa kau melakukan ini padaku, Seo!" Husky bercampur parau itu telah di hadang letih. Peluh itu telah mengucur di antara pelipisnya. Keningnya pun mengkilat, licin tertempa pendar lampu taman dan sang candra. Meskipun hatinya kini masih merasakan perih begitu menyentak kelewat dalam dan tajam, Taehyung memang tak dapat membohongi raganya sendiri jika ia telah lelah bukan main.

Berjalan gontai karena energinya terkuras habis—direnggut amarah. Lantas mendudukan diri di kursi kayu itu. Mencari benda pipih tipis berlayar yang ia sematkan di jaket boomber hitamnya. Mengetik beberapa digit angka hingga terdengar suara jaringan yang menyambungkan seseorang di seberang sana. Tak lama kemudian merebaklah suara seorang Jung Jimin dari ponsel Taehyung.

"Halo,—"

"Jim, mari pergi ke kelab, bar atau apapun. Aku ingin mabuk malam ini. "

---

Harusnya, malam ini akan menjadi malam yang begitu menenangkan bagi Hyerim. Usai dirinya bergelut dengan berbagai macam kertas print jahanam dan laporan, pada akhirnya ia dapat merebahkan tubuhnya—meregangkan sendi dan ototnya. Membayangkan kepalanya yang bersandar nyaman di bantal yang empuk pun selimut yang begitu hangat membuat wanita itu mengulas senyum singkat.

Wanita itu berjalan keluar dari ruang kerjanya menuju sofa, untuk mematikan televisi dan merapikan sisa bungkus camilan yang Taehyung tinggalkan. Benar, selepas mengantarkannya pulang dari kantor, Taehyung memang acap kali singgah di rumahnya untuk sekedar makan atau bersantai sejenak. Dan pulang ketika hari telah berganti petang. Hyerim sering kali heran, apakah pria itu tak memiliki jam lelah? Selalu saja setiap hari menghiasi hidupnya dengan candaan, lawakan atau sekedar tingkah konyol yang membuat perutnya geli nyaris kram.

Saat langkahnya menuju anak tangga—kian menuju puncak. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu yang membuat Hyerim membalikkan kepalanya. Berdiri dengan jemarinya masih memegang pegangan tangga di sebelah kiri. Mencoba mengamati sekali lagi dengan perasaan tak menentu. Siapa yang bertamu malam begini? Akankah Taehyung? Hmm, sepertinya bukan. Wanita itu menjejalkan tungkainya turun kembali menuju ruang tengah.

Suara itu semakin merebak jelas masuk ke dalam rungunya. Hyerim berjalan gusar—menghela napasnya yakin lantas membuka pintu itu. Sungguh, demi apapun Hyerim terkejut bukan main. Bahkan mulutnya sampai sedikit terbuka hingga kedua jemarinya mau tidak mau harus menutupnya. Debarnya tak beraturan sekarang saat mengetahui presensi orang yang sama sekali tak pernah ia sangka akan menemuinya sekarang setelah kejadian malam itu.

"Anyeong, Hyerim-ah." Sapa pria bersurai hitam dengan mantel hitam itu. Tersenyum teduh bersamaan lesung pipit yang terhias di rahang tegasnya.

Remembrance ✔️Where stories live. Discover now