Misophonia; Suara-suara yang Menyebalkan

13 2 2
                                    

Hal wajar ya kalau seseorang biasanya tidak menyukai suara-suara tertentu seperti: gesekan kapur di papan tulis, gerakan menekan tombol bolpoin atau mendecap saat makan. Seorang teman saya malah tidak nyaman ketika kami membunyikan bibir, yang sering sekali kami lakukan bersamaan di dekatnya untuk mengganggunya. (Oke, bukan hal yang patut ditiru perilaku ini)

Lantas bagaimana jika suara-suara bertentu membuat seseorang gugup, ketakutan, kesal, frustrasi, sampai mengalami kepanikan atau ingin kabur saja dari asal suara yang didengar? Lebay banget, ya, dipikir-pikir. Suara orang bernapas yang didengar berulang-ulang kok membuat panik. But it really happens for some people, guys.  Kondisi tersebut memanglah tidak normal. No, it's not called phobia. Itu kelainan yang disebut misophonia.

Beberapa pembaca mungkin sudah pernah mendengarnya, lain dengan saya yang malah baru tahu istilah di atas setelah ngubek-ngubek isi timeline fb (kebiasaan banget, dibagikan tapi nggak dibaca)

Misophonia sendiri berasal dari bahasa Yunani, miso berarti benci dan phon berarti suara. Jadi, misophonia adalah kelainan di mana penderita benci terhadap jenis suara tertentu sehingga menyebabkan reaski berlebihan. Beberapa pengidap melaporkan terganggu secara fisik berupa sakit kepala, nyeri di bagian kepala, bahkan otot terasa kaku.

Pada orang normal, kita hanya jengkel ketika mendengar suara yang tidak disukai. Penderita misophonia ini berbeda, dalam keadaan normal saja bisa membuatnya gelisah dan bertanya-tanya mengapa suara tersebut ada. Bahkan pengidap bisa marah, mengalami ketakutan atau kepanikan, stres hingga ingin bunuh diri. Pemilik dari Healing, Balane, and Speech Center; Natan Bauman mengatakan kliniknya telah didatangi hampir 100 orang yang mengidap kelainan ini. Mereka cenderung reaksi impulsif terhadap jenis suara tertentu.

Suara yang biasa memicu penderi ini bereaksi bisa berupa suara yang timbul saat mengunyah, suara mesin kendaraan, suara jarum jam, alat-alat berat, gonggongan anjing, remasan kantong plastik, bahkan suara napas pun kadang mengganggu si penderita. Kasihan, ya. Kadang mereka yang mengidap kelainan ini sampai harus mengasingkan diri, ogah berada dalam kumpulan orang-orang sebab selalu merasa khawatir. Jika dalam kondisi parah, penderita akan berpikir seseorang yang menghasilkan bunyi yang tidak disukainya sedang ingin menyakitinya secara fisik. Dan ya, jika tidak diatas segera, penderita bisa mengalami depresi.

Wanitalah yang umumnya rentan mengidap kelainan ini dan akan semakin parah ketika semakin bertambah umur seseorang. Pengidap misophonia baru akan terdeteksi ketika berumur 9 hingga 13 tahun. Parahnya kelainan ini akan berlangsung seumur hidup.

Kelainan ini telah dikenal sejak tahun 1997 oleh Marsha Johnson, seorang ahli suara, dan saat itu Marsha menggunakan istilah 4S atau Selective Sound Sensitivy Syndrome. Tiga tahun setelahnya, pasangan peneliti dari Emory University yakni Margaret dan Powel Jastreboff menggunakan istilah misohonia.

Sampai detik ini, belum ada studi yang menjelaskan penyebab pasti kelainan ini. Tidak ada pemicu awalnya, terjadi saja secara tiba-tiba. Bukan pula kelainan pada telinga. Diduga terjadi karena kombinasi antara faktor fisik dan mental. Bisa pula terjadi karena reaksi otak dalam menerjemahkan suara menyebabkan reaksi berlebihan pada tubuh. Medial prefrontal cortex adalah bagian di otak yang berperan dalam emosi dan penerjemahan pada suara, kemungkinan bagian ini rusak pada pengidap misophonia.

Menurut Jastreboff, profesor dalam bidang auditori, terdapat kesamaan antara misophonia dengan tinnitus (kelainan mendengar suara di telingat, tetapi suara ternyata berasal dari otak) yaitu berkaitan dengan koneksi berlebihan yang terjadi pada sistem auditori dan sistem limbik, sehingga pada jenis suara tertentu memunculkan reaksi tak wajar.

Studi pada tahun 2017 menunjukkan bahwa adanya abnormalitas pada pengidap misophonia, yakni adanya aktivitas cukup tinggi jika terpapar bunyi tertentu di bagian otak yang disebut anterior insular cortex. Fungsi bagian ini berhubungan dengan kesadaran seseorang saat memusatkan perhatian. Sementara itu, hasil scan otak pada pengidap misophonia memperlihatkan adanya konektivitas cukup tinggi antara sistem pendengaran dan sistem pengolahan emosi.

Adakah cara untuk menyembuhkan kelainan ini? Untuk mendiagnosa seseorang memiliki kelainan misophonia agak sulit sebetulnya dikarenakan beberapa gejalanya mirip dengan bipolar atau pun obsessive-compulsive disorder. Pengobatannya berupa sound therapy dengan bantuan konseling oleh psikolog.

Pengidap misophonia bisa juga dibantu dengan alat pendengaran yang mengeluarkan bunyi seperti air terjun, tujuannya supaya mengurangi pemicu suara lain yang tak dikehendakinya serta menekan emosi yang berlebihan.

Cara lainnya bisa berupa terapi bicara atau mengonsumsi obat antidepresi. Sudah tahu, kan, kalau pengidap kelainan ini rentan depresi? Pengidap yang lain justru menggunakan pelantang telinga agar mengurangi risiko terpapar suara yang dibencinya.

Kelainan ini nggak bisa sembuh dong? Sayangnya, ya. Di atas sudah dijelaskan jika ini terjadi seumur hidup, jadi pengobatan yang dilakukan hanya bertujuan mengurangi gejala reaksi bagi pengidapnya

Selain itu, penting untuk betul-betul memperhatikan keadaan pengidap misophonia. Misalnya, rutin melakukan olahraga dan tidur yang cukup. Juga menjaga mood agar tidak stres. Akan lebih baik jika dibuatkan ruangan khusus atau kamar yang tidak bising dan tentang.

Sumber

all https://www.kompasiana.com/rrnoor/58c8c11b197b614b05c1c8a8/mengenal-misophonia-kebencian-terhadap-suara?page=all (artikel dan gambar)

https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/hidup-sehat/psikologi/misophonia-alasan-mengapa-anda-benci-suara-tertentu/amp/

https://today.line.me/id/article/Mudah+Terganggu+oleh+Suara+Tertentu+Bisa+Jadi+Tanda+Pengidap+Misophonia-o8jnwp

My Morning TeaWhere stories live. Discover now