Episode 5

8.9K 417 3
                                    

🍁 Mulai Ragu

Suasana pagi dalam rumah Pak Bagas tidak seperti biasanya, jika biasanya setiap pagi dimulai dengan sapaan hangat lalu sarapan dengan diiringi candaan. Kini semua terasa sepi dan dingin, Pak Bagas hanya mau menyapa putri kesayangannya saja.

Bahkan Pak Bagas tidak mau memandang wajah Bu Devi, jika biasanya Pak Bagas selalu memberikan sapaan manis penuh cinta dan perhatian pada Bu Devi.

Sejak Pak Bagas mengetahui perselingkuhan Bu Devi, sikapnya berubah menjadi lebih dingin pada Bu Devi.

"Sayang, Ayah berangkat ke kantor dulu ya. Ayah sarapan di kantor saja, karena hari ini ada mitting penting dengan klien," ujar Pak Bagas, sambil menghampiri putrinya yang tengah asik dengan sarapannya.

Lalu ia mencium puncak kepala putrinya dengan sayang.

"Ayah, tidak sarapan dulu?" tanya Kiran perhatian.

"Ayah sarapan di kantor saja, ya,'' jawab Pak Bagas, sambil mengambil tas yang berada di kursi.

"Kalau tidak mau sarapan, minum saja susu Ayah. Biar, Ibu bikin dulu," ujar Bu Devi, sambil ingin melangkah menuju ke dapur. Namun, langkahnya terhenti ketika ia mendengar nada dingin suaminya.

"Tidak, perlu! Aku sudah, minum kopi tadi," jawab Pak Bagas dingin.

Setelah mengucapkan itu, Pak Bagas pun melangkah keluar dari rumah yang cukup besar dan megah itu.

Ia tidak berpamitan atau pun mencium kening Bu Devi seperti biasanya, sedangkan bu Devi merasa ada yang aneh dengan sikap pak Bagas.

'Kenapa Mas Bagas berubah, menjadi dingin padaku?" batinnya, Bu Devi.

"Bu, kenapa dengan Ayah? Kok waktu berangkat ke kantor, tidak berpamitan dan mencium Ibu seperti biasanya?" tanya Kiran, dengan rasa herannya.

Bu Devi pun terkaget, setelah mendengar pertanyaan putri tiri-nya itu.

"Ibu juga tidak tahu, Sayang. Mungkin, Ayah kamu tadi sedang terburu-buru," jawab Bu Devi tidak yakin, dengan apa yang dikatakan barusan saja.

Kiran pun mengerti, sambil mengganggukkan kepala berulang. Setelah itu, ia melanjutkan sarapannya.

Ia pun berubah menjadi sedikit pendiam, dan ia hanya fokus pada sarapannya saja. Setelah selesai sarapan, ia mulai mengambil tas di kursi dan juga ponselnya yang berada di meja makan.

"Kiran berangkat dul, ya," pamit Kiran, tanpa mau mencium pipi Bu Devi seperti biasanya.

"Iya, kamu hati-hati," jawab Bu Devi.

Kiran masuk ke dalam mobilnya, sebelum ia menjalankan mobil. Ia mencoba mengirim pesan pada kekasihnya, ia ingin mengajak makan di luar saat istirahat makan siang nanti.

[Pagi, Sayang. Nanti, makan siang bareng yuk. Sudah lama, kita tidak pernah makan bersama. Aku kangen kamu, Rian.] Pesan Kiran.

Tidak sampai 5 menit, Rian pun membalas pesan Kiran.

[Pagi juga, Sayang. Oh, maaf kayaknya nanti siang aku tidak bisa makan bareng sama kamu. Lain kali ya, Sayang. Janji deh pasti akan aku luangkan waktuku untuk menebusnya. Aku juga merindukan kamu kok. Sore nanti, aku akan mampir ke toko kamu. Jadi, tunggu aku, ya] Balasan pesan dari Rian.

Suara bunyi pesan di ponsel Kiran berbunyi, tidak mau menunggu lama ia langsung membuka pesan dan membacanya.

Sudah ia duga Rian pasti tidak bisa, dan ia hanya bisa menghela nafas tanpa mau mengirimi pesan lagi. Ia kecewa.

Dengan tanpa semangat, ia mulai melajukan mobilnya menuju toko kue miliknya.

Disaat Kiran tanpa semangat mengendarai mobil menuju toko kuenya, di kantor terlihat Rian saat ini dengan semangat mencoba menghubungi Bu Devi.

PENGHIANATAN CINTAWhere stories live. Discover now