Episode 6

8.5K 464 6
                                    

Bab 6 🍁 Kenyataan Yang Menyakitkan

"Lho... Kamu sudah bangun, Sayang? Baru juga Ibu mau bangunin kamu,'' ujar Bu Devi dengan senyuman, ketika telah memasuki kamar Kiran. Saat ia melihat putrinya, baru keluar dari kamar mandi.

"Iya!" jawab Kiran datar. "Apa, kemarin Ibu ketemu dengan Rian?" tanya Kiran, saat ia mengingat akan pertemuan Ibu dan kekasihnya di restoran yang sama ia datangi kemarin.

"Ti--Tidak, Nak. Ibu tidak bertemu dengan Rian, seharian kemarin Ibu hanya di rumah saja, tidak pergi kemana-mana. Memangnya kamu melihat Ibu bertemu dengan Rian 'kah, Sayang?" ujar Bu Devi tergagap, takut jika Kiran mengetahui pertemuannya dengan Rian kemarin.

"Cepat, ganti baju, ya. Ibu sama Ayah tunggu, kita sarapan bareng," lanjut Bu Devi mengalihkan pembicaraan.

Kiran hanya diam terpaku di depan pintu kamar mandi nya, ia tidak menyangka kalau Ibunya bisa berbohong padanya.

'Jelas-jelas aku melihat kalian bertemu, lalu kenapa Ibu berbohong padaku,' guman Kiran kecil, sambil memandang pintu yang telah tertutup kembali.

Kiran merasa terluka, akan kebohongan yang diucapkan Bu Devi. Namun, ia tidak akan menunjukkan rasa sedihnya.

Karena ia tidak mau Ayahnya tahu akan kesedihannya. Apalagi yang membuat sedih adalah Ibu, dan juga kekasihnya sendiri.

Kiran mulai mengganti pakaiannya, lalu berias sebentar dan mengambil tas selempang miliknya. Setelah selesai dengan urusannya, ia mulai keluar kamar dan menuruni tangga.

Saat ia akan melangkah di tangga terakhir, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sepraise yang diberikan oleh Ayahnya.

Pak Bagas dengan wajah bahagia membawa kue ulang tahun, yang begitu cantik berbentuk karakter Doraemon kartun kesukaan putrinya.

"Selamat ulang tahun, Sayang. Semoga kamu panjang umur dan senantiasa diberikan kebahagiaan. Di jauhkan dari hal buruk, dan yang terpenting di jauhkan dari semua kesedihan," ucapan selamat dan doa yang tulus dari Pak Bagas.

"Terimakasih banyak, Ayah," Kiran berkata tulus, dengan mata yang berkaca-kaca.

"Sungguh Ayah, adalah Ayah yang terhebat," lanjut Kiran langsung memeluk Ayahnya, seketika air mata bahagia luruh juga, membasahi pipi mulusnya.

Pak Bagas yang mendengar itu pun hanya bisa terkekeh, sungguh ia sangat bersyukur mempunyai putri yang baik dan juga mandiri.

Bu Devi yang berada di ruang makan, mendengar seketika menghampiri suami dan putrinya. Ia benar-benar melupakan hari bahagia putrinya itu, tentu saja ia lupa. Karena ia juga tidak punya niatan untuk mengingat, akan hal penting seperti hari ulang tahun putrinya maupun hal lainnya. Kecuali tentang Rian.

"Selamat ulang, Sayang. Maaf, Ibu lupa hari ini ulang tahun kamu," ujar Bu Devi, sambil berjalan menghampiri Pak Bagas dan Kiran yang sedang berpelukan. Pak Bagas dan Kiran yang mendengar itu, seketika melepaskan pelukan mereka.

Kiran yang mendengar ucapan selamat dari Ibunya, sama sekali tidak merasakan bahagia. Apalagi saat ia mengingat ucapan kebohongan Ibunya.

"Terima kasih," jawab Kiran datar, tanpa ada senyuman di wajah cantiknya. Bahkan saat Bu Devi ingin memeluk dan mencium pipinya, dengan gerakan cepat ia melenggos menghadap Pak Bagas.

"Ayah ... Kiran pergi ke toko dulu, ya. Soalnya ini hari, Kiran mendapatkan pesanan kue banyak. Jadi pagi ini, Kiran tidak sarapan di rumah," lanjut Kiran berbicara pada Pak Bagas, dengan tersenyum lembut.

Bu Devi yang mendapatkan penolakan halus, dari putrinya merasa heran karena putrinya tidak biasa cuek padanya. Pak Bagas mengerti ada hal yang disembunyikan putrinya, dan ia akan menunggu hingga putrinya mau bercerita apa yang membuatnya gelisan dan terlihat sedih.

PENGHIANATAN CINTAWhere stories live. Discover now