Part. 16 - Strange heartbeat

6.1K 894 143
                                    

Karena Ayle dan Neil nggak update weekend ini, aku kasih bacaan ringan.

Happy weekend 💜


🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Milea membaca pesan singkat dari ibunya di sela-sela jam istirahatnya. Sebagai anak perempuan, dia sangat dekat dengan Alena, ibunya, dalam segala hal. Tentu saja, Milea sangat mencintai dan mengagumi sahabat pertama dalam hidupnya itu. Memberi kabar dan bercerita dengan Alena adalah sebuah keharusan bagi Milea selama jauh dari rumah.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

Pertanyaan itu membuat Milea memekik kaget dan langsung menoleh pada sumber suara. Tampak Elliott berada tidak jauh darinya. Rasa gugup mulai mendera Milea setiap kali berhadapan dengan pria itu. Entahlah. Ada debaran asing yang bergemuruh dalam dada saat Milea menatap sepasang mata birunya yang tajam dan memikat.

“Mmm, aku sedang menikmati jam istirahatku,” jawab Milea pelan.

“Di ruang loker dan menikmati makanan siap saji seperti itu?” balas Elliott dengan kening berkerut.

Milea mengerjap cepat dan menggelengkan kepala secara spontan. “Saudariku membuatkan kimbap untuk snack hari ini, dan ini bukan makanan siap saji.”

Hari ini adalah giliran Hyuna menyiapkan bekal untuk mereka dan kimbap menjadi menu pilihan karena paling mudah untuk dibuat. Milea tidak sempat menghabiskan kimbap-nya di kampus, karena itu dia melanjutkannya di tempat kerja.

“Apakah tidak ada tempat lain selain bersembunyi di ruang loker? Kuharap kau tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan para staf yang lain dan tidak ada yang mengucilkanmu,” balas Elliott sambil berjalan untuk mendekatinya, lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Milea seperti kehabisan napas ketika sudah berdekatan dengan pria itu. Ruang loker itu tidak cukup luas untuk pria sebesar Elliott. Hanya selebar koridor yang kanan kirinya adalah loker susun yang disiapkan untuk para pekerja. Juga, dia merasa begitu mungil saat beranjak berdiri dan harus menengadah untuk melihatnya.

“Mereka sangat baik padaku dan tidak ada masalah denganku. Aku hanya menerima telepon dari ibuku dan membalas pesannya sambil menikmati sisa makananku,” jawab Milea dengan nada sopan.

Dilihat dari dekat, wajah Elliott lebih rupawan. Milea bisa melihat dengan jelas warna mata birunya yang indah, hidung yang tinggi, rahang yang tegas, dan bibir yang melengkung sempurna. Tanpa disadarinya, Milea menahan napas selagi menilai wajah pria itu dan mengembuskan napas berat setelahnya.

“Kau baik-baik saja? Kulihat wajahmu memerah?” tanya Elliott cemas.

Milea mengangguk secara spontan dan mengerjap gugup ketika sorot mata Elliott menatapnya dengan seksama. “Aku… baik-baik saja.”

Elliott tersenyum. “Bukankah jam istirahatmu masih ada sekitar 15 menit?”

“Ya,” jawab Milea.

“Kalau begitu, mau ikut denganku sebentar?”

Kening Milea berkerut bingung dan Elliott hanya tertawa pelan. 

“Aku tidak akan macam-macam denganmu, jika itu yang kau cemaskan,” tambah Elliott.

‘Tidak, bukan seperti itu. Hanya saja, hm… baiklah. Mau kemana?” tanya Milea gugup.

Elliott mengarahkan jalan agar Milea berjalan lebih dulu. Dengan canggung, Milea bergerak untuk memimpin langkah dan keluar dari ruang loker. Di luar ruang itu, jalanan terbagi menjadi dua arah. Sisi kanan adalah jalur untuk menuju ke kafe, dimana sebelum mencapai kafe adalah ruang kerja Elliott. Sisi kiri adalah jalur menuju ke dapur kecil dan tangga ke lantai atas yang terdapat gudang penyimpanan bahan baku, juga balkon bangunan.

Untie The KnotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang