Lembar: 04 - Ruangan Bersuhu Panas

532 120 5
                                    

"Runa, nanti kamu tunggu saya di ruangan dekat perpustakaan ya." Pak Hans berpesan sebelum keluar dari kelas yang berangsur sepi.

"Eh? Jam berapa pak?" sahut Runa sebelum guru matematikanya itu keluar dari kelas.

Pak Hans mengacungkan 2 jarinya. Gadis berkacamata itu mengangguk paham.

"Pak Hans ngapain tuh?" Gita mendekat setelah menata buku di loker belakang.

Runa hanya mengangkat bahu. "Mana aku tahu. Pak Hans nyuruh aku nunggu di ruang dekat perpustakaan," jawabnya acuh.

Tatapan Gita menyelidik. "Cuma elo?"

Runa mengangguk.

"Gila! Ada yang aneh." Gita pura-pura menutup mulutnya. Kemudian beralih menoleh ke bangku Rudy di sebelahnya. Tampak lelaki itu sedang menyalin catatan dari temannya.

"Rudy!"

"Iya gue cakep," latah pemuda itu. Runa dan Gita menepuk dahi. Pria tampan itu selalu mengatakan kalimat itu setiap ada yang memanggilnya.

Bahkan Gita bertaruh jika guru memanggilnya, apa yang terjadi jika Rudy benar-benar mengucapkan kalimat menyebalkan itu.

"Kenapa?" Rudy menoleh. Seolah barusan tak ada kalimat mengganjal yang dikatakannya.

"Runa dipanggil ke ruang dekat perpustakaan sama pak Hans," jelas Gita.

"Terus?" Alis Rudy terangkat. Pensilnya digunakan untuk menyangga dagu. Membuat kesan imut dan menggemaskan di mata Gita dan Runa.

Gita memutar malas kedua bola matanya. "Sendirian," tambahnya.

Brak!

Runa dan Gita terlonjak. Baru saja pemuda tampan itu menggebrak meja dengan kasar.

"Wah, gak bisa dibiarin," kata Rudy dengan tatapan tajam.

Tentu saja hal itu memancing pertanyaan di benak Runa.

"Emang pak Hans mau ngapain aku?" gumam Runa polos.

***

"El, kamu dipanggil ke ruang olimpiade." Jeni, wakil ketua kelas berwatak kaku itu mencegah El yang hendak membeli minuman di kantin.

El hanya mengangguk. Ia mengurungkan niatnya untuk membeli penyegar tenggorokannya. Segera ia menuju ruang di dekat perpustakaan itu.

"Permisi," ucap El di ambang pintu.

Ruangan olimpiade bukanlah tempat yang asing lagi untuk El. Pemuda itu sering diam-diam dijadikan kandidat pengganti untuk siswa yang berhalangan tak bisa mengikuti olimpiade di luar sekolah.

Seorang gadis baru saja menolehkan kepalanya. Seketika itu, El merasa tubuhnya tak dapat bergerak.

Lihatlah, si pemilik diary dengan santainya tampak duduk di salah satu bangku yang kosong.

"Iya?" sahut Runa sambil menaikkan posisi kacamatanya.

El menelan ludah. Perlahan, ia mencoba melangkah normal. Pemuda itu berdehem sambil duduk di salah satu bangku. "Gue dipanggil pak Hans ke sini," katanya berusaha santai.

Runa mengangguk. Kembali menghadap ke depan.

El mengembuskan napas lega. Kenapa gue berasa kayak penjahat ya?

"Kamu El 'kan?" Runa menoleh.

"Eh? Apa?"

"Nama kamu El 'kan?" ulang Runa.

Lelaki itu menelan ludah sebelum mengangguk. Tatapannya berusaha di-datar-kan.

Runa tersenyum miring, lalu kembali menatap depan. Tanpa menghiraukan El yang sedari tadi dibuat penasaran apa maksud gadis itu bertanya hal demikian.

Apa dia naksir gue? Batin El.

***
Bersambung
.
.

Gini ya, gue capek nyuruh kalian pencet byntanc. -_-

(Yeeee! Author nyerahh)

:V Tapi gue gak capek nyuruh kalian pencet vote.

Barusan gue sadar, jumlah vote gk sebanding jumlah pembaca. Taunya, gue salah ngasih arahan :v

Yang bener tuh, vote! Bukan pencet byntanc! Dikira bintang bisa dipencet apa? Yang ada "gambar" bintang. Begitu saudara² sekalian.....

Makanya, jan lupa pencet gambar byntanc nya ya:V gyhahahaha

Blue Diary | ✓Where stories live. Discover now