Lembar: 06 - Boy Si Dukun Cinta

460 102 6
                                    

Hari Minggu adalah saat-saat yang paling ditunggu-tunggu oleh El. Lelaki itu sudah merencanakan untuk keluar akhir pekan ini.

"Kak El mau ke mana?" Rira, gadis kecil tetangga sebelah menyapa.

Sebelum menjawab, lelaki itu menyempatkan untuk tersenyum. Oi, jarang sekali pemuda itu tersenyum. Alangkah beruntungnya Rira hari ini.

"Mau ke rumah temen." El melambaikan tangan. Ia berjalan kaki hingga ujung gang. Pendopo rumah milik keluarga Ray itu menjadi tempat di mana para remaja tanggung berkumpul.

Rira balas melambai dengan senyum lebar. Padahal lelaki itu sudah tak berbalik lagi.

***

"Wuih, bang El dateng." Mukhlis menyingkir dari tempat duduknya. Mempersilakan pemuda itu mengambil alih singgasananya-padahal hanya tempat duduk kosong beralaskan tikar.

Ujung gang adalah tempat favorit para lelaki di komplek itu. Mereka akan bertukar banyak hal. El yang dulunya masih warga baru, dipaksa Boy untuk bergabung.

"Boy mana?" El duduk tanpa menolak tempat yang disediakan Mukhlis.

Ray yang sedari tadi fokus bermain catur tiba-tiba menoleh ke arah El. Pemuda berambut gondrong itu menatap tetangganya tak percaya. "Tumben lu nyariin Boy. Ada cewek yang lu taksir ya?" goda Ray tanpa mempedulikan El yang sekarang menjadi pusat perhatian di pendopo itu.

El menelan ludah. "Nggak gitu, Bang."

"Beneran, El? Ada cewek yang lu taksir?"-Mukhlis menatap El dramatis-"Setelah sekian lama, akhirnya lu punya cewek," ujarnya seraya menyeka ujung matanya yang basah.

Wajah El terasa panas. Kenapa tiba-tiba mereka menggodanya?

"Selamat pagi para pengikutku. Abang Boy datang dengan sejuta kerinduan." Seorang pria berambut ala idol korea dengan poni belah tengah muncul di tengah-tengah mereka. Kulit hitamnya sama sekali tak pas dipadukan dengan kaus warna kuning yang dikenakannya.

"Bang, si El nyariin lu," lapor Mukhlis semangat.

"Oh ya?" Boy beralih menatap El yang kini duduk bersila di dekat Ray.

"Ada apa dikau mencariku, El?" Boy mengambil posisi duduk di depan El dengan senang hati.

"Gue mau nanya," El menatap datar pria gila di depannya. Ia sudah terbiasa dengan tampilan dan cara bicara absurd pria itu.

Para pemuda di pendopo itu antusias menyimak mereka berdua.

"Woah, silakan bertanya wahai anak muda." Boy membusungkan dadanya.

"Ada cewek yang nulis nama gue di diarynya. Itu pertanda apa?" El berusaha bersikap normal. Berusaha menunjukkan ekspresi datar. Juga berusaha menormalkan detak jantungnya.

Prok ... prok ... prok....

Boy memberikan El tatapan bangga. Tepukan 3 kali menandakan Boy mendapatkan curhatan lelaki terbaik hari ini.

"Apabila seorang perempuan menggoreskan penanya dan di dalamnya terukir namamu, maka ada dua kemungkinan." Boy mengelus dagunya.

"Kemungkinan pertama, wahai kawanku. Dia mencintaimu," ujar Boy sengaja memberi jeda.

Mata El membulat. Seriously?

"Dan kemungkinan kedua, dia membencimu sangat dalam," lanjut Boy.

Deg!

Apa? Membenci? Sangat dalam?

"Wah ... wah. El, dia cinta apa benci sama lu?" Mukhlis menyahut.

El tak berniat menjawab pertanyaan Mukhlis. Ia segera beranjak dari posisinya. "Gue pamit," ujarnya singkat.

"Jangan lupa pajak jadian!" teriak Ray sebelum telinga El tidak dapat mendengar suaranya.

"Pepet terus, El!"

"Jangan menyerah, El!"

"Selamat jalan kawanku, api cinta tak kan pernah padam!" Boy melambaikan tangan.

***

Jum'at, 5 Januari 20XX

Dear:Diary

Aku merasakan ada yang aneh. Gita tadi pagi bilang, kalau dia suka pada Rudy.

Entah kenapa rasanya sakit, Diary....

Apa yang harus kulakukan? Rudy tadi pagi juga bilang padaku. Katanya, dia suka cewek rambut pendek. Senyum manis dan agak tomboy.

Siapa lagi kalau bukan Gita he?

Ah, sudahlah. Ada apa denganku hari ini?

Lupakan soal balas dendam pada El. Sangat kekanakan. Sekarang aku harus fokus menyembuhkan jantungku yang dari tadi tak bisa berhenti merasakan perih.

Apa aku sakit jantung?

***

El terpaku. Dadanya sesak. Setelah Boy mengatakan kemungkinan Runa membencinya, ia segera membaca halaman selanjutnya.

Tapi tak disangka isinya tambah aneh. "Apa dia cemburu?" batin El.

Ping!

Lamunan El terputus. Ia segera meraih ponselnya. Sebuah pesan masuk baru saja masuk.

Runa_dy: Pagi, sv nmrku. Runa.

Kejutan apa lagi ini? Ia tak tahu harus menjawab apa.

El: Done.

Dari mana Runa bisa mendapat nomornya? Ah, mungkin pak Hans yang memberikannya.

Runa_dy: Siang nanti luang, nggak? Mau bahas olimpiade nih.

El: Iya, luang.

Runa_dy: Jl. Anggrek nmr 20. Kutunggu.

***
Bersambung
.
.

Disini, gue lah yang maksa kalian baca cerita gue :v dasar tak tao maloeh, gitu aja masih minta vote. Dan sekarang ngerengek minta komeng :v

Disitu daku sadar, kalian akan jatuh cinta sama mai stori klo cocok ama kalian.

Jadi, gapapa kalian gk vot sama komeng, asal kalo jempol karatan :v lol..

Blue Diary | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang