BAB 18

32 4 13
                                    


"Pembunuh! Keluar kamu!"

Perempuan muda berambut pendek itu masih berteriak ketika Rian dan Iqbal mendekatinya. Bersamaan dengan itu, pintu pagar terbuka. Esti muncul untuk memastikan siapa yang berteriak.

"Astri, apa maksudnya? Kasus ini masih diselidiki bukan? Terus jangan teriak-teriak di rumah orang," ucap Esti pada perempuan muda berambut pendek itu.

"Ada orang bilang kakakku dibunuh! Bisa aja kakakku dibunuh! Siapa lagi kalo bukan Melati!" teriak Astri pada Esti tanpa memperhatikan sopan-santun.

Rian ingin menanggapi ucapan Astri, tetapi dia terlambat.

"Mbak Astri, Mbak Astri bilang aku pembunuh. Mana buktinya? Buat apa aku bunuh Bang Satria? Biar fitnah nggak nyebar? Harusnya aku racunin semua warga yang gosipin aku biar aku bisa tenang." Melati berucap sambil berjalan melewati pintu pagar rumah Esti. Nada bicaranya tenang, tetapi kemarahan terlihat jelas di wajah tirusnya.

"Benar, kalau Anda mau menuduh seseorang, Anda harus punya bukti," sergah Rian berusaha menengahi kedua wanita itu sebelum terjadi keributan.

Astri melotot pada Rian. "Anda siapa?" tanyanya.

Rian mengeluarkan tanda pengenal kepolisian lalu menunjukannya pada adik Satria itu. Dia memang jarang menggunakan seragamnya.

"Polisi!" teriak Astri.

Rian berjalan mendekati Astri kemudian berkata, "Bisakah Saudara Astri tenang? Setelah itu mari kita bicarakan ini di rumah Anda."

Perempuan itu seakan tidak mendengar perkataan Rian. Rian bisa melihat warga-warga yang ingin tahu datang dan bersiap mengerubungi mereka.

"Ayo Saudara Astri!" perintah Rian dengan nada yang sulit dibantah. Mata hitam pekat Rian menatap Astri tajam.

Mau tidak mau Astri mengalah pada pria tinggi besar itu. Rian menuntun Astri ke rumahnya.

"Eh, kagak tau malu, ye. Udeh ngelacur, ngebunuh pula!" ujar salah seorang ibu-ibu berdaster yang rambutnya digelung asal-asalan.

Tidak hanya ibu-ibu saja yang datang berkerumun, ada juga beberapa bapak-bapak yang datang. "Pembunuh bukan di kampung ini tempatnya! Pergi!" ucap seorang bapak-bapak berkaus kotak-kotak.

"Pergi!" Seorang wanita bertubuh montok  pada Melati sambil berkacak pinggang.

Melati menatap nanar pada warga yang menghujatnya. "Bapak-bapak, Ibu-ibu, saya tidak melakukan apa pun yang bapak-bapak ibu-ibu tuduhkan."

Melati berusaha melawan tuduhan yang ditujukan padanya.

"Pergi!" ucap beberapa warga secara bersamaan. Mereka mulai maju untuk menghakimi Melati.

"Tunggu! Ade ape ini?" Sunaryo muncul di tengah-tengah kerumunan warga diikuti istrinya.

"Ini Pak RT, ada yang bilang Melati pembunuh," lapor ibu-ibu berdaster tadi.

"Belum ada buktinye. Kite tunggu dulu putusan Pak Polisi," pungkas Sunaryo sambil memandang Rian.

Baru pernah Rian menghadapi kasus seperti ini. Rian agak bingung. Dia sendiri sedang menggiring Astri untuk sesi introgasi. Dia berhenti sebentar dan berkata, "Iya, Bapak-bapak, Ibu-ibu, biar kami mengusut kasus ini sampai tuntas."

Namun, sepertinya sebagian warga tidak menggubris ucapan Sunaryo atau pun Rian. Beberapa warga yang marah maju seperti ingin menerjang Melati.

Iqbal mengambil inisiatif sebelum Melati dihakimi warga. "Bapak-bapak, Ibu-ibu, tenang. Kami, pihak kepolisian sedang mengusut kasus ini."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 28, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Dark Jasmine (On going) Where stories live. Discover now