-O5-

218 51 6
                                    

          "Apa kau percaya kalau kubilang pelakunya bukan manusia?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

          "Apa kau percaya kalau kubilang pelakunya bukan manusia?"

Wonwoo bersumpah kalau ia tidak pernah mendengar yang selucu itu selama puluhan tahun hidupnya. Baru kali ini, Wonwoo merasa ingin tertawa kencang sekaligus tidak habis pikir akibat kalimat yang dilontarkan gadis di hadapannya.

Livy mengamati gerak-gerik Wonwoo. Gadis itu juga sadar kalau Wonwoo mana mungkin percaya dengan apa yang baru ia ucapkan. "Kau tidak percaya, bukan?" katanya dengan senyum sinis.

Wonwoo memalingkan wajah ke samping, tertawa sekilas sebelum membalas ucapan Livy. "Apa kau sedang berusaha mencairkan suasana? Kenapa kau malah melawak, Nona Seo?"

"Aku tidak sedang melawak. Aku bicara faktanya," Livy membalas kalimat Wonwoo dengan nada dingin serta ekspresi datar, mendukung perkataannya yang bilang kalau ia memang serius.

"Apa kau hidup di masa lalu? Ini sudah dua ribu dua puluh, dan kau masih berpikir kalau hantu bisa menjadi tersangka kejahatan?"

Kali itu Livy tertawa geli, seolah perkataan Wonwoo kedengaran lucu sekali, lebih dari miliknya. Gadis itu lantas menghentikan tawanya. "Apa kau bodoh? Memang kenapa kalau sudah dua ribu dua puluh? Apa para hantu itu sudah punah seperti dinosaurus?" katanya sebelum kembali tertawa.

Wonwoo tidak habis pikir. Mungkin gadis di hadapannya ini benar-benar kena gangguan jiwa. Padahal, ia tinggal mengaku kalau memang ia yang membunuh ayah ibunya---meski sejujurnya, Wonwoo enggan mendengar jawaban itu dari gadis di hadapannya.

"Nona Seo, kita tidak sedang main-main. Kalau kau tidak berkata sejujurnya, maka kau akan jadi tersangka dalam kasus ini."

Livy menyodorkan kedua tangannya yang diborgol pada Wonwoo. "Lakukanlah semaumu."

"Seo Livy—"

"Aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Kalau kau masih tidak percaya, lakukanlah sesukamu," Livy memotong ucapan Wonwoo.

Hela napas berat ke luar dari bibir tipis Wonwoo. Pemuda Jeon itu mengusap mukanya kasar. Tidak aja jalan keluar lagi. Wonwoo tidak punya pilihan selain menyerah menginterogasi Livy dan menetapkan gadis itu sebagai tersangka. Sekali pun tidak ada sidik jari atau bukti lain yang ditemukan pada luka cekikan di leher ayah ibunya, tapi sidik jari Livy menempel di bagian tubuh lain. Selain itu, cuma Livy satu-satunya yang berada di rumah itu selain korban.

Wonwoo mengulum bibirnya, lantas kembali melayangkan tatapan pada Livy. "Baiklah, kalau itu memang maumu."

Persidangan final untuk kasus Livy sudah diselenggarakan sejak hampir satu jam yang lalu. Gadis itu menatap kosong ke depan, tepat ke arah kursi jaksa penuntut. Livy tidak bisa mendengar apa pun semenjak persidangan dimulai. Ia rasa, tubuhnya memang sengaja tidak mau mendengarkan omong kosong yang diucapkan jaksa atau pengacaranya. Seberapa keras jaksa itu menuntut Livy, nyatanya ia tidak melakukan kesalahan apa pun. Seberapa keras pengacaranya membela Livy, gadis itu sudah tahu pasti kalau itu cuma formalitas belaka, bukan karena pengacaranya benar-benar percaya kalau Livy tidak bersalah. Lalu buat apa yang seperti itu harus ia dengarkan?

𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。Where stories live. Discover now