-O6-

206 48 15
                                    

             Kedua tungkai Livy resmi memijak pelataran rumah megah milik keluarganya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

  
          Kedua tungkai Livy resmi memijak pelataran rumah megah milik keluarganya. Gadis itu sebenarnya enggan kembali ke sana, tapi memang Livy punya apa lagi selain rumah itu? Memang Livy mau tinggal di mana lagi?

Kakinya digerakkan paksa menuju ke dalam rumah. Ruang tengah yang sangat enggan ia lihat, tetap saja harus ia lewati agar bisa sampai ke kamarnya. Gadis itu menatap sekilas pada lokasi tempat kedua orangtuanya terbunuh. Darah yang beberapa hari lalu ada di sana, kini sudah dibersihkan.

Livy mengalihkan pandangannya dari tempat itu, diikuti dengan kakinya yang lanjut melangkah menaiki anak tangga, lalu terus sampai ke dalam kamarnya. Sekarang rumah benar-benar sepi. Livy sudah tidak bakalan dengar orang tuanya bertengkar seperti hari-hari sebelumnya. Livy tidak bakalan dengar mamanya mengomel pagi-pagi dengan inti yang sama kalau Livy harus bangun dan kerja dengan baik di kantor papanya. Livy sudah tidak bakalan dengar semua itu.

Sekarang rumah mungkin bakal terasa seperti kuburan karena cuma Livy yang tinggal di sana, bersama dengan kenangan-kenangan menakutkan hari itu. Kalau begitu, Livy bakal kesepian tidak, ya? Rumahnya luas sekali dan cuma ia sendiri di dalam sana. Livy bakal bosan tidak, ya?

Telepon di atas nakasnya berbunyi waktu si gadis Seo sedang sibuk-sibuknya merenung. Tertulis nama bibinya sebagai si pemanggil. Sejujurnya Livy malas sekali mengangkat telepon dari anggota keluarga yang lain. Mau tahu alasannya?

"Halo?"

Yang di seberang sana menyahut, "Kau sudah di rumah 'kan? Turunlah, aku di bawah."

Livy berdecak malas. Kakinya diseret ogah-ogahan ke luar kamar, terus sampai ke hadapan bibinya yang berdiri di ruang tamu dengan tangan dilipat di dada.

"Astaga, lama sekali. Kau tidak tahu aku merinding kalau lama-lama di rumah ini. Bisa-bisanya kau tinggal di rumah bekas pembunuhan seperti ini." Wanita tua itu menatap sinis pada Livy. "Apa karena kau yang membunuh mereka? Dasar saiko."

Sekarang sudah tahu kenapa Livy tidak suka berhubungan dengan anggota keluarga yang lain? Hubungan mereka tidak baik dengan mama papanya, sebab mereka tidak bisa mendapatkan apa yang didapatkan mama papanya, dan juga Livy. Livy yakin, sekarang mereka pasti sedang mencari kesempatan untuk merebut posisi papanya.

Livy menghela napas jengah, "Ada apa Bibi ke mari?"

Wanita itu menendang sebuah kardus besar ke arah Livy. "Mulai sekarang, kau tidak perlu repot-repot datang ke kantor, bukankah kau senang? Barang-barangmu juga sudah kutaruh di sana semua."

"Apa? Kenapa tiba-tiba? Lalu posisi Papa---"

"Tidak usah memikirkan posisi Papamu, aku dan suamiku yang mengambil alih perusahaan sekarang," potong bibinya. Wanita itu tersenyum mengejek, menunjuk ke arah Livy. "Kau sudah tidak punya hak dan kewajiban di sana, jadi enyahlah. Aku tidak mau perusahaanku kedatangan seorang pembunuh."

𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。Where stories live. Discover now