-18-

144 36 17
                                    

  "Menurut kalian, kenapa orang itu mau mengotori tangannya dengan jadi pembunuh berantai?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


  "Menurut kalian, kenapa orang itu mau mengotori tangannya dengan jadi pembunuh berantai?"

Pertanyaan pemicu itu mampu membuat Seokmin dan Livy terdiam berpikir. Perkataan Wonwoo memang masuk akal, tapi bukannya tidak mungkin hal itu terjadi.

"Bagaimana kalau membunuh menggunakan tangan orang lain?" celetuk Seokmin.

Wonwoo menggeleng. "Kau pernah menemui pembunuh berantai yang begitu? Mereka itu psikopat, kepuasannya adalah dengan menyiksa mangsa. Kalau pakai tangan orang lain, bukankah rasanya tidak maksimal?"

"Kalau begitu, pelakunya adalah suruhan?" ucap Seokmin lagi.

Wonwoo kembali menggeleng. "Tidak. Aku ragu pembunuhnya melakukan aksi berdasar perintah."

"Begini saja, kita cari tahu siapa yang mungkin menutupi semua kasus ini. Kalau sudah tahu 'kan bakal lebih mudah membuat kesimpulan." Livy yang sedari tadi diam, akhirnya mulai mengusulkan.

Kali ini Wonwoo mengangguk. "Benar, coba cari tahu saja siapa yang berkemungkinan menutupi kasus kasus itu." Wonwoo menatap Livy dan Seokmin secara bergantian. "Kalau kita beruntung, ini bisa jadi lebih mudah dari yang dibayangkan."

Livy menopang dagunya dengan tangan di atas meja makan. Sudah beberapa menit lalu ia tidak berpindah posisi dan terus melamun. Saat ini, otaknya dipenuhi teka-teki soal siapa yang mencelakai orang tuanya dan bahkan ia sendiri.

Sejujurnya benar kalau mau dibilang mereka sudah mulai dapat petunjuk. Tapi Livy juga makin pusing menghubungkan puzzle-puzzle itu satu sama lain. Semalaman Livy tidak bisa tidur. Selain karena memikirkan kasus itu, ia juga takut dihantui mimpi buruk lagi.

"Ah, sebenarnya siapa, sih?" tanpa sadar, Livy bergumam cukup keras hingga mengusik Yerim yang sedang menyiapkan makanan di meja.

"Unnie? Ada apa?" tanya Yerim. "Dari tadi kuperhatikan Unnie terus melamun." Gadis itu mengalihkan pandangannya kembali ke meja, kemudian beralih lagi pada Livy. "Apa ada masalah?"

Sadar tingkahnya mencurigakan, Livy menutupi dengan senyum tipis. "Tidak ada. Aku hanya kepikiran beberapa hal," katanya.

Yerim mengangguk paham. "Oh, begitu. Habisnya belakangan kau seperti orang yang terkena banyak masalah. Oppa juga."

"Jangan pedulikan kami, kau fokus saja ke sekolahmu." Wonwoo mendadak muncul dan menimpali obrolan, menyelamatkan Livy yang sudah kebingungan ingin membalas apa lagi.

"Aku tidak akan kepikiran kalau kalian tidak membuatnya terlalu kelihatan," dumal Yerim.

Memutuskan untuk mengakhiri sesi tanya jawab itu, Livy mengambil piring dan nasi. "Sudah, sarapan saja," katanya setelah itu.

"Omong-omong, Yerim-a, kau nanti pulang lebih awal?"

Yerim yang semula sudah mulai ingin menyuap nasi, jadi menghentikan kegiatannya ketika ditanya Wonwoo. "Tidak, Oppa. Memang kenapa?"

𝓶𝓸𝓻𝓽𝓪𝓵𝓪。Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang