H-1

10.1K 1.7K 194
                                    





"Bangun yuk, sholat dulu."

Ayah menepuk bahuku, sementara aku masih meringkuk ditempat tidur sambil memeluk gulingku.

Kemudian Ayah melangkah kearah pintu kamar mandi dan mengambil keranjang pakaian kotor disana.

"Ayah?" panggilku.

"Hmm?"

"Mau sholat sama Ayah."

Ayah tersenyum sembari mengangkat keranjang pakaian kotorku, "Iya, Ayah   tunggu di ruang tengah ya? Nanti Ayah imamin."

Gak jarang kok Ayah jadi imam dirumah. Kadang kalau lagi hujan, atau berpergian terus gak sempet ke masjid, Ayah pasti ngajak sholat bareng. Tapi hari ini gak tau kenapa aku pengen sholat sambil dengerin bacaan surat-surat Qur'an Ayah.

Aku beranjak ke kamar mandi dan kemudian bergegas menyusul Ayah di ruang tengah. Setelahnya Ayah memulai sholat subuh kami. Selesai menjalankan dua raka'at sholat subuh kami, bukannya salaman sama Ayah, aku malah menangis.

"Kenapa?" Ayah membalikkan badannya dan mendapatiku menutupi wajah dengan dua tanganku.

Aku merasakan rengkuhan Ayah, dia memelukku sambil mengusap kepalaku.

"Alika kenapa?" tanya Ayah.

"Aku takut."

"Hmmm, karena besok ya?"

Aku menangguk pelan. Ya meskipun aku udah berusaha dan mencoba pasrah dengan ujianku besok, dan walaupun aku tahu kalau apapun hasilnya aku bakalan mencoba ikhlas, serta Ayah yang sama sekali enggak menuntut apapun. Tapi aku juga merasa takut.

"Ayah pernah bilang apa sama kamu Nak?" tanyanya masih memelukku.

"Kemarin kamu keliatan yakin dan optimis banget lho. Kenapa hari ini ciut lagi?"

"Maaf ya Yah..."

Ayah tertawa pelan, "Iya, Ayah tau kok. Pasti kamu deg-degan banget karena besok. Ayah harus gimana nih biar kamu gak takut buat besok?"

"Ayo, coba inget-inget lagi. Kemarin yang bikin kamu kuat dan optimis itu apa? Jangan mikirin hal-hal yang negatif dulu. Inget kata Ayah, pikiran yang negatif ngebawa energi yang negatif sayang."

"Ayah, apapun hasilnya aku udah bilang sama diri aku sendiri kalau aku enggak bakal kecewa. Karena aku udah berusaha, tapi hari ini aku ngerasa takut, aku enggak tenang, aku harus gimana?"

"Karena kamu terus-terusan mikirin hal itu. Maka kamu jadi over thinking. Kemarin dan hari-hari sebelumnya kamu baik-baik aja karena kamu enggak mikirin hari ujian kamu dengan berlebihan. Kalau hari ini, wajar aja kalau kamu ngerasa takut. Soalnya kamu bakalan hadapin segala hal yang udah kamu siapin itu besok."

"Sini liat Ayah dulu."

Ayah melepas pelukannya kemudian menatapku lurus. Dua bola matanya yang hitam dan terlihat bersinar indah itu seolah tersenyum padaku. Tatapannya tanpa suaranya seolah berusaha meyakinkanku kalau esok hari semuanya akan baik-baik saja.

"Hari ini kita jalan-jalan."

Aku melebarkan mataku, "Kok?"

"Ayahkan masuk kerja?"

"Bisa izin. Nanti Ayah ambil cuti 2 hari, khusus buat nemenin anak Ayah."

"Ayah!" Aku berhambur memeluknya lagi.

"Kamu mau kemana aja, ngapain aja, Ayah temenin."

"Beneran gakpapa Yah?"

"Hu'um, dari pada belajar dan gak masuk semua. Lebih baik hari ini seneng-seneng dan lupain sejenak ujian kamu. Lagian gak belajar sehari, Ayah yakin materinya gak pada kabur dari memori kamu."

Yaampun Ayah memang best boy deh!

Nanti kalau aku cari calon suami pokoknya harus yang kayak Ayah. Yang baik, pengertian, ada tegasnya, tapi bisa soft juga.

***

"Lho? Om Satya gak masuk kerja?" suara Calvin terdengar dari luar kamarku.

Radar gulma atau pengganggunya kenceng banget. Kenapa timingnya pas banget sih?!

"Calvin ngapain disini?" aku mengeraskan suara dari kamar yang kebetulan sedang bersiap-siap untuk pergi.

"Mau numpang nonton TV sambil nungguin lo belajar."

Tuhkan, padahal biasanya dia baru dateng main habis jam satu siang. Ini jam delapan pagi udah kesini!

"Hari ini belajarnya libur Vin," kata Ayah.

"Kan besok SBM Om?"

"Enaknya kalau besok ujian, hari ini refreshing Vin."

"Sama Om?"

"Iya."

"Gak kerja dong Om?"

"Wih, keren Om Satya. Kalau orangtua yang lain pasti udah nyuruh anaknya belajar. Kok Om malah ngajak refreshing sih?"

"Orangtua beda-beda Vin. Karena Om tau, Alika belajarnya kayak gimana. Jadi gak ada salahnya kalau hari jalan-jalan, dari pada stress kan?"

"Wah Om, angkat aku jadi anak Om dong!"

"Hahaha, ada-ada aja kamu Vin."

Aku membuka pintu kamarku dan melihat Calvin yang sedang rebahan di sofa ruang TV, disamping Ayah. Udah biasa kalau Calvin suka ngangep rumah ini seperti rumahnya sendiri.

"Kalau Papa kamu nyuruh kamu belajar melulu karena kamu gak pernah belajar Vin!" sahutku.

Si Calvin emang jarang belajar. Kerjaannya main games melulu, dia belajar SKS alias Sistem Kebut Semalam. Anehnya nilainya selalu memuaskan. Mungkin karena gen-nya udah pinter, jadi belajar sedikit langsung masuk semua. Dia cuma belajar waktu dikelas dan kalau mau ujian aja. Masalah PR, kalau PR-nya cuma dikit, Calvin lebih suka cari salinan punya temen. Tapi kalau PR yang nyalinnya lama, biasanya dia ngerjain sendiri.

"Makanya kita tukeran bapak aja Al. Lo demen belajar tuh, bokap nyokap gue pasti seneng."

"Yang ada Ayah yang stress nanti!" seruku.

"Udah, kamu pergi dong. Aku mau jalan-jalan sama Ayah."

"Om, gak ada niatan ngajak aku gitu? Di PHD lagi all you can eat 55k doang Om..."

"Ih, gak!"

"Yang bayar bukan lo Al."

"Kan hari ini aku mau family time sama Ayah Vin!"

"Kan kita sudah seperti keluarga ya Al."

"Giliran begini aja, ngaku-ngaku keluarga," cibirku.

"Ayah Calvin mau ikut..." Calvin tiba-tiba merajuk.

"Iya-iya, Om tungguin kamu ganti dulu sana."

"Yeehaw!" / "AYAH!"



Satya and His DaughterDonde viven las historias. Descúbrelo ahora