Selametan?

6.7K 1.4K 140
                                    

"Dek? Gelas ayah kok ilang semua?" tanya ayah yang lagi nyuci piring. Karena tadi aku udah nyapu rumah dan nyuci baju, jadi sekarang giliran ayah yang cuci piring.

Begitu denger pertanyaan ayah, aku langsung berlari ke kamar. Aku lupa kalau ternyata gelasnya aku timbun di kamar. Kemudian aku membawa gelas-gelas itu ke dapur.

"Hehe, maaf..." cengirku.

"Ini masih ada airnya semua loh Sayang. Nanti bikin nyamuk. Besok kamu ngestok air di tumbler aja, biar gausah bawa-bawa gelas begini."

"Iyaaa," jawab lagi dengan nada yang dipanjang-panjangkan.

"Iya nya kamu itu kayak bilang, 'iya besok diulangin lagi' Dek." Ayah menyindir.

"Iya besok enggak diulangin. Besok Alika bawa tumbler sendiri."

Kemudian aku kembali ke ruang TV buat ngeringin bulu kelinciku yang tadi belum kering sepenuhnya. Ngomong-ngomong soal Pili si kelinci Holland lop punyaku, kemarin dia dibawa ke dokter hewan.

Ide ayah awalnya. Ayah curiga sama kesehatan kelinci itu karena perutnya amat gemuk. Aku pribadi sih suka-suka aja punya kelinci gemuk. Enak tau megangin perut gembul Pili. Gemes dan kalau di cubit-cubit bikin pengen nyiumin itu kelinci. Tapi setelah di periksa, ternyata dugaan ayah benar. Gemuknya Pili enggak wajar, kelinci itu obesitas.

"Habis ini ayah mau ngasih tau sesuatu," kata Ayah yang masih di dapur.

"Oke," responku sambil menggendong Pili.

"Assalamualaikum," terdengar suara salam dari pintu.

"Eh Om? Tante?" Aku menyapa Om Jaerend dan Tante Putri yang masuk ke dalam rumah.

"Yah! ada Om Jaerend sama Tante," teriakku.

"Anaknya juga ikut sih..." lanjutku yang balas Calvin dengan cubitan kecil.

"Ayah lagi ngapain?" tanya Om Jaerend.

"Nyuci piring."

"Harusnya lo yang nyuci piring. Masa bapak lo yang disuruh nyuci!" cibir Calvin.

"Kayak kamu pernah bantuin mama kamu nyuci piring aja," balas Om Jaerend.

"Apaan nih?" Mataku berbinar ketika Tante Putri mulai membuka plastik yang tadi dibawanya.

"Mau makan-makan sekaligus celebrasi kamu keterima PTN," jawab Tante Putri sambil tersenyum.

"Waaah! Thank you Tante!" Aku girang sambil memeluk Mamanya Calvin itu.

"Dari kemarin Om sibuk terus, jadi baru sempet dateng kesini hari ini," curhat Tante Putri.

"Gakpapa Om, lagia kemarin aku diajak pergi sama Ayah juga."

"Kok malah ngerepotin. Makasih ya," ujar Ayah yang sudah bergabung bersama diruang TV.

"AYO POTONG KUENYA!" Seruku bersemangat.

"Sebenarnya Ayah tuh mau ngomong terkait perayaan kamu keterima PTN juga tadi."

Kami semua mengalihkan atensi dari kue yang ada di meja.

"Ayah punya nazar..." Kalimat ayah digantung membuat kami penasaran.

"Kalau kamu keterima PTN jalur SBMPTN, Ayah mau nyembelihin 1 kambing buat kamu."

Kami langsung melongo.

Nyembelih kambing??

"H-hah? Gak salah Yah?" tanyaku shock.

Terdengar tawa pelan dari 3 tamu rumahku itu.

"Ayah mau bikin selametan, nanti bagi-bagi ke tetangga sama temen-temen kamu atau siapa deh terserah."

"Hah? Tapi ya... enggak harus potong kambing juga Ayaaah. Kan Alika masuk PTN, enggak lahiran anak."

Keluarga Om Jaerend kemudian tertawa. "Ya ampun, ayah kamu itu totalitas banget loh! Enggak sekalian diundangin ustadz buat pengajian juga Sat? Biar kuliahnya Alika tambah berkah gitu?" canda Om Jaerend.

"Maaf ya, Papanya Calvin kebanyakan lembur jadi gini," kata Tante Putri.

"Ayah udah nazar kayak gitu. Dan sekarang kamu beneran keterima, dananya juga ada, jadi enggak ada alasan buat ngebatalin," ujar Ayah menjelaskan.

"Ya tapi... Itu kambing banget Ayah... Ntar dikiranya Ayah punya anak lagi atau Aku yang lahiran lagi."

Dalam hati aku malu, berlebihan banget enggak sih? 1 kambing buat selametan Alika masuk PTN. Aneh!

"Nanti kan di tulisin dalam rangka masuk PTN sayang."

"Itu malah bikin malu..." aku masih menolak secara halus.

"Kenapa malu? Kan kita cuma mau berbagi?" tanya Ayah lagi.

"Iya Al, udah iyain aja. Kapan lagi masuk PTN di sembelihin kambing?" Om Jaerend membujuk.

"Sedekah juga kan?" lanjutnya

"Besok kalau keterima S2 di luar negeri di sembelihin Sapi Al," imbuh Calvin.

"Shhhtttt." Tante Putri menegur Calvin.

"Ya udah terserah ayah aja deh," kataku akhirnya yang membuat Ayah tersenyum.

"Pakai pengajian juga?" goda ayah.

"Ayaaaah!!" seruku yang hanya di respon dengan tawanya.

"Gue jadi elo mah seneng Al. Kalau bisa gue minta disembelihin 2 kambing biar bisa flexing anti mainstream." Calvin kembali bersuara.

"Gue dikasih ucapan selamat aja udah bersyukur Al. Kemarin gue bilang keterima PTN, gue cuma dikasih Roti 'O' doang sama Papa! Mana ada gue dibeliin kue kayak gini? Gada, yang ada gue dikasih uang buat beli sendiri." curhat Calvin

"Kamu tuh kurang bersyukur Vin. Kemarin habis Ayah beliin hp baru ya..."

"Papa gue suka pamrih begini nih Al. Beda sama bapak lo."

Om Jaerend mendengus pelan. "Udah ah, ayo cepet potong kuenya. Ini ada makanan korea-koreaan juga, gatau apaan tapi ini masakan korea."

"Kapan lagi bapak gue mau beliin makanan korea? Gue minta nasi goreng aja disuruh beli sendiri."

"Halah Vin. Gausah dilebih-lebihin," balas Om Jaerend.

"Iya, gausah lebay!" kataku pada Calvin.

"Gue tuh udah kayak anak tiri pokoknya."

"Anak tiri mana yang ditawarin pajero?"

"Aku pajero! Kalau Mama Mclaren?" Calvin membalas lagi.

"Lagian kalau cuma Pajero di garasi Kakek juga ada!" Calvin belum mau menyudahi debatnya.

"Mclaren gimana? Emang mama kamu mau ikut balap mobil?" mendengar kalimat Om Jaerend barusan kami tertawa riuh.

"Masa? Kemarin aku denger ya Pa, papa mau beliin mobil buat mama, katanya sih mau tipe-tipe super car juga gakpapa."

"Yakan kemarin biar mama kamu berhenti marah."

"Oh gitu ya? Berarti kalau aku marah dijanjiinnya itu janji palsu?" Tanya Tante Putri.

"Marahin aja Ma. Kemarin. Beli pulsa listrik pakai uang aku juga belum dibalikin."

Aku sama Ayah cuma bisa tertawa ngeliat keluarga kecil itu berdebat seru.

"Udah lah, kamu gausah mancing-mancing. Kalau ngiri sama Alika yang disembelihin kambing. Besok ulang tahun kamu, ayah bikin selameta nyembelih sapi! Plus pengajian juga, biar kamu di doain jadi anak nurut!" tutup Om Jaerend mengakhiri perdebatan malam itu.

***







Kangen sama mereka banget 🤗🤗

Satya and His DaughterWhere stories live. Discover now