14

2.3K 251 68
                                    

Kai menatap wajahnya yang terpantul di depan cermin. Menyedihkan. Itulah yang terbesit di dalam kepalanya saat ini. Mata dan pipinya membengkak, sudut bibir terluka—walau kini sudah mengering—dan bagian yang paling menyedihkan adalah... lehernya.

Tangan Kai yang tadi memegang ujung wastafel kini terangkat, pelan-pelan menarik kerah sweater tebal yang ia kenakan. Di pantulan cermin sana, lehernya membiru di beberapa tempat—dan kalau ia sentuh hanya dengan tekanan ujung jari, sakitnya bukan main. Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, memperhatikan lebam yang ada di lehernya mulai memudar—jauh lebih baik daripada di pagi hari saat terbangun.  Ia hampir tidak bisa bersuara dan tidak bisa merasakan seluruh tubuhnya dengan baik.

"Kai? Aku pulang."

Suara pintu yang berdebam pelan disusul suara Soobin mengalihkan atensinya. Ia tarik kembali kerah sweater untuk menutupi leher dan tersenyum pada dirinya di dalam cermin. Semuanya akan baik-baik saja. Ia ulang kalimat itu beberapa kali dengan yakin, lalu dengan langkah pelan keluar menuju ruang tengah.

Soobin berdiri membelakanginya, sedang sibuk mengeluarkan barang-barang ia beli dari plastik hitam besar, menatanya satu per satu di atas meja. Kai berjalan mendekat. Ia lingkarkan tangannya di pinggang sang kekasih dan menyandarkan pipinya di bahu Soobin. Gerakan tangan Soobin terhenti—begitu pula suara berisik yang timbul dari plastik.

Tangan Soobin kini berpindah dari plastik hitam ke tangan Kai yang mengusap-usap perutnya. Ia tepuk pelan punggung tangan Kai, lalu perlahan membalikkan tubuhnya. Mereka bertatapan, dan Kai yang tersenyum lebih dulu. Hati Soobin menghangat, dan ia balas senyuman cerah Kai dengan satu kecupan singkat di dahi.

Lalu saat perhatiannya turun ke leher Kai yang tertutup kerah sweater, senyuman Soobin memudar, perlahan-lahan tergantikan dengan raut wajah bersalah. Kai menangkap guratan itu, dan ia dengan cepat berusaha memulai pembicaraan agar Soobin tidak membahas kejadian itu.

"Ah, apa kamu beli susu stroberi yang kupesan?"

Kai melepaskan kontak tangan mereka, lalu berpura-pura sibuk dengan plastik belanja Soobin yang belum semuanya tertata di atas meja. Ia menyentuh barang secara acak dan mengomentari ini-itu, semuanya untuk mengalihkan pembicaraan Soobin yang mungkin lagi-lagi seputar, "Kai, maafkan aku. Aku menyesal." Kai sebisa mungkin membuat Soobin tak lagi mengucapkannya. Bukan, bukan ia tidak memaafkan Soobin—toh dia masih bertahan di sini—melainkan ia tidak ingin Soobin memupuk rasa bersalahnya lebih banyak dan berakhir dengan menyalahkan dirinya sendiri.

Soobin sudah meminta maaf berulang kali sejak Kai terbangun pagi itu, kapan pun, di mana pun, Soobin akan terus mengulang kembali penyesalannya. Kai tentu memaafkan Soobin, selalu, namun mengulang-ulang permintaan maaf itu... agak berlebihan untuknya.

"Wah, kamu membeli bahan-bahan untuk membuat sup?"

Soobin mengangguk, menatap punggung Kai yang tengah sibuk mengeluarkan belanjaan yang tersisa. Ia ambil langkah mendekat, sejajar dengan Kai, lalu bergumam pelan, "Aku ingin masak sup hari ini. Itu... sepertinya bagus untukmu."

Ada jeda singkat setelah Soobin menyelesaikan kalimatnya, dan Kai yang sadar akan jeda itu langsung menyahut sambil menganggukkan kepalanya, "Kedengarannya bagus. Ayo kita masak bersama."

"Kamu tidak apa-apa?"

Kai menoleh, mengerjab cepat, "Apanya?"

"Maksudku... tubuhmu." Soobin menggaruk belakang telinganya, bingung harus menjelaskan bagaimana. Kai yang menangkap maksud Soobin mengangguk pelan, "Aku baik-baik saja. Lihat?" Untuk meyakinkan Soobin, Kai menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, lalu tersenyum lebar. Sebenarnya ia sedikit berbohong. Lehernya terasa masih sakit saat ia menggeleng tadi, tapi ia tutupi dengan senyum lebar agar Soobin tak cemas.

CARNIS | SooKaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang