SC-07

980 163 14
                                    

Keesokan hari setelah olimpiade, Wang Yibo berdiri di depan gedung aula sekolahnya. Dia menatap satu persatu bingkai foto yang tergantung di dinding aula dengan tatapan marah sekaligus sedih. Bagaimana tidak, kalau nyaris setiap bingkai yang tergantung di sana hanya berisi foto Zheng Shuang yang tersenyum lebar dengan menerima penghargaan yang bukan miliknya.

"Kau tak ingin memberiku selamat?" Celetuk Zheng Shuang yang tiba-tiba muncul ntah darimana dan langsung berdiri di samping Wang Yibo dengan wajah angkuhnya.

"Haruskah?" Gumam Wang Yibo datar tanpa mengalihkan tatapannya dari bingkai foto di hadapannya.

"Tentu saja. Kenapa kau harus bertanya? Kita berteman sejak kita masih sangat kecil. Dan bukankah sudah seharusnya kau mengucapkan selamat atas prestasi yang ku raih?"

"Teman ya? Aku bahkan malu pernah berteman denganmu." Gumam Wang Yibo yang lagi-lagi datar tanpa ekspresi namun genggaman tangan di kedua saku celananya semakin kuat yang menunjukkan bahwa saat ini dia tengah berusaha menahan emosinya sebaik mungkin agar tak menampar wajah congkak gadis disebelahnya itu.

"Apa maksudmu berkata seperti itu?" Sergah Zheng Shuang yang tersinggung oleh ucapan pemuda pucat tersebut.

Wang Yibo menatap Zheng Shuang dengan tatapan tajam sebelum dia mulai menyunggingkan smirk andalannya.

"Kau mungkin bisa membohongi orang lain, tapi tidak denganku. Dan apa katamu tadi? Prestasi? Cih.. prestasi apa yang kau maksud? Prestasi menggantikan posisi orang lain maksudmu? Prestasi karena kau berkuasa di sekolah ini dan memanfaatkan kelemahan orang lain demi popularitasmu, begitu?"

"Apa maksudmu? Aku tak mengerti." Gumam Zheng Shuang sembari memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Kau tak mengerti? Bukankah kau murid berprestasi di sekolah ayahmu ini? Wajahmu bahkan terpampang hampir di setiap bingkai foto di dinding sekolah ini yang menunjukkan betapa berprestasinya dirimu. Betapa pintar dan jeniusnya kau hingga nyaris selalu memenangkan olimpiade di hampir semua mata pelajaran. Jadi mana mungkin kau tak mengerti dengan kalimatku yang simpel ini? Atau jangan-jangan kau hanya pintar berpose di depan kamera dan jenius dalam berbohong?"

"Apa yang kau bicarakan? Aku--"

"Berhenti berpura-pura karena aku tau semuanya. Kau dan ayahmu memanfaatkan kelemahan Xiao zhan demi popularitas kalian, bukan? Ayahmu memanfaatkan cela Xiao zhan demi membuatmu bersinar. Tapi sayang sekali, sekali batu tetaplah batu. Sekuat apapun batu di asah atau dirawat, tak akan pernah bersinar layaknya berlian. Sama sepertimu, karena kau adalah batu itu." Ucap Wang Yibo sebelum beranjak pergi.

"TUNGGU!!" Teriak Zheng Shuang yang tanpa sadar terpancing emosi dan mengundang banyak pasang mata menatap ke arahnya.

Mendengar teriakan tersebut membuat Wang Yibo menghentikan langkahnya namun tak berniat untuk membalikkan tubuhnya.

"Kau pikir aku mau seperti ini? Kau pikir aku senang dengan semua ini? Kau pikir aku tak menderita setiap kali ayahku membanding-bandingkan diriku dengan pelacur itu? Kau pikir aku bahagia berada di posisi itu? Berdiri dan tersenyum dengan menerima penghargaan orang lain, kau pikir aku mau melakukannya? Aku tak pernah menginginkannya. Aku tak pernah ingin menggantikan orang lain. Tapi aku bisa apa? Aku hanya anak panti asuhan yang beruntung di asuh keluarga kaya. Aku bukan sepertimu yang memang terlahir dengan sendok perak di mulut. Aku juga tak bisa seperti Xiao zhan meski aku sudah berusaha. Tapi ayah selalu saja menuntutku untuk menjadi seorang yang sempurna. Aku harus bisa segalanya. Aku harus menjadi yang pertama. Dia tak pernah bisa menerima sebuah kekalahan walau hanya dalam permainan kartu sekalipun. Aku akui kalau selama ini aku sudah keterlaluan pada kekasihmu itu. Tapi jujur sejak aku bertemu dengannya, kehidupanku yang sudah kacau semakin hancur. Karena apa? Karena gara-gara kekasihmu itu, ayahku semakin tak terkontrol. Dia selalu menekan dan menuntutku ini itu agar aku tak terkalahkan. Dan dia juga tak segan memukul bahkan mengungkit semua hal yang sudah dia beri untukku hanya karena aku selalu kalah dari kekasihmu. Bahkan nyaris setiap detik dia mengatakan kalau dia menyesal sudah mengadopsiku. Hiks.."

SECRETWhere stories live. Discover now