6. Pangeran Tak di Undang

92 17 4
                                    



Di sekolah Malvino bukan termasuk murid teladan. Setiap hari selalu ada saja guru yang memanggil, entah karna Malvino tak masuk kelas lagi atau tak mengerjakan tugas. Jika Pak Gilang sudah turun tangan Malvino hanya menurut saja. Malvino malas memperpanjang masalah dengan si kepala sekolah cerewet.

Walaupun nakal, di kelas Ipa 3 Malvino menjadi murid yang selalu memasuki peringkat ke dua. Di katakan pintar pun tidak juga. Malvino hanya bisa mengerti dengan semua materi yang di ajarkan. Jika Malvino lebih rajin memperhatikan guru, mungkin Malvino bisa mendapat peringkat pertama.

Semua penyakit memang ada obatnya. Tapi tidak dengan rasa malas.

Malvino hanya sekali dua kali masuk kelas. Apa penyebabnya? Ya karna malas.

Jika rasa malas sudah merasukinya ya susah. Selain sifat keras kepala yang susah di hilangkan, kemalasan Malvino juga sudah tahap kronis.

"Tadi malem saya udah ngerjain bu. Tapi bukunya malah ketinggalan,"

"Boong. Alesan aja kamu."

Malvino mendengus. Membuang muka dengan malas.

Jika biasanya tugas selalu di kumpulkan ke ketua kelas sebelum di bawa ke kantor, sialnya hari ini Guru Fisika langsung yang meminta.

Malvino hanya bisa memberi alasan karna ia tak mengerjakan tugasnya sama sekali. Jangankan mengerjakannya. Tahu tugasnya yang mana saja tidak.

"Bawain buku-buku ini ke kantor. Terus ambil buku Biologi di meja saya dan letakin di perpustakaan. Sekarang."

Menolak pun tak bisa. Nasib baik hukuman kali ini hanya di suruh membawa buku. Menghembuskan nafas kasar lalu mengambil buku-buku milik teman kelasnya. Malvino menoleh kanan kiri. Sudah tak ada murid sama sekali di kelasnya mengingat sekarang sudah jam istirahat. Berdecak kesal siapa yang bisa Malvino suruh untuk membawakan buku sebanyak ini.

Matanya melebar melihat seseorang yang berjalan melewati kelasnya.

"Sat! Bangsat!"

Malvino berjalan keluar kantor setelah meletakkan semua buku bersama Satya. Lelaki yang statusnya masih menjadi saudara Malvino. Anaknya adik Martin. Usianya satu tahun di bawahnya.

"Gua mau ke rooftop no," kata Satya ingin menaiki tangga.

"Bentar dulu. Taro buku ini ke perpus," Malvino menahan.

"Dih, lu lah! Kan elu yang di suruh,"

"Yaudah temenin doang,"

"Manja amat. Di perpus gak ada setan kok selow kan setannya elu," belum sempat Malvino membalas Satya sudah berlari menaiki tangga.

"Sat! BANGSATTT!!!"

Malvino bukan takut dengan hantu di perpus. Tapi ia lebih takut dengan gadis yang selalu datang ke perpus.

Rasanya malas pergi kesana. Apalagi jaraknya dari sini sangat jauh sampai harus memutar arah. Meletakkan buku dengan asal disini rasanya tak mungkin. Malvino berdecak kesal lagi, dengan terpaksa ia berjalan menuju perpustakaan.

Malvino masuk ke dalam perpus. Masih sepi dan tak banyak orang seperti biasa. Berjalan menuju rak. Malvino bingung harus meletakkannya dimana. Akhirnya di taruh asal. Kemudian ia berbalik dan berjalan ke keluar. Kepalanya menoleh kanan kiri. Keningnya berkerut tak menemukan gadis itu.

Malvino berhenti di depan pintu. Matanya mengitari sekitar perpustakan. Setiap murid yang terlihat pasti langsung Malvino perhatikan. Perpustakaan yang luas ini hanya di isi tak sampai 10 orang.

CURIOUSWhere stories live. Discover now