2. Perkenalan

234K 22.9K 3.1K
                                    

Respon Dhaffi saat pertemuan pertama mereka membuat kepercayaan diri Queenzie luntur. Baru kali ini ada yang mengucapkan istighfar saat bertemu dengannya. Biasanya cowok-cowok akan melempar pujian dan tatapan memuja, bukan malah membuang muka dan mengucapkan istighfar seolah Queenzie adalah setan yang menyeramkan.

Queenzie tidak habis pikir, bagaimana bisa papanya menjadikan cowok itu sebagai tolak ukur menantu idamannya? Queenzie akan berbicara pada papanya untuk mengganti role model menantu idamannya karena Queenzie tidak ingin memiliki suami seperti itu. Disapa malah buang muka. Sungguh tidak mencerminkan tetangga yang baik.

Sejujurnya Queenzie juga tidak yakin bisa mendapatkan laki-laki seperti itu jika mengingat lingkup pertemanannya yang isinya laki-laki brengsek semua. Queenzie cukup sadar diri untuk tidak berharap mendapatkan laki-laki baik karena dirinya merasa bukan perempuan baik-baik. Jadi, meminta papanya mengubah role model menantu idamannya adalah hal wajib yang harus Queenzie lakukan sekarang jika tidak ingin menjadi prawan tua karena papanya akan terus menolak semua pacar yang Queenzie bawa ke rumah jika pacarnya itu tidak sesuai dengan tipe calon menantu idaman papanya. Sedangkan, menantu idaman Alvis adalah laki-laki seperti Dhaffi. Queenzie harus mencari di pesantren mana laki-laki seperti itu?

Queenzie memang tidak berniat menikah muda, tapi juga tidak ingin menjadi prawan tua. Dia harus mulai mencari calon suaminya sendiri mulai dari sekarang sebelum nasibnya sama seperti orang tuanya yang berakhir dengan perjodohan.

Kaki Queenzie menuruni tangga dengan cepat. Penampilannya sudah lebih rapi dari sebelumnya karena dia juga sudah mandi. Baju yang dipakainya sekarang pun tidak sependek yang tadi. Meskipun bawahannya tetap celana pendek, tapi atasannya dia memakai kaos oversized.

Queenzie berniat ke rumah Kenzo setelah berbicara pada papanya. Entah kenapa dia sangat yakin kalau Kenzo belum bangun dan Queenzie akan membangunkan sepupunya itu. Queenzie merasa tidak adil karena dia harus bangun pagi, sedangkan Kenzo yang kemarin mengajaknya ke bar malah bisa tidur sampai sore. Memang mama Kenzo tidak sekejam mama Queenzie. Queenzie sampai heran, apa kakek dan neneknya mengucapkan doa yang berbeda saat membuat Mama Abel dan Tante Naura? Kenapa sifat mereka sangat berbeda?

“Kamu lagi nyari apa, Zie?” tanya Abel saat melihat Queenzie celingukan.

“Nyari papa. Papa dimana, Ma?”

“Di ruang tamu. Dia lagi sibuk kayaknya. Dari tadi Mama suruh makan siang belum sempet-sempet.”

“Itu kode biar Mama suapin. Mama, sih, gak peka-peka sama kode papa.” Queenzie tertawa geli. Dia berlalu menuju ruang tamu, meninggalkan mamanya yang sekarang sedang menggerutu.

Like father, like daughter. Sama-sama suka godain gue,” gerutu Abel lalu menaiki tangga menuju kamarnya.

Queenzie menghampiri papanya yang sedang duduk di ruang tamu dengan tablet di tangannya. Papanya memang terlihat sibuk, tapi Queenzie tidak yakin kalau papanya itu sibuk bekerja. Apalagi setelah mendengar gumaman “Ayo! Dikit lagi.” “Ke kiri... Ke kiri...” “Ck! Harusnya tadi ke kanan.”

Queenzie berdehem lalu duduk di samping papanya yang masih sibuk dengan dunianya.

“Oh, jadi kesibukan ini yang buat Papa gak sempet makan?” Queenzie tersenyum, senyum yang bisa menguras atm Alvis.

Alvis menoleh dengan panik. Jari telunjuknya dia tempelkan di bibirnya seperti memberi isyarat pada Queenzie untuk diam.

“Ssstt... Jangan bilang sama mama kamu! Papa bisa kena masalah kalau kamu ngadu.” Alvis tadi memang bilang pada Abel kalau dia sedang sibuk bekerja agar Abel tidak mengganggu permainannya. Kalau dia tidak bilang seperti itu, pasti Abel akan menyuruhnya ini itu.

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Where stories live. Discover now