44. A Queen & Two Kings

138K 17K 1.4K
                                    

Sebelum keluar dari mobil, Queenzie melempar tatapan mengancam pada Dhaffi.

“Aku mau keluar duluan. Awas kalau kamu duluin aku sampai kelas!”

Dhaffi mengangkat sebelah alisnya. “Tidak. Saya mau ke ruangan dulu mengambil sesuatu. Kalau kamu jalannya lelet mungkin bisa saja saya yang sampai kelas duluan.”

Queenzie mendengus lalu keluar dari mobil. Menutup pintu mobil Dhaffi dengan sedikit keras untuk meluapkan kekesalannya.

Dhaffi geleng-geleng kepala. Mereka belum menikah saja Queenzie sudah suka membanting pintu mobilnya, bagaimana jika mereka sudah menikah? Mungkin Dhaffi akan mengganti perabotan rumahnya dengan barang-barang anti pecah demi keselamatan bersama.

Mata Queenzie menangkap sosok yang beberapa hari ini selalu menghindarinya. Dia terlihat sedang berjalan menuju kelas dengan langkahnya yang terlihat cool di mata para perempuan yang melihatnya.

“Calvin!” panggil Queenzie.

Bukan hanya Calvin yang menoleh, tapi manusia lain yang berada di sekitarnya pun ikut menoleh.

“Yang gue panggil Calvin kenapa Jamal sama Samsudin ikut nengok?” decak Queenzie kesal.

Queenzie segera berlari menghampiri Calvin saat cowok itu menoleh padanya.

“Kenapa, Zie?” tanya Calvin.

Ada yang mengganjal di hati Queenzie mendengar panggilan Calvin untuknya. Seharusnya dia merasa biasa-biasa saja karena Calvin memang memanggil namanya sendiri, tapi kenapa telinganya merasa aneh. Dia tidak terbiasa mendengar Calvin memanggil nama aslinya. Mungkin sudah satu tahun yang lalu terakhir kali Calvin memanggil Queenzie dengan nama asli cewek itu.

Queenzie sedih melihat perubahan Calvin. Biasanya cowok itu menyambutnya dengan senyum tengil dan panggilan “Beb” yang dari saat mereka masih berpacaran sampai mereka putus, Calvin tidak pernah mengubah panggilan itu. Namun sekarang, wajah laki-laki itu terlihat sendu. Dia juga mengubah panggilannya untuk Queenzie.

Queenzie tahu dia telah mengecewakan Calvin, tapi dia tetap tidak rela Calvin menjauhinya. Dia masih ingin bersahabat seperti sebelumnya dengan Calvin. Terdengar egois, tapi Queenzie memang tidak bisa kehilangan salah satu elemen penting dalam hidupnya.

“Lo... Manggil gue Zie?” gumam Queenzie lirih. Raut terkejut masih menghiasi wajahnya. Tubuhnya mematung beberapa detik.

Calvin mengangguk mantap. “Nama lo masih Queenzie kan?”

“I-iya sih, tapi--”

“Gue duluan ya. Kelas mau dimulai. Gue gak mau buat masalah lagi.”

Kata-kata Calvin seolah mengandung makna lain. Sayangnya, otak Queenzie tidak berhasil mengartikan maksud dari ucapan Calvin.

Melihat punggung Calvin yang perlahan mulai menjauh, Queenzie baru tersadar.

“Calvin, tunggu! Gue bareng.”

Queenzie mencoba mensejajari langkah Calvin. Laki-laki itu tetap berjalan dengan pandangan lurus tanpa berniat menoleh pada perempuan yang beberapa kali meliriknya. Wajah Calvin terlihat dingin, tapi menyimpan kesedihan di sorot matanya.

Mata Queenzie melotot saat melihat Dhaffi berjalan dari arah yang berlawanan. Apalagi jarak laki-laki itu semakin dekat dengan ruang kelas.

Queenzie reflek menarik tangan Calvin. “Ayo lari, Vin! Dia mau sampai kelas.” Queenzie tidak peduli apakah Calvin menyetujuinya atau tidak, dia tetap menarik tangan Calvin untuk menyelamatkan nyawa mereka berdua.

Merasa tangannya ditarik, mau tidak mau Calvin pun mengikuti langkah Queenzie.

Dari jarak beberapa meter di depan mereka, Dhaffi menatap mereka tajam. Apalagi saat melihat tangan Queenzie yang menggenggam tangan Calvin membuatnya terbakar rasa cemburu.

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin