36. Kopi

145K 17.8K 1.5K
                                    

Queenzie mengetuk pintu rumah Dhaffi. Sebelah tangannya menenteng tas berisi alat tempurnya.

“Assalamualaikum, Mas Dosen,” teriaknya.

“Walaikumsalam,” balas Dhaffi dengan berjalan menuju pintu.

Dhaffi membuka pintunya dan melotot melihat Queenzie yang sedang cengengesan. Bukan karena senyum cengengesan Queenzie yang mengusik Dhaffi, tapi baju yang cewek itu pakai. Queenzie ke rumahnya hanya memakai kaos oversized yang tidak memperlihatkan celananya. Entah cewek itu memakai celana atau tidak. Bisa-bisanya dia memakai pakaian seperti itu saat ke rumah dosennya.

Dhaffi segera menarik tangan Queenzie masuk lalu menutup pintunya kembali. Entah sudah berapa banyak orang yang melihat Queenzie dengan pakaian seperti itu saat perjalanan menuju ke rumahnya.

Dahi Queenzie berkerut bingung melihat respon Dhaffi. Laki-laki itu terlihat terkejut saat melihatnya dan tiba-tiba saja langsung menarik tangannya masuk ke dalam.

“Kamu kenapa sih, Mas?” tanya Queenzie masih belum mengerti alasan dari sikap Dhaffi yang berlebihan meskipun ini bukan pertama kalinya karena Dhaffi memang selalu bersikap berlebihan saat bersama Queenzie.

Dhaffi menatap Queenzie kesal dengan tatapan tajamnya. Queenzie reflek mundur sampai punggungnya menabrak pintu.

“Salah apa lagi gue? Perasaan gue salah mulu di mata dosen pencabut nyawa ini,” batin Queenzie dengan menatap Dhaffi takut-takut.

“Saya memang memberi kamu waktu 10 menit agar kamu cepat datang kesini, tapi tidak sampai harus lupa memakai celana juga, Queenzie!” geram Dhaffi kesal.

Queenzie semakin tidak mengerti dengan perkataan Dhaffi. Dia datang kesini dengan maksud dan tujuan mengerjakan tugas, kenapa yang dibahas malah celana?

Namun saat melihat kemana arah pandang Dhaffi, Queenzie mulai bisa mencerna maksud Dhaffi.

Queenzie tersenyum geli. “Aku pakai hotpants, Mas. Emang gak kelihatan.” Tanpa meminta persetujuan Dhaffi, Queenzie menaikkan kaosnya untuk membuktikan jika dia memakai hotpants. Dhaffi langsung memalingkan muka saat melihat Queenzie menaikkan kaosnya sampai terlihat perutnya yang putih dan rata.

“Cepat turunkan kembali kaos kamu, Queenzie!” perintah Dhaffi tanpa mau menatap Queenzie.

Queenzie tertawa geli lalu menurunkan kaosnya kembali. Dia sangat suka menggoda Dhaffi karena Dhaffi terlihat lucu saat seperti ini. Tentu hanya dengan Dhaffi Queenzie berani bertingkah seperti ini karena dia tahu Dhaffi tidak akan macam-macam. Dia tidak akan berani melakukan ini jika di depan laki-laki lain. Apalagi spesies fuckboy seperti Kenzo dan Calvin.

“Udah,” ucap Queenzie memberitahu agar Dhaffi mau menatapnya.

Dhaffi memutar kepalanya perlahan. Melihat Queenzie yang kembali ke setelan awal dengan kaos yang sudah diturunkan dan senyum geli di wajahnya, Dhaffi pun kembali memberinya tatapan tajam.

“Jangan keluar rumah dengan baju seperti itu lagi!” ucap Dhaffi memperingatkan.

“Ya ya ya,” balas Queenzie jengah.

“Saya serius, Queenzie. Kamu akan segera menjadi milik saya dan saya tidak mau kamu mempertontonkan sesuatu yang akan menjadi milik saya pada orang lain.”

Wajah serius Dhaffi dan ucapannya yang tegas membuat Queenzie meleleh. Jantungnya berdetak kencang. Mungkin pipinya sekarang sudah memerah apalagi tidak ada make up yang bisa menutupinya karena Queenzie hanya memakai night skincare saja.

“Kenapa kamu malah menunduk seperti itu? Saya tidak memarahi kamu. Saya hanya mengingatkan saja,” tanya Dhaffi karena berpikir Queenzie menunduk karena merasa takut atau bersalah, padahal yang sebenarnya adalah dia menunduk untuk menutupi wajahnya yang merah.

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Where stories live. Discover now