16. Calon Mama Mertua

156K 18.1K 1.3K
                                    

Helaan nafas berat keluar dari mulut Dhaffi melihat mamanya yang masih setia duduk di sofa kamarnya. Padahal Dhaffi sengaja mandi lebih lama dari biasanya agar mamanya bosan menunggu dan pergi dari kamarnya. Bukannya Dhaffi tidak suka mamanya mengunjunginya, hanya saja permintaan-permintaan mamanya yang menyuruhnya cepat mencari istri itu yang membuatnya merasa tidak nyaman atas kedatangan mamanya.

“Apa susahnya, sih, buat kamu nyari calon istri? Kamu ganteng, udah mapan juga. Cewek-cewek pasti banyak yang mau jadi istri kamu.” Suara Izzah kembali terdengar saat melihat anaknya keluar dari kamar mandi.

Dhaffi tidak membalas ucapan mamanya. Dia lebih memilih mengeringkan rambut dan memperhatikan kalender untuk mengingat tanggal berapa kemungkinan mamanya akan datang lagi. Dhaffi berencana akan menyibukkan dirinya di hari itu agar mamanya tidak menemuinya dan memintanya mencari calon istri dalam waktu singkat.

“Mama gak punya permintaan khusus buat calon menantu Mama, Dhaff. Asal seagama dan kalian saling cinta, itu udah cukup buat Mama. Mama bukan ibu mertua di sinetron yang banyak menuntut menantunya.”

Izzah terus berceloteh dan Dhaffi hanya menjadi pendengar saja. Dia tidak berniat membalas ucapan mamanya karena itu percuma. Mamanya tidak akan mau mendengar alasannya. Yang diinginkan mamanya hanya punya menantu dalam waktu dekat.

“Memang teman dosen atau mahasiswi di kampus tempat kamu mengajar tidak ada yang menarik?” Izzah menghampiri anaknya yang sedang berdiri di balkon.

“Tidak ada.”

“Kalau gitu, Kinar aja. Kamu udah kenal dekat sama dia kan?”

Dhaffi menoleh menatap mamanya tidak percaya. “Kinar itu temanku, Ma.”

“Sekarang banyak kok teman, tapi menikah.”

Dhaffi menghela nafas sekali lagi. Padahal dia merasa tidak terlalu tua, tapi kenapa mamanya seolah menganggapnya seperti perjaka tua.

Izzah mulai diam. Bukan karena dia kehilangan kata-kata untuk membuat anaknya cepat mencari calon istri, tapi karena matanya sedang memperhatikan sesuatu yang menarik.

“Itu kok kayak pemain sinetron yang biasanya Mama tonton ya, Dhaff?” tanya Izzah masih memperhatikan sang objek. Entah matanya yang salah lihat atau memang benar jika di depannya sekarang ada pemain sinetron yang biasa dia tonton.

Dhaffi yang sedang memperhatikan tanaman pun langsung menoleh. Dia ikut melihat objek yang sedang mamanya lihat dengan mata berbinar-binar.

“Siapa yang Mama maksud?” tanya Dhaffi bingung karena di depan mereka sekarang ada empat orang. Ada Queenzie dan Kenzo yang sedang berebut bola basket, Alvis yang sedang mengangkat barbel, dan di sampingnya ada Abel yang sedang membaca majalah fashion.

“Itu yang lagi ngangkat barbel. Dia mirip pemain sinetron kesukaan Mama,” ucap Izzah dengan menunjuk Alvis.

“Emang namanya siapa pemain sinetron kesukaan Mama itu?” tanya Dhaffi memastikan padahal dia sudah menduga kalau yang dimaksud mamanya memang Alvis Sena, papa Queenzie.

“Alvis Sena.” Yups, sesuai dugaan.

“Orang yang Mama tunjuk itu juga namanya Alvis Sena,” ucap Dhaffi santai berbeda dengan reaksi mamanya yang terkejut.

Izzah menoleh dengan mata melotot dan mulut terbuka lebar. Dia memegang kedua lengan anaknya dengan sorot mata minta kepastian.

“Serius laki-laki itu tadi namanya Alvis Sena?”

Dhaffi mengangguk dengan wajah polos padahal dia ingin sekali tertawa melihat ekspresi mamanya sekarang. Dia bersyukur karena mamanya gagal fokus pada Alvis, dia jadi berhenti mendengar celotehan mamanya yang memintanya untuk segera mencari calon istri.

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Where stories live. Discover now