12. Merajuk

168K 18.8K 2.5K
                                    

Queenzie menuruni tangga untuk sarapan bersama orang tuanya sebelum berangkat kuliah. Penampilannya sudah rapi. Tas Prada juga sudah tersampir di sisi kanan bahunya.

Papa dan mamanya sudah duduk di meja makan menunggunya untuk sarapan bersama.

Queenzie mengambil duduk di sebelah mamanya. Alvis menatapnya jahil. Queenzie tahu, jika papanya sudah seperti itu pasti otak papanya itu sedang memikirkan sesuatu yang absurd seperti biasanya.

“Ciyeee... Yang kemarin pulang bareng Dhaffi,” goda Alvis. Abel yang duduk di samping Queenzie pun menahan tawa. Alvis memang sudah tua, tapi kelakuannya tidak berubah. Dia masih suka jahil bahkan pada anaknya sendiri.

Tangan Queenzie yang sedang mengolesi selai coklat di atas roti tawar langsung berhenti. Dia mendongak menatap papanya yang sedang menatapnya jahil.

“Papa tahu dari mana?” tanya Queenzie menatap papanya bingung. Pasalnya kemarin kedua orang tuanya itu tidak ada di rumah saat Dhaffi mengantarkannya pulang. Namun, mata dan telinga orang tuanya itu tahu saja apa yang dilakukan anaknya di belakang mereka.

“Clara. Dia kemarin bilang sama Papa waktu ngembaliin mobil kamu.”

Queenzie memutar bola matanya jengah. Pantas saja orang tuanya tahu, ternyata mereka mendapat laporan dari Clara. Kalau seperti ini, bisa dipastikan orang tuanya akan semakin gencar meledeknya dan mendekatkannya pada Dhaffi.

“Cuma pulang bareng aja kok. Itu juga bertiga sama temennya Dhaffi,” jelas Queenzie agar orang tuanya tidak salah paham.

“Temennya cewek atau cowok?” tanya Abel ikut nimbrung ke dalam obrolan suami dan anaknya.

“Cewek,” jawab Queenzie malas. Kekesalannya kembali lagi jika mengingat dia kemarin hanyalah nyamuk di antara Dhaffi dan Kinar.

“Wah! Kamu harus hati-hati! Kayaknya dia bakal jadi saingan kamu,” ucap Abel memperingatkan.

Queenzie menatap mama dan papanya bergantian. Terlihat sekali wajah antusias mereka jika membahas tentang Dhaffi.

“Mending Papa ganti role model menantu idaman Papa deh! Belum tentu juga Dhaffi mau sama aku.” Queenzie menatap papanya dengan wajah pasrah. Entah kenapa kepercayaan dirinya selalu melebur jika menyangkut tentang Dhaffi. Apalagi saingannya adalah Kinar. Selain pakaiannya lebih sopan dari Queenzie, otaknya juga lebih pintar karena dia dosennya Queenzie.

“Hey! Anak Mama gak boleh insecure! Siapa tahu Dhaffi khilaf terus mau sama kamu.”

Alvis dan Abel tertawa menertawakan ucapan Abel tanpa peduli kalau wajah Queenzie sudah merengut kesal. Orang tuanya itu memang suka sekali menjahilinya. Mungkin cuma mereka, orang tua yang suka membully anaknya sendiri.

Queenzie menghabiskan rotinya dengan cepat lalu meminum susunya sampai tersisa setengah gelas. Dia harus segera pergi jika tidak ingin menjadi bahan bullyan orang tuanya lebih lama lagi. Meskipun Queenzie tidak pernah menganggap serius ledekan orang tuanya, tapi tetap saja dia kesal dengan sikap jahil orang tuanya yang kadang keterlaluan. Seperti yang dilakukan Alvis tempo hari, Queenzie sampai harus menanggung malu karena kejahilan papanya itu.

Abel tiba-tiba merampas kunci mobil Queenzie yang terletak di atas meja. Otak liciknya yang berkolaborasi dengan otak licik Alvis itu sedang membuat rencana untuk semakin mendekatkan Queenzie dengan Dhaffi.

“Kok kunci mobil aku diambil, Ma?”

“Kamu berangkat bareng Dhaffi aja! Mobil kamu mau Mama pakai ke rumah Tante Anna.” Abel tersenyum manis tanpa rasa bersalah.

Queenzie tercengang, tidak menyangka mamanya sampai berbuat seperti itu demi bisa mendekatkannya dengan Dhaffi.

“Mama kan punya mobil sendiri.” Queenzie menatap mamanya kesal.

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Where stories live. Discover now