46. Canggung

144K 16.8K 1.3K
                                    

Clara menatap jengah pada dua orang di depannya. Ini sudah hampir setengah jam dan mereka masih saja diam tanpa berniat membuat obrolan. Mungkin ini akan menjadi waktu canggung terlama mereka. Sebelumnya kejadian ini tidak pernah terjadi. Kedua orang itu pasti menciptakan obrolan seru dan candaan-candaan lucu.

C’mon, guys! Lo berdua habis ini ada pemotretan. Lupain masalah kalian dulu. Bersikap biasa aja kayak sebelumnya biar chemistry-nya dapet. Pemotretannya bisa selesai malam kalau kalian canggung kayak gini.” Clara sudah pusing memikirkan cara agar Queenzie dan Calvin bisa kembali akur seperti sebelumnya.

“Calvin tuh yang dari tadi diem aja.” Wajah Queenzie tertekuk karena sedari tadi Calvin mengabaikannya.

“Kenapa jadi gue? Lo berdua kalau mau ngobrol, ngobrol aja! Gue lagi sibuk,” protes Calvin tanpa menatap Queenzie maupun Clara. Dia sibuk bermain game di ponselnya.

“Vin, jangan gini dong!” rengek Queenzie putus asa. Dia sangat benci dengan keadaan yang terjadi. Perubahan Calvin membuatnya sedih sekaligus merasa bersalah.

“Apa sih, Zie? Gue lagi main game, jangan ngajak ngobrol nanti konsentrasi gue pecah!” Calvin memberikan peringatan tegas. Sejujurnya dia bermain game untuk menghindari obrolan dengan Queenzie dan membunuh rasa canggung yang sedang terjadi.

Bibir Queenzie cemberut. Kesal dengan respon yang Calvin berikan. Matanya melirik Clara, bertanya apa yang harus dia lakukan sekarang.

Clara mengangkat bahunya karena dia juga bingung. Baru pertama kalinya dalam sejarah pertemanan mereka Calvin marah seperti ini.

“Oke, terserah lo berdua mau diem-dieman atau gimana yang penting nanti lo berdua harus profesional pas di depan kamera,” putus Clara setelah capek berpikir.

Queenzie menatapnya tidak suka. Bukannya membantu Queenzie berbaikan dengan Calvin, Clara malah menyerah begitu saja.

Clara mengedikkan bahunya lalu beranjak dari sofa. Dia keluar memberikan ruang untuk Queenzie dan Calvin mengobrol berdua. Dia berharap kedua orang itu mau bicara setelah dirinya keluar.

Melihat tubuh Clara sudah hilang dibalik pintu, Queenzie langsung mendekati Calvin. Dia mengambil duduk tepat di samping Calvin.

Calvin meliriknya tidak suka lalu kembali menatap layar ponselnya. Dia sedikit menggeser tubuhnya agar tidak terlalu menempel dengan Queenzie. Ya, Queenzie memang menempelkan lengannya dengan lengan Calvin. Kepala cewek itu melongok untuk bisa melihat permainan Calvin.

“Jangan gini, Zie!”

“Kenapa? Gue pengen kayak dulu lagi sama lo. Please jangan abaikan gue kayak gini, Vin! Gue ngerasa kehilangan sahabat gue yang dulu.”

“Semuanya udah berbeda, Zie. Lo udah jadi punya orang. Interaksi kita gak bisa sedekat dulu karena itu juga gak baik. Apalagi lo mau nikah. Biarin gue ngejauh bentar! Gue cuma mau nyembuhin hati gue dulu sebelum gue kembali kumpul sama kalian kayak sebelum-sebelumnya.”

Calvin masih enggan menatap Queenzie. Dia mengucapkannya dengan masih memainkan game. Sebenarnya dia sangat menghindari menatap mata Queenzie karena dia akan menjadi lemah saat menatap mata cantik itu. Perasaan yang mati-matian dia kubur akan kembali tumbuh jika dia memaksakan menatap mata Queenzie yang selalu berhasil membuat laki-laki kagum akan keindahannya.

Queenzie terdiam. Perasaan bersalahnya semakin besar. Dia menunduk. Tanpa bisa dicegah otaknya sudah memutar kebersamaannya dengan Calvin dulu. Saat-saat dimana mereka sudah menjadi mantan, tapi tetap dekat dengan embel-embel sahabat. Saling menyayangi dan memberi perhatian tanpa berniat ingin memiliki satu sama lain. Dan kepercayaan keduanya akan takdir mereka yang berakhir bersama.

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Where stories live. Discover now