47. Tragedi Toilet

157K 17.7K 4.1K
                                    

Kelas baru saja berakhir. Queenzie melangkah menuju toilet untuk mencuci muka karena matanya sudah terasa berat. Sejak makan siang sampai hampir sore Queenzie memang tidak henti-hentinya menguap dan sekarang adalah puncaknya. Ingin sekali dia pulang dan tidur, sayangnya dia masih harus menunggu Dhaffi yang masih mengajar.

Berangkat dan pulang bersama Dhaffi memang tidak selalu menyenangkan. Seperti sekarang ini, jam tidur siang Queenzie harus terpotong bahkan kadang hilang karena Dhaffi sering pulang hampir maghrib. Rasanya Queenzie ingin pulang dengan Kenzo saja, tapi Dhaffi pasti tidak akan mengizinkannya. Otak suudzon laki-laki itu pasti berpikir jika Queenzie akan nongkrong dengan Calvin juga padahal tujuan utamanya adalah kasur.

Queenzie memasuki toilet. Dia sedikit ngeri karena hanya dirinya saja yang berada di dalam toilet itu. Di saat seperti ini sosok nenek gayung dan teman-temannya tiba-tiba saja melayang-layang di otak Queenzie.

“Permisi Mbah, Buyut, Sesepuh, Nenek Moyang.” Queenzie melihat sekeliling berharap tidak mendapat balasan dari ucapannya barusan.

Queenzie menghidupkan kran di wastafel lalu membasuh wajahnya dengan air. Wajahnya sekarang terasa lebih segar. Rasa kantuknya pun hilang.

Saat membuka matanya, Queenzie sangat terkejut melihat sosok perempuan yang terlihat di cermin sedang berdiri di belakangnya.

“Astagfirullah, Nenek Sihir!” ucap Queenzie spontan. Sedetik kemudian dia menutup mulutnya yang terlalu jujur. Setelah sosok itu berjalan mendekat, Queenzie baru tahu kalau itu bukan Nenek Sihir melainkan Kinar dengan rambut panjangnya.

Queenzie berbalik dengan cepat. Dia menggigit bibirnya saat melihat Kinar mendekat dengan wajah garangnya. Tatapannya sangat tajam membuat Queenzie jadi merasa ngeri. Jangan sampai hidupnya berakhir di toilet. Sangat tidak keren jika Queenzie ujung-ujungnya akan menjadi hantu toilet. Sudah bau, kotor pula. Lebih baik menjadi hantu mall lebih menyenangkan.

“Kamu manggil saya nenek sihir?” Kinar semakin melangkah maju.

“M-maaf, Bu. Saya tadi reflek. Saya lagi mikirin hantu jadi pas lihat ibu tiba-tiba di belakang saya, saya jadi kaget terus gak sengaja teriak gitu,” jelas Queenzie. Disini kedudukannya hanyalah mahasiswa. Dia tidak mau mendapat masalah jika melawan Kinar yang berstatus sebagai dosennya.

Kinar tertawa sinis. “Perempuan seperti ini yang akan menjadi istri Dhaffi? Kamu lebih cocok sama mantan kamu yang bernama Calvin itu. Kalian berdua sama-sama tidak punya akhlak!”

Queenzie mengepalkan tangan. Dia kesal dengan ucapan Kinar. Ucapannya itu sangat tidak mencerminkan statusnya sebagai dosen.

“Maksud ibu apa?” Queenzie balas menatap Kinar tajam.

“Saya tidak suka basa-basi. Saya hanya ingin kamu menjauhi Dhaffi jika kamu ingin keluar dari sini dengan selamat.”

Queenzie terkejut dengan ucapan Kinar, tapi dia berusaha tetap tenang. Dia yakin Kinar hanya menggertaknya saja.

“Seharusnya saya yang bicara seperti itu pada Ibu. Berhenti mengejar calon suami saya!”

Amarah Kinar semakin membara mendengar balasan Queenzie.

“Berani kamu melawan saya? Asal kamu tahu, Dhaffi sudah dekat dengan saya sejak SMA. Seharusnya saya yang menjadi pasangan Dhaffi, tapi karena perempuan penggoda seperti kamu dia sekarang menjauhi saya.”

Queenzie bersedekap dada. Dirinya yang tadi dikuasai emosi sekarang mulai bisa santai.

“Kenapa Ibu menyalahkan saya? Kalau Mas Dhaffi memang jodoh Ibu, sudah dari dulu kalian bersama. Sayangnya, Mas Dhaffi jodoh saya dan dia lebih memilih jomblo sebelum bertemu dengan saya padahal bisa saja dia jadian dengan Ibu dulu kalau dia mau. Perasaan tidak bisa dipaksakan, Bu. Saya harap ibu bisa merelakan Mas Dhaffi dengan saya.”

Hello, Mas Dosen! (TERBIT) Where stories live. Discover now