Jangan Ganggu Temanku

3 1 0
                                    


"Tak ada komentar?" pancing Nata setelah menyelesaikan ceritanya.

Freya hanya mendengarkan, tapi beberapa kali Nata melihat ekspresi gadis itu berubah. Kadang mengeryit bingung, mendengus kesal, menggerutu marah, menatap iba, tapi yang paling tak bisa Nata lupakan adalah saat Freya meraih tangannya dan menggenggam erat.

"Kamu sudah melalui banyak hal, beberapa di antaranya sangat tidak mengenakkan. Jujur saja, rasanya aku ingin menjambak rambut si Marina ini. Apa rambutnya panjang?"

Nata tertawa. Seharusnya, tidak begitu. Kebanyakan orang tak akan tertawa setelah menceritakan kisah hidup seperti itu, tapi Freya membuatnya tertawa. Sentuhan kecil dan candaan Freya membuat Nata memandang kisah lalunya dengan cara berbeda. Bukan dengan getir, melainkan menjadi sebuah fase yang membawanya ke fase baru kehidupan yang jauh lebih menyenangkan.

Nyatanya, bersekolah di SMK Penjara dan menemukan teman-teman baru jauh lebih menyenangkan daripada kehidupan sekolahnya yang dulu. Nata mungkin kehilangan waktu-waktu bermain sepak bola, tapi dia menemukan teman baru.

"Seingatku, Marina punya rambut hitam panjang sepunggung. Tebal dan cantik."

Freya menarik tangannya. "Pasti dia cantik, kan? Ga kayak cewek bengkel yang penampilannya awut-awutan."

Nata mengerjap bingung. Sepertinya, dia salah bicara karena gadis di sebelahnya kini merengut. "Menurutku, cewek bengkel yang belepotan oli jauh lebih mengesankan."

Wajah Freya memerah seketika, baru kali ini seseorang memujinya seperti itu. Untuk sesaat dia tak bisa berbicara dan hanya menekuri ujung sepatunya, menyembunyikan wajahnya yang merona.

"Freya ...."

Freya menoleh pada Nata.

"Makasih."

Freya menelengkan kepala bingung. "Buat apa?"

Nata menatap Freya dan menyunggingkan senyum yang membuat jantung Freya melewatkan satu degupan.

"Karena sudah mendengarkan dan percaya padaku. Aku belum pernah cerita ke orang lain karena takut tak ada yang percaya cerita versiku. Bahkan orangtuaku saja tidak percaya," ungkap Nata.

Freya mengerti, kesedihan terbesar Nata bukanlah kehilangan impian, tapi orangtua yang tidak memercayainya. Freya ingin memeluk pemuda itu erat-erat, mengurangi kesedihan itu. Namun, yang dia lakukan hanya berkata, "Aku akan selalu percaya padamu."

"Kenapa?" bisik Nata.

"Apanya?" Freya kembali dibuat bingung oleh pemuda di sampingnya itu.

"Kenapa percaya padaku, kita bahkan baru kenal sekitar sebulan?"

"Entahlah," aku Freya. Dia melompat berdiri, lalu melangkah mendekati proyek kelasnya dengan kedua tangan di belakang punggung. "Aku sangat menyukai mesin sejak dulu, terutama motor. Sejak kecil aku tak terbiasa berinteraksi dengan orang banyak, bahkan di Taman Kanak-kanak aku tak punya teman. Aku tidak terlalu suka berteman sampai ketemu dengan Ilyas." Freya tersenyum. "Dia teman pertamaku. Darinya aku bertemu banyak teman baru, tapi kebanyakan cowok." Freya meringis. "Aku jarang berteman dengan cewek."

Freya kembali menghampiri Nata dan berdiri tepat di depan pemuda itu. "Intinya, aku bukan tipe yang mudah dekat dengan orang lain tanpa perantara, tapi denganmu sedikit berbeda. Aku bisa berteman dengan mudah, dan aku merasa kalau kamu bukan tipe pembohong."

Nata menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Ucapan Freya membuat hatinya hangat. "Kamu membuatku merasa istimewa."

"Kamu memang istimewa. Jangan pernah merasa kurang dari itu."

Meniti MimpiWhere stories live. Discover now