Musuh Masa Lalu

4 0 0
                                    


"... saya sulit menjauhinya."

Freya memeluk guling dengan girang. Pernyataan Nata membuat perasaannya terbang ke langit. Sekarang dia benar-benar mengerti apa yang tengah dirasakan terhadap Nata. Ini bukan perasaan terhadap teman, tapi sesuatu yang lebih dari itu. Perasaan yang tak pernah Freya rasakan terhadap temannya yang lain. Bahkan terhadap Ilyas tak seperti ini.

Freya meraih handphone, berniat mengirimi Nata pesan. Namun, akhrnya menyerah setelah sepuluh menit penuh hanya mengetik kemudian menghapus pesannya tanpa mengirim satu kata pun pada Nata.

"Aku ga tahu mau nulis apa," Freya berkata pada diri sendiri sembari menutup wajahnya dengan guling. Tepat saat itu handphone Freya berbunyi, dia bergegas meraih kembali benda tersebut. Untuk sesaat Freya hanya bisa memandangi layar handphone yang menunjukkan nama Nata. Setelah menarik napas dalam barulah dia menjawab.

"Halo."

Lama tak terdengar sahutan dari seberang line hanya suara tarikan napas dalam sehingga Freya kembali bersuara, "Nata?"

"Ah, maaf. A-aku ...." Kalimat Nata mengambang.

"Nat, aku minta maaf," ucap Freya.

"Untuk apa?"

"Kedua abangku bersikap menyebalkan hari ini."

"Masalah itu, aku mengerti. Mereka hanya ingin menjagamu."

"Aku tahu, tapi tetap saja itu berlebihan."

"Kurasa tidak, aku senang mereka bersikap seperti itu."

"Eh?"

"Aku harus berterima kasih pada mereka karena sudah membuatku mengerti apa yang kurasakan."

Keheningan kembali menemani keduanya, Freya menunggu sementara Nata mempersiapkan diri mengatakan hal penting pada Freya.

"Freya ...." Suara Nata kembali terdengar.

"Ya?"

"Aku menyukaimu. Boleh aku menjadi lebih dari sekadar teman untukmu?"

Bibir Freya melukis senyum, kepalanya mengangguk seketika. Sedetik kemudian dia sadar Nata tak bisa melihatnya dan segera menjwab, "Boleh."

"Jadi, kita ...."

"Iya."

"Besok pagi kujemput, ya."

Meniti MimpiOnde histórias criam vida. Descubra agora