Meniti Mimpi

6 1 0
                                    


Pagi ini Freya menunggu dengan gelisah. Berkali-kali dia melongok ke pagar berharap Nata segera datang. Bahkan dengan sengaja dia membawa sarapan ke ruang tamu agar bisa langsung melihat kedatangan Nata.

Jika menunggu seperti ini saja membuatnya tak sabaran, apalagi ketika harus berjauhan. Freya tak tahu apa yang harus dilakukannya nanti apabila Nata benar-benar pindah sekolah dan mereka tak bisa leluasa bertemu. Mungkin Freya akan mati karena kangen. Ah, dia mulai lebay. Mana ada orang mati karena kangen. Walau tak bisa bertemu, masih bisa video call. Tak bisa video call, bisa telepon. Tak bisa telepon, bisa kirim pesan. Selalu ada cara mengobati kerinduan.

Freya sudah menghabiskan sarapannya, tapi Nata tak kunjung muncul. Freya semakin gelisah dan mulai berpikiran macam-macam. Jangan-jangan Nata ga datang, pikirnya.

"Mau Abang antar ke sekolah?" tanya Rais yang sudah siap berangkat kuliah.

Freya menggeleng. "Mau nungguin Nata."

"Gimana kalau ga datang?" canda Rais.

"Nata pasti datang," sahut Freya meskipun dia tak yakin Nata akan benar-benar datang. Sebab pemuda itu belum juga muncul padahal biasanya sudah muncul sebelum Freya selesai sarapan.

"Bisa jadi dia ga mau datang lagi, soalnya semalam ada yang ga mau angkat teleponnya, kan," goda Rais. "Kalau aku sih, ga bakal mau jemput cewek yang mengabaikanku." Dengan sengaja Rais memanasi.

Freya menggigit bibir. Semalam memang dia sengaja mengabaikan telepon Nata dan pagi ini pun tak menghubungi pemuda itu. Jika Nata tak datang itu benar-benar karena salahnya sendiri.

"Rais, stop. Pagi-pagi jangan bikin Freya nangis," Ares muncul dan menegur Rais. Kemudian beralih pada Freya. "Dia bakal datang kok." Ares menyemangati. "Nanti kalau ketemu, bicara baik-baik, jangan nangis. Adik Abang bukan cewek cengeng."

Freya mengangguk.

"Frey, kamu itu kuat. LDR ga ada apa-apanya," tambah Rais.

"Iya, Bang."

Tepat saat itu, Freya melihat motor Nata berhenti di depan pagar.

"Nah, pangeranmu datang, tukang ojek menyingkir dulu," ujar Rais.

Freya bergegas menuju pintu, tapi kemudian menghentikan langkah dan kembali pada kedua abangnya. Freya mencium pipi Ares dan Rais bergantian. "Freya sayang kalian," ujarnya sebelum berlari ke pintu.

Ares dan Rais memandangi kepergian adik kecil mereka dengan senyum di wajah.

"Terakhir kali dia melakukan ini pada kita saat masih SD," ujar Ares.

Meniti MimpiDonde viven las historias. Descúbrelo ahora