Kami Bersamamu

3 1 0
                                    


Sekolah masih sepi saat Nata dan Freya datang. Tak menuju kelas, mereka berbelok ke arah kantin karena keduanya belum sarapan. Mereka memang sudah janjian sarapan bersama, makanya sengaja datang ke sekolah lebih awal. Beberapa pedagang di kantin baru membuka kios mereka. Namun, penjual nasi di bagian ujung kantin sudah siap dengan dagangannya.

Nata dan Freya membeli nasi kuning di sana dan menempati kursi kantin yang masih sepi. Duduk berhadapan dengan sepiring nasi kuning dan teh hangat siap dinikmati. Nata memilih lauk hati masak merah sedang Freya memilih dendeng. Keduanya makan dalam diam hingga setengah isi piring sudah berpindah ke perut barulah Freya buka suara.

"Kamu mau cerita atau tidak?"

"Mau, tapi setelah selesai makan," jawab Nata yang fokus menghabiskan nasinya.

Freya tak bertanya lagi. Dia mengikuti Nata, berkonsentrasi menghabiskan isi piringnya.

Setelah menghabiskan sarapan, mereka meninggalkan kantin. Koridor masih lengang, di jam seperti ini memang belum banyak siswa yang datang, karena masih setengah jam lagi baru bel berbunyi.

Mereka duduk di kursi besi tempa di taman depan bangunan jurusan otomotif. Tanpa Freya minta, Nata mulai bicara.

"Kemarin aku bertemu Marina."

Meskipun terkejut, Freya tak bertanya, hanya menunggu Nata melanjutkan ceritanya. Nata berbicara tanpa menatap Freya. Kadang pemuda itu menatap jauh, kadang menunduk dalam. Meski kadang ingin mengajukan pertanyaan, tapi Freya menahan lidah. Dia ingin Nata menyelesaikan cerita lebih dulu.

"Aku pernah benar-benar membencinya, tapi sekarang marah padanya pun aku tak sanggup. Andai kamu melihat keadaannya ...." Nata menoleh pada Freya. "Andai waktu itu aku tidak membencinya, mungkin keadaan Marina tak akan seperti ini."

"Kata siapa?" Kening Nata berkerut bingung mendengar perkataan Freya. "Siapa yang bisa menjamin keadaan Marina akan lebih baik kalau waktu itu kamu tidak membenci dan mencoba membantunya? Bisa saja keadaannya jadi lebih buruk. Karena pada dasarnya, bukan kamu yang mengambil keputusan yang buruk, tapi Marina." Freya menepuk pelan tangan Nata. "Kamu tahu, berandai-andai ga akan mengubah keadaan, justru akan membuat penyesalan. Andaikan waktu itu aku tidak begini, andai waktu itu aku tidak melakukan itu, andaikan, andaikan, andaikan, ga akan selesai berandai-andai tentang masa lalu."

"Kamu benar, berandai-andai untuk mengubah masa lalu merupakan hal mustahil," ujar Nata. Dia memerhatikan jemari Freya yang berada di punggung tangannya, dia membalikkan telapak tangan dan menautkan jemari pada jemari Freya. "Kalaupun bisa, rasanya aku tak akan mengubahnya. Sebab kalau masa laluku berubah, bisa jadi aku tak akan ada di sini sekarang." Nata mengangkat pandangannya, memerhatikan wajah Freya yang memerah dengan tatapan terarah pada tautan jemari mereka. "Kalau aku tidak ke sini, aku tak akan pernah bertemu denganmu."

"Kata siapa?" Mata Freya menatap Nata. "Kalau jodoh ga akan ke mana." Gadis itu kembali menunduk.

"Jadi, kita jodoh?" ujar Nata setengah menerawang. Pandangannya jauh ke awan-awan yang melayang di langit. "Ya, kalau memang jodoh ga akan ke mana. Meski terpisah akhirnya tetap akan bersama."

Meniti MimpiWhere stories live. Discover now