Hujan Bersama Awan

27 6 0
                                    

Bel pulang sudah menggema di seantero sekolah.
Dengan pelajaran yang begitu banyak hari itu,ku rasa semua pasti merasakan lelah.

Para siswa pun mulai meninggalkan sekolah,dan berpisah di gerbang sekolah.
Sore itu,Bandung mendung.
Pertanda hujan akan turun untuk menyapa tanah.
Berharap ia takan lelah untuk menampung setiap rintik yang tercurah.

Aku berjalan sendirian sore itu.
Karena teman-teman ku sudah pulang lebih dulu,dan aku malah mampir untuk meminjam buku.
Langit mulai menghitam.
Matahari pun sudah mulai terbenam.

“Duh,semoga ga turun hujan deh”.

Kata ku sembari bergegas pulang.
Sayang,di tengah perjalanan,hujan turun dengan derasnya.
Terpaksa,aku meneduh di pinggir toko sisi jalan.

Baju ku pun basah,dan kacamata yang aku pakai pun tertutup oleh butiran hujan yang begitu deras jatuh ke tanah.

“Yah,kebahasan kan.Kenapa sih hujan nya ga nanti aja”.

Ucapku kesal.
Menyesal karena tadi kenapa tak pulang lebih awal.

“Terpaksa nunggu sampe reda nih,ibu pasti nyariin kalau aku pulang terlambat”.

Akhirnya,semesta memintaku untuk menunggu.
Hujan pun sepertinya tak mau meninggalkan langit Bandung sore itu.

Ketika sedang menunggu reda,ku lihat samar samar ada vespa putih tua ikut menepi di sisi jalan.
Lelaki yang mengendarainya pun turun dengan seluruh bajunya yang kebasahan.

Bosan,akhirnya aku memilih membuka buku yang baru aku pinjam tadi di perpustakaan.
Membacanya di tengah tengah suara hujan.

Tiba-tiba,ada yang menepuk pundak ku dan bertanya.

“Maaf,apa kamu punya tisu?”.

Ketika aku berbalik,dan hendak menjawab,mata yang selama ini meneduhkan,
tiba-tiba begitu dekat di hadapan.

“Awan?”.

Kata ku sambil menutup buku.

“Ann?,kamu kehujanan?sendirian?”.

Katanya,sambil memastikan aku benar-benar pulang sendirian.

“Iya,tadi lagi jalan mau pulang,tiba-tiba aja hujan.Jadi aku neduh dulu di sini”.

Awan hanya tersenyum,lalu tubuhnya selangkah mendekat ke arah ku.

“Kacamata kamu berembun,emang bisa jelas ngeliat aku?”

Awan tiba-tiba mengambil kacamata yang aku pakai,dan mengelap embun itu dengan jaketnya.

“Nih,udah bersih.Kamu emang gak ngerasa kacamatanya berembun?”

Ia mengembalikan kacamata itu ke tangan ku.Terasa tangan nya yang begitu dingin.

“Makasih”.

Kata ku gugup.
Bingung harus bicara apa,aku memilih menjauh darinya.

“Ann?”.

Panggilnya.

“Iya?”.

Sahut ku sambil memandang lurus ke jalanan.

Tapi,awan mendekat.
Berdiri di hadapan ku dan menutupi pandangan ku ke jalanan.

“Kenapa pulang sendirian?temen-temen kamu mana?.Oh ya,soal tadi maaf ya udah buat kamu gak ikut pelajaran matematika.”

Awan menatapku.
Tapi kali ini aku tak berbalik menatap matanya.

“Iya,gapapa,lupain aja.Udah reda nih,duluan ya”.

Aku meninggalkan awan sendirian,dan berjalan kembali untuk pulang di temani sedikit rintik hujan.
Tak ku sangka,Awan menghampiri dengan motor vespa nya yang ia tumpangi.

“Naik,aku anter kamu pulang”.

Katanya sambil membuka kaca helm yang ia gunakan.

“Ga usah,aku bisa sendiri“.
Balas ku sambil berjalan meninggalkannya.

“Udah naik Ann,jangan mempersulit diri sendiri.”

“Bisa gak,sekali ini aja kita jangan berdebat.Kamu jangan keras kepala.”

Dengan terpaksa,aku naik ke atas vespa tua nya.Karena aku lihat hari mulai semakin sore,dan langit pun mulai semakin gelap.

“Iyaa,ini udah naik,ayo pulang”.

Kata ku sambil menepuk-nepuk pundaknya.
Awan menoleh ke arah ku,ia tersenyum lalu pelan-pelan kami mulai melaju.

SayounaraWhere stories live. Discover now