11. Soul-Shatter Sword

601 115 45
                                    

[source: author's original editing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[source: author's original editing. emaaaak, anakmu bisa gambar pedang maakk T-T]


Pecahan Kesebelas

Soul-Shatter Sword



Off Adulkittiporn berlari tergesa-gesa. Dengan nafas yang memburu kelelahan, ia tidak peduli. Matahari sudah terlalu terik saat menyapanya pagi tadi. Mungkin efek pengguna api putih, Off tidak tahu pasti. Saat ia membuka mata, kepalanya terasa berat. Ia butuh waktu hampir dua jam hanya untuk mengembalikan kesadaran yang mengambang. Sepanjang perjalanan menuju Swain Academy, hatinya merutuki keputusan tidak turut memerikasakan diri di rumah sakit saat baru tiba dari Oun kemarin.

Krist dan Gun adalah pemilik luka terparah. Beruntungnya, Gun sudah membaik sejak mendapatkan penetralan dari Singto. Krist juga membaik, namun kondisi tubuhnya yang anemia membuat ia harus dirawat beberapa hari. Tentu dengan Singto menemani dua puluh empat pertujuh.

Trotoar di depan Swain Academy tampak lengang. Hanya menyisakan satu dua orang yang juga terlambat. Off mempercepat langkah, menapaki trotoar abu-abu gelap dengan pinggiran putih, menyembul lebih tinggi 20 senti dari jalan raya yang terapit dua trotoar dan dua aliran air kecil di kanan dan kiri.

Gerbang putih nan kokoh Swain Academy sudah berada di sisi kiri Off. Tinggal beberapa langkah lagi ia sampai di gerbang utama. Dari jarak itu, Off melihat sosok yang dikenalnya berdiri ragu-ragu di depan gerbang. Off menyipitkan mata, menerka-nerka sosok yang tak asing dalam ingatannya.

"Kak Adul!"

Mata Off membulat. Ia berhenti di depan gerbang, tepat di depan anak 13 tahun itu. Off menopangkan tangan di paha, sedikit menunduk untuk mengatur nafas.

"Hai, Chimon Ruwat-Ruwat, sedang apa?" ucap Off ditengah nafasnya yang masih memburu.

"Ruangwiwat!" Chimon bersedekap, matanya memicing marah. Off ingin sekali tertawa melihat ekspresinya, namun nafasnya yang masih cukup tidak beraturan membuat Off terkekeh saja.

"Namamu rumit."

Bocah 13 tahun itu terdengar mendengus kesal.

"Panggil saja Chi. Kak Gun kan juga memanggilku begitu."

Off menegakkan punggung. Walau keringat masih menetes di dahi dan pelipis, tetapi nafasnya sudah cukup normal. Off memperhatikan seragam yang dikenakan Chimon. Sepatu tali hitam, celana kain merah marun, kemeja putih lengan panjang yang dilapisi rompi rajut merah tanpa kancing dan satu garis hitam pada bagian kerah V, serta dasi berbentuk pita sailor. Gemas sekali. Ah, tidak. Kakaknya lebih menggemaskan.

"Dari seragammu, sekolahmu cukup jauh kan? Kenapa kemari?"

Chimon melihat seragamnya yang rapi, tersenyum sesaat, lalu mengulurkan sebuah buku tebal 500 lembar pada Off.

Sore of The Hiraeth [OffGun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang