•°Friendzone;32°•

42 2 0
                                    

•°LavenderWriters Project°•

•°Friendzone © Kelompok 5°•

•°Part 32 By: fanvaa°

•°Sabtu, 26 Desember 2020°•

💜Happy Reading💜

Satu kata untuk situasi kali ini adalah kacau, sangat kacau. Jevan dengan keegoisannya, menyatakan perasaan kepada perempuan yang notabenya adalah pacar sahabatnya sendiri, Arya.

Berharap, ia akan puas setelah mengungkapkan, nyatanya tidak. Yang ada malah rasa penyesalan.

Rasa penyesalan yang amat mendalam.

Bagaimana kondisi Arya? Starla?

Atau bahkan, kondisi mereka berdua?

Langkah kaki Lara terlihat ragu-ragu untuk mendekat ke arah Jevan yang kini sedang melamun dengan tatapan kosong. Gadis itu menghela nafas, ikut sedih dengan kekacauan ini.

"Hei?" Ia menepuk bahu Jevan, dan menduduki bangku kosong di sebelah pemuda tersebut. "Kenapa?"

Jevan menoleh, merapatkan bibirnya ke dalam. "Apanya?"

"Lo... lo baik-baik aja?"

Melihat kondisi Jevan yang datang ke sekolah dengan penampilan seperti ini, atau lebih tepatnya berantakan, tanpa memakai dasi pula, sungguh membuat Lara prihatin.

Untung saja tidak ada guru Bp yang bertugas berkeliling, jika ada mungkin saat ini Jevan sudah ada di lapangan sedang berdiri menghormat ke arah bendera merah putih.

Jari lentik Lara mengusap lembut di surai Jevan, baru kali ini ia melihat sahabatnya seterluka sekarang. "Lo udah nyakitin Arya, Jev," ujarnya seperti berbisik, tak tega sebenarnya berucap seperti ini.

Jevan tak menjawab. Tanpa Lara bilang pun, ia tahu jika dirinya sengaja atau tak sengaja, bahwa kemarin... dia telah menyakiti Arya.

Terlambat kah jika Jevan berucap menyesal?

Lara mengulum bibirnya, membuang muka ke depan, membiarkan satu tetes air mata jatuh dengan sendirinya. "Tanpa lo sadari... lo juga nyakitin gue," ucapnya serak. Lara merasa terluka, sadar bahwa Jevan menyukai Starla tanpa berbicara kepadanya.

Kali ini, Jevan memusatkan pandangan penuh ke arah Lara. Rasa bersalahnya kian membesar, satu-persatu telah menohoknya tanpa ampun, membuat pemuda itu kian memias pucat. "La ..."

Lara menoleh, mencoba memberikan senyum paksa yang terlihat sendu. Gadis yang pagi ini memakai sebuah bandana cerah, terbending terbalik dengan isi hatinya. "Hem? Lo gakpapa, kan?"

"Gue yang harusnya tanya, lo gakpapa?" Jevan memegang bahu Lara, menumbuk tepat netra hitam Lara yang nampak berkaca. "Maaf," gumamnya.

"Apaansih?" Lara melepaskan tangan Jevan dengan halus, lalu kembali menghadap lurus ke depan, menolak tatapan pemuda itu secara tidak langsung. "Gue gakpapa, emang kenapa?" Lanjutnya dengan tatapan masih sama.

Seharusnya memang begini. Lara yang terus-menerus menolak membuka diri, menutupi jika dirinya sedang tidak baik-baik saja, seolah menunjukan kepada dunia bahwa ia adalah seorang gadis yang tidak pernah merasa tidak bahagia.

05;Friendzone✔Where stories live. Discover now