KEVANO - 26

34.9K 8.3K 5.1K
                                    

Vano mengendarai motornya dengan bersenandung ria. Dia menyanyikan lagu yang akhir-akhir ini sering dipakai di tiktok. Walaupun nyanyiannya tidak sesuai dengan lirik aslinya, tapi Vano tetap pede menyanyikannya dengan suara keras di tengah jalanan yang sepi dan cukup gelap ini.

Di saat bernyanyi sambil berkendara seperti ini entah kenapa suara Vano terdengar lebih merdu dari aslinya. Vano yang sangat senang karena suaranya tiba-tiba bisa semerdu Harry Styles pun terus bernyanyi walau lagu yang dia nyanyikan itu-itu saja karena dia tidak hafal lagu lainnya. Itu pun yang dia nyanyikan hanya bagian reff-nya saja. Setidaknya bernyanyi dengan suara keras bisa sedikit membuat Vano berani melewati jalanan sepi. Dia mencoba mengalihkan pikirannya sendiri agar tidak memikirkan hal yang tidak-tidak dengan bernyanyi. Bayangan Mbak Kunti yang sempat terlintas di otak Vano pun kabur setelah mendengar nyanyian Vano.

Kali ini Vano pulang sendiri karena Ardian dan Davian sedang ada urusan dengan Gerald. Vano memilih pulang duluan karena enggan menunggu keduanya. Lebih baik dia tidur dari pada menunggu Ardian dan Davian menyelesaikan urusannya yang sama sekali tidak melibatkan Vano.

Sudah biasa Vano pulang tengah malam seperti ini, tapi baru kali ini dia pulang sendirian dan melewati jalan kecil. Biasanya dia akan memilih lewat jalan raya jika terpaksa harus pulang sendirian. Sayangnya, malam ini ada kecelakaan yang membuat jalanan macet, membuat Vano yang ingin segera meniduri guling malas ikut ke dalam kemacetan itu. Dia lebih memilih lewat jalanan sepi walau jaraknya sedikit lebih jauh.

Vano mulai memelankan laju motornya saat hendak sampai di jembatan. Jantungnya berdetak kencang. Tubuhnya merinding membayangkan dia akan melewati jembatan dengan penerangan minim itu seorang diri.

Vano takut tiba-tiba ada Mbak Kunti atau Mas Poci menyapanya di pinggir jalan, atau bahkan di tengah jalan. Walau bisa tembus, tapi Vano tidak yakin berani menabraknya.

Vano berhenti sejenak untuk mengumpulkan keberanian. Dia mengambil nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan.

“Go! Go! Go! Vano pasti bisa!” ucapnya menyemangati dirinya sendiri.

Vano kembali menjalankan motornya. Dia mulai merapalkan doa. Mulai dari al-fatihah, ayat kursi, sampai doa akan tidur dia ucapkan semua.

Bismika allahumma ahya wa bismika amuut... aamiin. Ya Allah lindungilah Vano. Jauhkan Vano dari makhluk-makhluk menyeramkan dan dekatkan Vano pada Keyla, Ya Allah.”

Keringat mulai membasahi dahi Vano. Dia berharap bertemu pengendara lain agar dia tidak melewati jembatan sendirian. Karena seingat Vano, cerita tentang jembatan tidak jauh dari hal-hal mistis.

Jantung Vano serasa lepas saat melihat ada seorang wanita di pinggir jembatan. Apalagi posisi wanita itu yang sedang menaiki besi pembatas membuat Vano tidak bisa menebak dia perempuan ori atau perempuan jadi-jadian pasalnya kakinya tidak menapak ke tanah.

“I-itu cewek beneran apa Mbak Kunti? Tapi, kalau Mbak Kunti masa pakai jeans? Gak anggun banget!” gumam Vano bingung sekaligus ketakutan.

“T-tapi mungkin aja dasternya lagi dicuci. Apalagi sekarang musim hujan, pasti keringnya lama. Mana punya dia mesin cuci.” Vano yang tadi ketakutan sekarang berubah menjadi iba melihat Mbak Kunti tidak punya mesin cuci.

Vano terus memperhatikan gerak-gerik perempuan yang dia yakini sebagai Mbak Kunti. Matanya seketika melotot saat melihat perempuan itu ingin naik ke besi pembatas yang lebih tinggi.

“E-Eh, dia mau ngapain? Jangan bunuh diri, woy! Lo mau mati dua kali?!” teriak Vano. Jaraknya yang masih cukup jauh membuat perempuan itu tidak bisa mendengar teriakan Vano.

Akhirnya Vano memilih menghampirinya. Dia menjalankan motornya kembali yang sempat dia hentikan saat terkejut melihat ada perempuan di pinggir jembatan.

Vano menghentikan motornya saat jaraknya dan perempuan itu sudah dekat. Dia meninggalkan motornya begitu saja di tengah jembatan dan berlari menghampiri perempuan yang dia duga sebagai Mbak Kunti itu.

Saat jaraknya sudah semakin dekat, Vano baru sadar jika di depannya sekarang ternyata perempuan ori yang sebentar lagi menjadi kunti jika Vano tidak mencegah upayanya untuk bunuh diri.

Walaupun Vano ngenes karena jomblo terlalu lama, tapi dia tidak pernah berpikiran untuk mati sebelum jadwalnya. Entah apa yang dipikirkan perempuan itu sampai ingin mendahului takdir. Padahal roti Ban-Ban masih enak. Kalau dia mati, dia tidak bisa mencoba roti Ban-Ban andalan toko roti Vano.

“Mbak jangan lompat! Nanti arwah Mbak nyangkut!” teriak Vano membuat perempuan itu menghentikan langkahnya untuk naik lebih tinggi lagi.

“Ayo turun, Mbak! Bunuh diri itu gak baik. Mbak harus nonton channel youtube-nya anak indihouse biar tahu kalau mati bunuh diri nanti arwahnya nyangkut, gak bisa ke akhirat. Kalau udah nonton, jangan lupa mampir ke channel youtube saya, ya. Namanya Revano Real. Videonya sangat menghibur. Cocok buat Mbak yang banyak masalah kayak gini. Jangan lupa subscribe dan turn on notifikasinya, ya! Like dan share videonya juga!” cerocos Vano mencoba membuat perempuan itu sadar jika perbuatannya akan berakibat fatal untuk kehidupan selanjutnya sekaligus mempromosikan channel youtube-nya.

Mendengar suara dan nama youtube yang Vano sebutkan membuat perempuan itu menoleh. Matanya melebar karena terkejut melihat Vano.

Vano tidak kalah terkejutnya. Dia tidak menyangka perempuan yang akan lompat dari jembatan itu ternyata Keysha. Dia hanya bisa melotot dengan mulut terbuka menatap Keysha yang juga sedang menatapnya.

“K-key... Kamu...” Vano tidak bisa berkata-kata lagi sekarang. Keinginannya untuk mempromosikan instagramnya juga seketika sirna.

“K-kak Vano,” gumam Keysha lirih.

Mereka terdiam dalam keterkejutan beberapa saat sampai akhirnya Vano tersadar duluan. Dia langsung memegang tangan Keysha membuat Keysha langsung ikut tersadar.

Keysha mengerjap-ngerjapkan mata. Seketika dia merasa linglung. Matanya memperhatikan sungai dengan aliran air yang cukup deras lalu beralih memperhatikan Vano yang sedang memegang tangannya erat.

“Key, ayo turun!” perintah Vano tegas.

Keysha tampak ragu. Dia masih tidak bergerak di tempatnya. Dia seperti orang kebingungan.

“Key! Aku minta sama kamu cepat turun! Apapun masalahnya pasti ada jalan keluarnya, Key.” Vano menatap Keysha tajam. Tidak ada lagi wajah konyol yang dia tampilkan beberapa saat lalu. Kali ini dia serius karena ini menyangkut nyawa.

Keysha masih enggan menurut, tapi dia juga tidak berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Vano.

“Kalau kamu gak mau turun, aku telepon Keyla sekarang,” ancam Vano.

“J-jangan,” cegah Keysha lirih. Air matanya kembali menetes membuat Vano semakin panik.

“Makanya, ayo turun! Kalau ada orang yang tahu bisa-bisa kamu masuk koran lho, Key. Emang kamu mau foto kamu dicetak di koran? Kalau aku, sih, mending dicetak di majalah.”

“Aku turun, tapi Kak Vano janji jangan bilang ke Kak Keyla.” Keysha menatap Vano memohon. Dia takut Vano menceritkan kejadian ini pada kakaknya.

Vano mengangguk tanpa banyak berpikir. “Iya, aku janji gak akan bilang ke Keyla.”

Keysha akhirnya mau turun. Dia turun dengan perlahan. Tangannya berpegangan pada Vano erat agar tidak jatuh padahal niat awalnya memang ingin menjatuhkan diri.

Keysha kembali menangis saat sudah sampai bawah. Vano reflek membawanya ke dalam pelukannya berharap hal itu bisa membuat Keysha berhenti menangis.

“Cup... Cup... Cup...”

🌻🌻🌻

KEVANO [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang