Prolog

11.8K 521 75
                                    

Aku berdiri di dekat pintu ketika Jonny, yang sedang berdiri di luar depan pintu D itu menoleh, pria itu segera mengajakku untuk keluar berdiri bersamanya. Melihat Rifando yang sedang bertatapan mesra memegangi tangan Nilla.

“Ndah, kasian banget tuh temen lo. Si Nilla nggak mau jawab karena nggak percaya. Kocak banget ni acara penembakan. Takutnya si Dodi ditolak sama Nilla gimana yak? Kenapa nggak dijawab cepetan aja sih?” Jonny mendengkus geli.

Aku mendongak menatap Jonny yang lagi ketawa geli. Sepertinya semua orang bahagia, apakah hanya aku yang sakit di sini? Aku hanya memasang garis bibir lurus, bahkan Jonny melucu saja tak mampu membuatku jadi tertawa.

“Eh, nembak pake segala diulang enggak dijawab-jawab juga nih?” Bang Jay muncul di pintu D sambil melempar pandangan padaku dan Rifando.

“Nilla kagak percaya katanya takut kena prank,” ucap Jonny tak melepaskan pandangan pada Rifando dan Nilla. 

"Ada ya cewek yang masih mikir-mikir ditembak sama Fando. Kocak banget! Mungkin dia kagak percaya, tampangnya kayak Fakboi sih." Bang Jay terkekeh pelan bicara sendiri.

“Aku ulang sekali lagi nih, kamu nggak jawab bikin aku penasaran. Kamu nggak lagi ngerjain aku kan? Oke Kanilla, would you be mine? Jadi pacarku ya?” Rifando bertanya lagi sambil menatap penuh kesungguhan pada gadis di depannya. Dia tidak menggunakan mikrofon seperti tadi saat aku dengar dari toilet.

“Ini serius?” Nilla masih bertanya tak percaya. "Fando, kamu beneran serius yakin lagi nembak aku?"

“Serius, Sayang.”

“Udah pake sayang-sayangan aja, ihiiiiiwww!” cibir Bang Jay.

Aku jadi menoleh padanya, dia ketawa geli, sedangkan aku sudah lemas dan hati remuk bagai dihantam godam.

“Okay.” Nilla terkekeh salah tingkah sambil malu-malu.

Rifando nyengir memandangi perempuan itu. “What’s it means?”

Yes, I would, Fando.” Nilla menjawab tanpa mikrofon tetapi sangat jelas sampai ke telingaku. "Jadi pacar kamu."

“Haha astaga, akhirnya dijawab juga. Yesss!! Yesss!! Aku sayang kamu, Nilla,” kata Rifando lugas kemudian memeluk tubuh Nilla mendekap erat ke dadanya yang hangat. “Aku cinta sama kamu.”

Aku juga yang sayang sama kamu.

Aku cinta kamu, Rifando.

Seharusnya aku yang di sana, namun aku hanyalah cewek yang tak pernah dianggap serius. Hanya perempuan penenang, penghibur, dan pengganti saja. Mengapa bukan aku saja? Apa aku memang tidak layak menerima balasan cinta darinya?

“Aku juga cinta kamu, Fando,” jawab Nilla.

Aku juga yang mencintaimu, Rifando.

Aku sedari tadi sudah menahan napas yang sesak, mataku sudah tidak jelas menatap karena dipenuhi air yang menggenang. Bagian dalam bibirku sudah menjadi sasaran digigit, untuk menutupi rasa gugup serta salah tingkahku. Menutupi agar tak ada gelagatku yang menunjukkan aku sedang sedih, dan kacau berat.

Aku tersenyum getir, memaksa untuk menarik sudut-sudut bibirku. Aku menahan napas, mengembuskannya sekuat tenaga, lalu menguap lebar pura-pura mengantuk.

“Astaga, udah ngantuk aja!” seruku seraya mengucek-ngucek mata untuk membuang air mata sialan yang tidak bisa ditahan. “Rifando kenapa nembak malem gini sih? Gatau apa aku tidurnya cepet, alias ngantukan.” Padahal masih jam 8 malam di pergelangan tanganku. 

“Pulang duluan gapapa, Ndah, jangan dipaksa sampe malem banget. Kamu kayaknya udah ngantuk banget,” Bang Jay memberikan saran lalu menepuk pundakku sekuat-kuatnya.

Entah mengapa aku merasakan sesuatu aneh dari pria itu. Entah mengapa itu seperti pesan tersirat, seperti pulang saja, lalu menangis sepuasnya, sekencang mungkin, dan meluapkan semuanya yang terpendam.

Apakah dia sadar bahwa aku sedang terluka? Satu-satunya orang yang menyadari perasaanku pada Rifando?

Atau hanya pikiranku saja, nyatanya memang tak ada yang sadar bahwa aku sangat mencintai Rifando.

Aku mencintaimu, Rifando. Bantu aku untuk ikhlas dengan perasaanmu pada perempuan lain.

Kita akan berjalan pada kisah masing-masing. Bagaimana caranya berhenti berharap, saat kita tahu harapan akan jadi sesuatu yang berakhir dengan pahit, dan menyakitkan. Padahal manusia juga tidak boleh berhenti untuk berharap. Lagi-lagi aku berada di garis patah hati. Bukan garis akhir bersamamu.

"Andah!!!"

Aku terkesiap saat ada suara yang memanggil namaku. Begitu aku bisa sadar dari lamunan, netraku mencari sumber suara yang ternyata berasal dari Rifando yang lagi melambaikan tangan padaku sambil nyengir lebar. Pemuda itu berlari kecil padaku.

"Akhirnya rencana berjalan lancar. Hasilnya sesuai bayanganku! Aku udah diterima sama Nilla. Leganya, kirain bakal ditolak karena tadi dia keliatan ragu banget," ujar Rifando dengan wajah luar biasa bahagianya. Dia masih tersenyum lebar.

"Selamat ya!" seruku dengan cengiran lebar. Bibirku membentuk senyuman, tapi hatiku sudah tak jelas lagi bentukannya.

"Thanks udah sering bantuin selama ini. Aku ke sana dulu ya!" Cowok yang lagi senang itu segera pergi untuk mendekati Nilla yang duduk di tempatnya tadi.

Aku melirik sedikit ke arah mereka yang lagi tertawa bahagia melemparkan candaan dengan sangat manis. Hatiku semakin diremas sakit menciptakan rasa sesak di dada, dan pandanganku mulai kabur gara-gara air mata yang keluar tak bisa ditahan lagi.

Selalu bahagia, kamu tampan saat tersenyum.


💖💖💖


⚠️⚠️⚠️ INI CERITA ANGST!
KESEDIHAN, SESAK NAPAS, KESEL, DAN EMOSIAN MOHON DITANGGUNG SENDIRI.

Karena nggak masuk dalam daftar di BPJS⚠️⚠️⚠️

9 JANUARI 2021

MenepiWhere stories live. Discover now