7. Eh, kok ribut?

2.1K 226 31
                                    

Aku merasa saat ini sedang salah melihat orang, tetapi mataku masih cukup jelas melihat dengan jarak beberapa meter. Ada sosok pria sedang melangkah cepat menuju warung bubur depan kampus itu, dia adalah Rifando. Aku mengabaikan dia dengan tetap berdiri di depan tukang fotokopi menunggu Sasa yang sedang antre. Setelah UAS masih sibuk di kampus untuk mengumpulkan revisian tugas.

Pandanganku tanpa disadari tetap tertuju ke arah warung bubur itu entah mengapa fokusku tertarik menjadi ke sana. Tidak lama ada suara ribut-ribut dari dalam tempat itu. Aku menjulurkan leher ingin tahu ada apa gerangan di sana karena teriakan-teriakan suara besar cowok-cowok.

“Heh, jangan ribut di sini!”

“Woi, udah udah!”

“Tahan weh biar nggak rame!”

“Ada apa sih ini woi dateng-dateng?”

“Rifando, lo kenapa dah?”

“Udah Dha, jangan dilawan!”

“Tahan Yudha woi!!!”

Aku mendengar nama-nama cowok itu disebut oleh suara pria yang keras. Aku segera meninggalkan Sasa. Nama yang disebut sepertinya tidak asing, aku mendengar nama Yudha dan Rifando.

Saat aku berjalan sudah masuk ke dalam warung bubur itu ada Rifando sedang berdiri ditahan oleh dua orang pria. Di hadapannya ada Yudha sedang dilindungi oleh dua pria lainnya. Aku melihat Yudha terlihat juga sedang menahan kesal sambil mengusap-usap pipinya.

“Ngapa sih lu ngamuk di sini?” tanya sosok pria bertubuh kekar, mahasiswa kampus kami juga.

Aku menganga melihat Rifando yang sedang menatap Yudha dengan tatapan nyalang, penuh kemarahan dan sedang menahan emosinya.

“Bajingan, lo apain temen gue? Ke mana aja lo selama ini kabur dari dia? Takut?” teriak Rifando marah.

Tidak ada yang menyadari keberadaanku di ambang pintu. Aku bingung harus bagaimana melihat Rifando sedang semarah itu memaki Yudha.

“Lo ngapain dateng-dateng nyerang gue, hah?” Yudha juga sama sekali belum sadar dengan kemunculanku. Matanya menatap balik marah dan emosi pada lawan bicaranya.

"Anjing, lo nggak sadar kalo gue ke sini buat siapa?
Brengsek!" Rifando berontak berusaha maju lagi untuk mendapatkan Yudha, namun dia ditahan oleh dua pria di depannya.

“Bro, udah. Lo kira ini tempat ribut? Arena tinju?” cetus orang yang menahan Rifando.

"Selesein baik-baik woi. Mau dilaporin ke Kampus karena berantem di sini?" Suara sang penjaga warung muncul di dekat deretan panci bubur.

"Sori Bang," kata Rifando menatap tak enak padanya.

"Udah sana keluar!" seru dua orang yang jagain Rifando sambil mendorong keluar warbur.

“Lepasin! Urusan gue sama dia! Ini si bajingan udah nyakitin cewek, temen gue,” kata Rifando.

“Siapa maksud lo? Andara? Andah?” balas Yudha galak.

“Ya iyalah siapa lagi? Siapa sahabat deket gue yang akrab sama lo? Ada berapa cewek yang udah lo sakitin emangnya?” Rifando bertanya balik. "Beneran bajingan lo."

“Sahabat ya, ck! Sori, gue nyakitin dia. Gue nggak pernah bermaksud—“

Kemunculanku ternyata disadari oleh Yudha yang tatapan arahnya menjadi padaku. Aku menahan agar tidak ikutan emosi karena melihat Yudha dicaci maki, bahkan sepertinya habis dipukul juga oleh Rifando.
Tubuhku lemas terutama tumit kaki, namun aku berusaha memaksimalkan kerja otot untuk melangkah menghentikan mereka.

MenepiWhere stories live. Discover now