29. Bun...

2K 231 54
                                    

Tidak ada yang lebih menyebalkan daripada melihat wajah yang sangat membuat kesal muncul saat membuka pintu kamar. Ini sudah siang sekitar pukul 1, waktu di mana sedang panas suasananya karena matahari terik. Enaknya bisa digunakan untuk leha-leha tidur. Namun aku mendapati orang ini berada keluyuran di  rumahku, entah mau ngapain.

“Astaga!” Aku terperanjat mendapati ada sosok cowok berkaus polos lengan pendek warna coklat tua berdiri depan kamarku. “Ngapain di sini?” tanyaku menyipitkan mata tak suka.

“Hai, mau ke mana?” Rifando menatap penampilanku. 

“Bukan urusan kamu.” Aku menutup pintu kamar berjalan melaluinya untuk menuju tangga.

“Andah, maafin kita. Nilla bilang dia nggak apa-apa kalo kita main bareng lagi, asal aku selalu izin ke dia saat pergi sama kamu.” Suara Rifando membuatku memutar bola mata.

“Bodo amat, memangnya siapa yang mau main sama kamu lagi? Aku udah nggak mau tau urusan izin jalan kayak gitu lagi. Aku nggak mau tuh main sama kamu lagi!”

“Ya udah, tapi maafin aku ya?”

Aku menarik napas dan menoleh padanya. “Waktu masalah sama Mala berapa hari aku marah sama kamu? Hitung aja lamanya kali ini bisa sampe dua kali lipatnya.”

“Hah? Waktu itu dua minggu, jadi sekarang bisa satu bulan? Wah, gila aja! Jangan dong! Andah, ini lagi bulan suci. Jangan marah sama orang!”

Bodo amat. Aku tak peduli lagi pada ocehan Rifando dengan meninggalkannya begitu saja. Rifando rasanya benar-benar ingin aku kuliti hidup-hidup. Bagaimana bisa ada makhluk menyebalkan macam ini di hidupku. Kenapa dia tidak menjauh saja, bukankah sudah sempurna bersama Nilla, sang pacarnya. Mengapa dia masih membutuhkan sahabat yang sudah tak mau menganggap dirinya lagi.

Di dapur aku mendapati Bunda yang lagi mencuci bahan masakan hari ini. Melihat aku muncul wanita itu menoleh heran. “Besok udah mau Malam Takbiran, masih mau keluyuran aja. Di rumah aja Neng Andah, Sayangku.”

“Kenapa? Belum ada acara apa-apa, katanya aku boleh beresin kamar besok aja. Itu Fando ngapain di sini? Bunda nyuruh aku di rumah, tapi ada makhluk itu keluyuran di sini! Sebel ihhhh!”Aku menghentakkan kaki ke lantai kesal.

“Husssh, jangan benci banget gitu. Nanti jadi suka loh,” sahut Bunda. “Itu Fando mau bantuin Kelvin katanya buat beresin gudang.”

“Udah suka dari dulu, sekarang jadi benci." Melihat reaksi Bunda yang siap mau ngomel aku memutuskan pamitan. "Udah ah, Bun. Aku mau pergi, daaah!”

Bunda menahanku. “Ey, kamu mau ke mana?”

“Rumah Yudha,” jawabku. “Tapi sekarang, mau ke warung Mamanya Sasa dulu.”

“Astaga main ke rumah cowok mulu! Andah, jangan gitu—“

“Bunda juga nyuruh aku main ke rumah Tante Emma mulu. Emang anaknya nggak ada yang cowok? Ibunya Yudha baik banget Bun, minta diajarin bikin pudding resep punya kita. Andah juga mau belajar bikin cilok dan seblak.”

“Astaga cilok doang! Cepetan pulang, kalo bisa buka puasanya di rumah aja. Soalnya Tante Emma mau ke sini nanti sore.”

"Ngapain?"

"Kangen sama kamu. Kenapa kamu sama Mamanya Fando?"

Aku menggaruk kepala gusar menahan decakan namun lolos sedikit gerutuanku. Anaknya itu nyebelin banget, kalau ke rumah Rifando kecil kemungkinannya tidak bersinggungan dengan Nilla. Rifando tak berperasaan banget pasti akan menyeret Nilla ke rumahnya.

Kami berdua saling memandang dalam diam saat ini, aku meresapi ucapan Bunda. Keheningan kami yang sibuk masing-masing pikirannya dikecohkan dengan suara sosok yang muncul di pintu dapur.

MenepiWhere stories live. Discover now