3. Kenapa aku marah?

3.2K 309 62
                                    

Dulu aku hanya mendengar cerita orang dewasa, di usia mulai 20 tahunan akan mengalami banyak perubahan. Salah satunya, adalah hal kecil yang awalnya kita anggap biasa saja, namun bisa menjadi menyakitkan. Sakit hati, kecewa, dan kesal. Semasa kita kecil, ketika tidak bisa mendapatkan sesuatu yang diinginkan bisanya cuma marah, ngambek, dan menangis. Lalu tangan orang dewasa itu akan berusaha memberikan apa pun keinginan kita. Semakin dewasa, tidak akan berjalan semudah itu.

Keinginan orang dewasa menjadi semakin banyak dan rumit. Tidak semudah itu juga untuk terwujud. Saat kecil, pikiran kita hanya hal-hal yang sederhana. Ingin rasanya kembali ke masa itu saat tak perlu memikirkan hal-hal yang rumit dan mengganggu pikiran saja.

Dulu juga aku pernah mendengar kabar burung bahwa anak semester 5 akan mengalami masa kuliah yang super sibuk-sibuknya. Kini aku sudah membuktikannya sendiri, tapi tidak seperti kebanyakan orang yang mengeluh, aku malahan bersyukur.

Aku bisa mengalihkan pikiranku ke hal-hal yang lebih baik dari sekadar berlarut dalam momen bernama patah hati. Menjadi sibuk fokus untuk belajar, mengerjakan tugas deadline Metodologi Penelitian, dan membaca buku-buku untuk menghadapi UAS.

Sebisa mungkin aku tidak bermain ponsel agar bisa menghindar dari orang itu. Aku tidak seperti dulu yang akan senang dihubungi, dan dikirimi pesan. Kali ini aku akan merasa sedih setiap namanya muncul di ponselku. Sudah berjanji pada diri sendiri akan melupakannya kali ini, setelah dia bertemu dengan perempuan yang sudah sangat sempurna untuknya.
Biarkan aku menjauh, menjadi yang terlupakan olehnya.

Di acara perayaan pergantian tahun baru beberapa hari lalu, aku sudah berhasil menghindarinya. Rifando mengajakku untuk bermain bersama malam itu dengan Nilla, dan yang lainnya juga. Mereka merayakan acaranya di Kafe Tiramissyou.
Bayangkan betapa sedihnya aku yang dulu menjadi bagian dari mereka, justru sekarang menepi. Aku tidak bisa lama-lama dekat dengan mereka.

Aku berhasil menghindar dengan menjadikan alasan tugas menjelang UAS yang bejibun, disertai aku kurang enak badan juga ingin istirahat di rumah saja. Ucapanku juga didukung bukti kalau misalnya aku dituduh berbohong. Beberapa hari setelah tahun baru aku sudah sibuk di perpustakaan mengerjakan tugas.

Saat ini aku sedang di perpustakaan kampus mencari-cari buku untuk mengerjakan tugas. Tidak ada yang lebih menjengkelkan saat kita berusaha keras bersembunyi, tetapi jadi bertemu di tempat yang tidak disangka-sangka. Aku tak salah melihat, sosok itu terlihat baru saja menghilang ke balik lemari buku-buku.

Aku langsung sigap, sedang menghindari Rifando yang tadi sudah terlihat sedang mencari-cari buku. Kami sedang berada di lantai dua di ruangan khusus buku Pengetahuan Umum. Aku berusaha menjauhi agar tidak terlihat olehnya. Saat sedang berdiri di depan rak buku bagian khusus Ilmu Hukum, aku dikejutkan dengan sapaan dari seseorang.

"Hei, Andah!" seru Rifando dengan senyuman simpul imutnya.

Kemunculannya membuatku terkejut, dan gelagapan. "Oh, hai juga!" Aku membalas seadanya, sesuai tips dari Sasa aku harus bersikap biasa saja.

"Lagi nyari buku di perpus juga, kamu udah sehat?"

"Udah kok."

"Kalo masih enggak enak badan jangan dipaksa nanti makin lama sembuhnya."

"Enggak kok, deadline juga udah di depan mata," jawabku dengan kekehan kikuk.

Rifando sedang memandangiku dari samping. Pria berkemeja hitam kebesaran itu melihat ke arah deretan buku yang sedang aku pegang-pegang. "Nyari buku apa?" Lalu pandangan dia menjadi ke arah rak yang letaknya lebih tinggi tidak terjangkau olehku.

"Hm-" Aku mendadak jadi bingung lupa aku sedang mencari buku apa. Belum sempat aku menjawab ada seseorang perempuan cantik berambut panjang datang dengan senyuman cemerlangnya.

MenepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang