6. Dia kangen?

2.7K 250 99
                                    

Aku sudah pura-pura sibuk sulit dihubungi sudah hampir tiga minggu lebih, bisa jadi nyaris lebih dari satu bulanan. Aku lupa, tak perlu mengingatnya juga.

Setelah semingguan UAS berakhir aku bisa memenuhi panggilan Bang Jay yang sering mengirim pesan nyuruh aku ke kafe di setiap akhir pekan. Kafe ini bernama Tiramissyou, dikelola oleh seorang pria berusia 30tahunan yang merupakan lulusan S1 Manajemen. Namanya Sanjaya Halim, kerap disapa Bang Jay. Pria itu adalah kakaknya sahabat Abangku. Bang Jay orangnya supel, baik, santai, dan rajin bekerja. Usil juga kadang.

Sebenarnya aku tidak sibuk banget, tetapi tugas dan UAS membuatku jadi bisa memiliki alasan untuk menghindari dari semua yang berhubungan dengan Rifando termasuk kafe ini. Tiramissyou. Tempat di mana aku pernah bahagia, tertawa saat kumpul bersama mereka, bisa kesal juga gara-gara Nindya si Youtuber yang pernah membuat persahabatan Rifando-Kelvin goyah, dan menangis ketika patah hati melihat Rifando menyatakan cinta pada cewek lain tepat di depan mataku.

Lama tak bermain mencari hiburan, aku menjadi jenuh dengan rutinitas membosankan dan kesepian itu. Aku rindu dengan kericuhan mulut rese pria abang-abang si Halim Brothers. Di hari Sabtu siang sekitar jam 1 siang, aku main ke kafe Bang Jay sambil membawa laptop mengedit tugasku-yang beberapa waktu lalu dikembalikan dosen oleh Pak Abraham untuk revisi, serta numpang internetan.

Aku memilih spot yang enak bawah pohon di Garden D, di tempat yang adem karena banyak pohon-pohon rindang. Aku mulai mengedit dan membaca ulang makalah tugasku yang belum selesai juga karena masih kurangnya materi.

Saat sedang fokus ada suara berat cowok mengganggu kegiatanku. "Hei, ke mana aja?"

Aku mendongak ketika ada yang mendekat dan duduk di depanku. Rifando membuatku mengerjapkan mata tak percaya, takut salah mengira bahwa aku hanya halu atau salah melihat orang. Tapi sosok berkaus putih dengan jaket berwarna milo itu sungguhan Rifando yang lagi memandangiku tak berkedip. Aku kira dia sedang sibuk tak akan muncul di kafe di siang hari bolong begini, dia kan punya cewek, masih di organisasi, dan dalam masa-masa sedang mempersiapkan Seminar Proposal Skripsi seperti Ardan. Kalau Kelvin jangan ditanya, dia masih berjuang belum sampai ke Bab 3.

"Biasa sibuk nugas, kamu ngapain di sini?" Aku berusaha biasa saja menghadapinya.

"Gapapa, kata Bang Jay ada Andah di kafe. Jadi aku belok mampir dulu sebentar ke sini. Mau ketemu sama kamu."

"Serius? Ngapain coba nemuin aku doang?" Aku memandanginya seraya mendengkus geli.

"Nggak cuma doang, Ndah. Kita enggak ketemu nyaris sebulan lebih. Dikirimin pesan dibalesnya seadanya, dan telepon nggak pernah diangkat. Aku susah nemuin kamu, dan aku sih enggak maksa nanya kenapa kamu jadi begini." Cowok itu terlihat sedang protes, sangat jelas dia sedang menahan agar tidak nyerocos panjang lebar menanyakan mengapa aku selama sebulanan ini sibuk sendiri.

Kalau di chat balas seadanya, jarang angkat panggilan suara atau video, di kantin fakultas kampus aku juga sulit ditemui, dan kalau Rifando main ke rumah aku akan sembunyi.

"Begini gimana maksudnya?" Aku bertanya tak paham. Berupaya tidak paham.

"Kamu menghindar, ada apa sih? Kenapa?"

"Enggak deh, aku memang begini. Maksudnya, emang ada yang aneh? Kita emang begini sejak dulu kan?" Aku langsung tertegun mengingat bagaimana kami sebelumnya. Aku yang sibuk sama tugas, Rifando yang sibuk dengan dunianya sendiri. Saat kami sibuk dengan masing-masing kegiatan tidak ada masalah.
Mengapa setelah beberapa bulan ini jadi masalah besar? Apa karena beberapa bulan ini kami menjadi lebih dekat selama bersahabat dengannya? Aku juga merasakan bahwa beberapa bulan ini hubungan persahabatanku dengan Rifando sangat mesra. Aku saja sih yang ngarep, buktinya dia jatuh cintanya pada cewek lain.

MenepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang