12. Ajakan gila

1.9K 206 19
                                    

“Mencoba bertahan sekuat hati, layaknya karang yang dihempas gelombang. Jalani hidup dalam buai belaka, serahkan cinta tulus di dalam takdir.”

“Tak ayal tingkah lakumu buatku putus asa, kadang akal sehat ini tak cukup membendungnya.”

“Hanya kepedihan yang selalu datang mentertawakanku, dan belahan jiwa tega menari indah di atas tangisanku.”

Gara-gara lagu Manusia Bodoh dari Ada Band yang terputar di playlist tadi pagi, aku terus-terusan menyanyikan lagu itu. Lirik lagunya seperti sedang menyadarkanku, karena itu aku banget.

Padahal kini aku sedang siap-siap menyisir rambut menimbang-nimbang untuk pergi nanti akan diikat satu atau dibiarkan tergerai. Sangat tidak cocok menyanyikan lagu galau yang suasananya lebih enak saat sedang menerungi nasib.

Di depan cermin aku sudah berhenti bernyanyi lagu Manusia Bodoh itu, gantinya aku sedang mengamati pantulan wajah yang sangat aneh di sana. Biasanya di sana aku melihat sosok wajah dengan pipi berisi, dagu penuh lemak, dan mata berseri-seri bahagia. Kini yang aku lihat adalah bayangan sosok perempuan berwajah tirus, dengan dagu kempes, dan mata yang menatap sayu kosong.

Siapa cewek ini? Ini Andah? Andah yang dulu sering heboh, sok cuek, dan ceria. Mengapa sekarang aku berubah menjadi sosok yang asing?

“Kak Andah, udah siap belom sih? Lama banget! Kenapa cewek lama banget dandannya sih?” Suara dari pintu kamar disertai gedoran keras itu, dan suara cowok cempreng yang mengganggu adalah Rafel.

Aku mendecih sebal. Bahkan aku belum memakai pelembab wajah, sunscreen, bedak, dan lip cream. “Iya, nanti dulu, udah jangan berisik! Jangan komen deh, sini dandan dulu kalo mau ngerasain sendiri.”

“Kak, jangan gila deh. Ditungguin Bunda di bawah katanya makan dulu sama minum jus mangga yang udah dibuatin!”

“Iya baweeeel!”

“Kak Andah, cepetan! Kata Bang Kelvin jangan kelamaan, nanti Kak Nat lama nunggunya di rumah!”

“Iya, berisik banget bocah. Nanti aku penyet kamu kayak semut yang bau! Protes lagi aku jejelin kaus kaki Ayah.”

Belum lagi si Rafel yang ngada-ngada bikin alasan, kalau lama berangkatnya nanti Natasya lama menunggu di rumahnya. Iya memang benar sih, tapi kan kita janji untuk menjemputnya tiba di rumahnya sekitar jam 1 nanti. Sekarang masih jam 11:30.

“Hahahaha,” si bocah resek itu sepertinya sudah kabur tak ada suara menggaggu lagi di depan kamar. Tapi aku mendengar suara benturan pintu seperti ada yang terjedot.

Dugh...

“Jangan resek ya, Rafeeeel! Jangan nguping kamar cewek, enggak sopan!”

“Nggak kok Kak Andah! Aku cuma nguping penasaran mau tau Kak Andah tuh lagi ngapain?”

“Mau dandan, sini masuk kalo mau aku bedakin dan pake lip cream,” kataku sambil tertawa geli.

“Ogah banget, tapi kalo maskeran mau!”

“Heh, kamu yang suka make juga masker bubuk Kakak yaaa?!” Nada suaraku berubah mengetahui anak itu cobain masker wajahku.

“Kata temenku kalo maskeran pake produk Korea nanti bisa semulus kayak Jaehyun NCT!” seru Rafel.

“Tapi ini kan masker Jawa, bukan Korea. Nanti mukamu jadinya kayak Paijo!”

Jangan tanya siapa Paijo, aku juga tak tahu.

“Itu bukan masker Korea? Pantesan nggak bisa-bisa bikin aku jadi kayak Jaehyun!”

“Hih, biji lidi! Awas ya kalo ikut pake masker ngabisin punyaku, pantesan aja ini cepet abisnya,” gerutuku sebal.

MenepiWhere stories live. Discover now