31. Hadiah terakhir

3.1K 285 111
                                    

Drrrt….

Drrtttt….

Drrrtttt…..

Getaran panjang itu mengejutkan tubuhku, karena posisinya yang langsung menempel pada tanganku. Saking tadi malam sudah ngantuknya sembari mengirim pesan live report dengan Jonny yang bertanggung jawab atas Rifando, aku sampai meletakkan ponsel persis di sebelah tubuhku. Aku jarang sekali meletakkan benda itu di atas kasur saat tidur menghindari risiko terjatuh.

“Hmmh?” Tanpa melihat namanya aku menjawab telepon itu. “Halo?” Baru mengucapkan Halo aku teringat belum tahu siapa yang menghubungi di pagi ini. Aku menegang beberapa detik melihat namanya adalah Rifando.

“Kamu baru bangun banget ya masih merem? Pantesan mau ngangkat, hehehe,” kata Rifando tertawa renyah.

“Doyi, kamu jangan ngomong kalo belum sadar, nanti aku nggak bisa respon kata-kata ngacomu lagi—“

“Maaf semalem, pesanku nggak usah dianggap serius. Aku mabuk, aku lupa kenapa bisa ngetik itu. Maaf kalo aku kurang ajar bikin kamu marah. Kalo aku nggak lihat pesan-pesan itu, nggak bakalan inget.”

“Ah, dasar gila. Kamu bikin aku serangan jantung ngajak dinner jam 11 malam. Ya udah, aku tau orang mabok emang nggak usah ditanggepin serius. Aku tutup ya mau mandi, bye—“

“Tunggu,” kata Rifando mencegahku mematikan sambungan telepon. Aku menantikan suaranya yang ingin bicara apa lagi. “Aku tadi baca apa yang aku ketik semalam, dan ingin aku tanya lagi ke kamu saat ini.”

“Apa?” Aku mendadak langsung sigap dan cemas menyelimuti hatiku.

“Apa kamu bahagia kalau aku putus hubungan sama pacarku?”

Aku mengerjapkan mata. Tidak langsung menjawab, namun mataku melihat pada toples kaca itu.

"Apa aku emang layak dapetin ini semua hanya karena aku nggak bisa mencintai kamu balik, Andah? Bikin aku berasa jadi orang paling jahat dan dibenci." Suara Rifando membuatku bergidik saking sedihnya.

“Kamu akan dapat jawaban banyak hal. Aku mau ketemu sekali aja hari ini. Aku mau ngasih sesuatu. Itu bukan barang mahal, yang mungkin udah kamu terima dari banyak teman-temanmu.”

“Hadiah? Apa? Diam-diam kamu mempersiapkan kado buat ultahku?” Ada nada riang tidak menyangka dalam suara Rifando.

"Ya kalo jawaban pertanyaan kamu itu bisa disebut sebagai hadiah. Tapi aku mohon, kamu harus terima jawaban itu."

"Jangan bikin kita makin runyam!" ancam Rifando galak.

Aku tertawa. “Ini acara tukeran kado terakhir untuk kita ya, Ndo, cukup berhenti di aku yang terakhir ngasih ke kamu. Nanti waktu aku ulang tahun, kamu nggak usah ngasih apa-apa lagi. Nggak usah lanjutin lagi.”

“Andah, aku sedih denger ini sumpah. Aku ke rumahmu ya sekarang,” kata Rifando. “Kamu bikin aku takut.”

“Aku nggak apa-apa kok. Nanti siang aja jam 11 ketemu di Gelato.”

“Oke. Aku jemput?”

“Nggak usah.”

💖💖💖

Rasanya aku tidak bakalan kuat membawa toples kaca itu kalau naik Ojek Online. Tidak bisa dibayangkan kalau jadinya bakalan tergelincir, dan pecah membuyarkan isinya ke aspal jalanan.

Begitu keluar rumah untuk duduk dulu di kursi teras ada mobil yang terparkir di depan pagar rumah. Aku segera menghampiri dengan langkah cepat.

Saat aku keluar dari pagar ada yang keluar dari pintu kemudi. Mata Rifando fokus pada toples kaca yang aku bawa. “Itu hadiah buat aku? Aku pernah ngeliat isi kertasnya itu kayak ada quotes, atau misi rahasia gitu. Wah, aku jadi penasaran sama isinya.”

MenepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang