21. Kenapa bisa terjadi?

1.8K 198 73
                                    

Untuk pergi ke acara pernikahan Alana, aku memilih atasan brukat berwarna navy, rok batik model span dengan motifnya berwarna biru-hitam, juga sepatu hitam setinggi 4 senti. Aku menyanggul rambut belakang dibantu oleh Bunda yang mau repot mengikat rambutku supaya ringan dan tidak gerah, lalu diberi jepitan cantik. 

Sasa juga tidak kalah cantiknya, perempuan berambut panjang dengan semiran coklat itu memakai gaun selutut warna merah. Natasya juga memiliki gaya sepertiku bedanya atasan dia brukat warna abu-abu muda, dan rok batik berwarna coklat seperti kemeja atasan Kelvin.

Kini aku bersama Sasa, Kelvin, dan Natasya baru turun dari parkiran sebuah gedung ballroom di dalam komplek sebuah Rindam. Kelvin dan Natasya tampak serasi saling berjalan dempet-dempet seperti aku di masa lalu, ah sudahlah kenapa aku bisanya hanya mengingat tanpa membuat kenangan baru lagi saja.

Ayo, Ndah, buat kenangan baru lagi!

“Mau pisah apa barengan nanti?” Kelvin menanyakan padaku usai kami menuliskan nama di buku tamu.

“Pisah aja deh nanti, tapi sekarang kita ketemu Alana-nya bareng-bareng!”

“Jagain Andah ya Sa, takut kenapa-napa,” celetuk Kelvin pada Sasa. Aku tahu makna aslinya adalah hal yang menyebalkan.

“Tenang aja Bang, adikmu ini Wonder Woman,” jawab Sasa mengedipkan sebelah mata padaku.

“Aku udah nggak peduli, aku kan cewek kuat dan mandiri!” seruku angkuh.

“Aku kagum banget, bisa dicontoh yang begini. Tetap bahagia, kuat, dan merasa dirinya bebas saat badai datang!” Natasya berkomentar juga.

Ya, tidak benar juga sih, karena aku butuh beberapa waktu untuk bangkit dan percaya diri. Aku galau sampai kurus, masih bisa dikatakan aku patah hati yang bahagia? Tidak! Itu dulu, sekarang aku bebas dan bahagia!

Kami segera menuju pelaminan lalu antre untuk menyalami Alana dan suaminya. Ya seperti urutan acara ke undangan seperti pada umumnya. Setelah turun aku dengan Sasa langsung antre ke tempat makanan berat alias langsung makan nasi. Sebelum kami sempat antre sudah ada yang datang menyapa kami berdua, tepatnya padaku.

Yovi, salah satu cowok anak OSIS di angkatan sama denganku. Cowok itu sudah berkacamata dengan raut wajah melongo melihatku sama Sasa. “Woi, akhirnya ketemu lagi anak angkatan gue! Andah sama Sagita kan?”

Lalu kami ber-high five ria seperti anak zaman sekolahan saja.

“Woi, Yovi!” Aku berseru. “Apa kabarnya?”

“Heh, elo kampret! Gila udah berapa abad gak ketemu? Sombong ya IG gue gak difolbek!” Sasa nyerocos pada teman sekelasnya dulu itu.

“Gue baik, Ndah. Lo gimana?” Yovi bertatapan jadi ke Sasa. “Followers gue kan ribuan, makanya lo Deem gue bilang kek minta folbek. Siapa tau gue kira akun lo fake apa ternyata akun jualan obat pembesar.”

“Halah, lo emang sombong mentang-mentang udah masuk STAN! Lo gila sih cuma berapa biji alumni kita coy yang bisa tembus ke sana!” Sasa masih ngeledek Yovi yang terkenal bikin heboh sekolah karena bisa masuk sekolah itu.

“Biasa aja, biasa aja,” sahut Yovi bercanda.

“Keren banget, kamu nggak mabok belajar di sana? Kuliahnya juga sesusah masuknya kan?” tanyaku kagum.

Yovi bergidik. “Jangan tanya, Ndah! Eh, kalian dateng sama siapa aja? Cantik-cantik gini masa sendirian, gandengannya pada ke mana?”

“Nggak bisa ikut,” jawab Sasa cengengesan. “Jadi sama Andah, Kelvin dan pacarnya.”

MenepiWhere stories live. Discover now