2. Kabur

3.7K 262 38
                                    

Kemunculan Sasa sungguh mengejutkanku di sudut lemari perpustakaan yang hanya ada beberapa orang. Aku sedang membaca buku-buku, mencari informasi yang masih aku butuhkan untuk tambahan materi tugas.

“Heh, acara kuliah hari ini diliburin karena ada Bazar Umum di FEB. Bisa-bisanya kamu di sini malah baca buku Perburuhan!” seru Sasa melipat kedua tangan depan dada.

Aku tersentak kaget, meski suaranya yang tidak pakai nada tinggi. Hanya berbisik tapi di ruangan sesunyi itu terdengar cukup jelas. “Psssst! Aku masih nyari referensi,” jawabku sambil tetap fokus melihat-lihat judul buku.

“Referensi apaan! Jurnal dan buku terbaru lebih banyak di Online."

"Butuhnya buku lama."

"Eh, Andah, aku tau kamu patah hati! Tapi jangan jadi begini!” seru Sasa gemas sambil menangkup kepalaku dengan tangannya agar menoleh ke padanya. Perempuan cantik berambut panjang itu sedang melotot gemas padaku. Aku mendengkus serta menepis tangannya yang usil memaksa diriku menoleh padanya.

“Siapa yang patah hati? Udah biasa aja keleus,” tandasku sambil melirik-lirik takut ada orang yang melihat kami.

“Yuk-yuk kita ke acaranya. Ini udah mau siang, kamu nggak mau ngemil apa gitu? Nanti kita ketemu sama Viska dan Tika juga. Have fun Ndah, jangan sedih galau gara-gara cowok! Ayolah!”

“Udah jangan bawel! Kamu duluan, aku mau rapihin buku dulu, dan nanti ketemu di bawah ya?”

Sasa tersenyum lebar mengacungkan jempolnya. “Awas ya kalo kamu nggak muncul, aku samperin lagi bawa si Viska dan Tika!”

Aku tak bisa membayangkan mereka bakalan berisik banget untuk mengganggu. Mereka sih muka badak yang suka berisik tanpa tahu malu, karena mereka beralasan nada bicaranya yang keras, lugas, dan berisik tak bisa diubah lagi. Sepertinya mereka biasa ngobrol sambil clubbing, jadinya terbiasa bicara dengan bersuara super keras.

Aku tak bisa seperti mereka yang bisa melupakan tugas, walau aku orangnya malasan, mager, dan kebluk untuk urusan tidur. Aku tetap fokus dalam mengerjakan tugas. Aku akan berusaha mengerjakan tugasku selain waktu malam hari, itu jelas jadwalku untuk tidur.

Gara-gara diancam Sasa, aku jadi ingin cepat segera mengambil tas di loker lalu menukar dengan kartu keanggotaan. Di lantai bawah sudah ada Sasa sedang celingukan sambil memegang ponsel.

“Heh Sa, yuk jalan!” Aku menyapanya agar dia sadar dengan kemunculanku.

“Eh, Abangmu bukannya BEM? Dia juga ikutan Kepanitiaan acara ini dong? Ini kan acara gabungan antar BEM fakultas.”

“Enggak tau deh, nggak pernah bahas acara ini. Dia nggak masuk panitia untuk yang acara ini kali. Kelvin kan habis operasi juga.”

Kami berdua berjalan dari Fakultas Hukum menuju gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Dari jauh sudah ada spanduk meriah yang berkibar mengelilingi jalanan menuju gedung tersebut.

“Acaranya di mana ya?”

“Tau kan kalo FEB tuh paling gede areanya di sini, di belakang gedung fakultas ntu kan ada taman luas. Yang dikelilingin empat gedung, yang tamannya biasa buat syuting sinetron.”

Aku jarang masuk ke gedung FEB, hanya pernah beberapa kali untuk sekadar berkeliling dan numpang jajan di kantinnya. Dan nemenin Sasa nyobain Vending Machine Coffee di sana.

“Iya-iya, Viska dan Tika ke mana nih? Nggak barengan sama kita?” Aku masih ingat dengan teman yang lainnya.

“Mereka udah di sana. Kamu yang nggak antusias sama tu acara!” cetus Sasa mencebik bibir seksi. Suara speaker semakin keras semakin kami melangkah mendekat pada tempat acara.

MenepiWhere stories live. Discover now