38 || Indignant

172 46 101
                                    

【Happy reading】
🖤🖤
.
«‹«‹«‹«‹

"Anger is a wind
which blows out the lamp
of the mind." - Robert Green, I.

Seorang pria memukul stir mobilnya diiringi desahan panjang. Ia tancap gas mobil yang melaju ke arah yang bahkan dia juga tidak tau.

"Aku lihat Ziya di depan restoran jepang, dia dibekap dari belakang. Aku coba bantu tapi gak bisa, aku teriak namanya tapi aku telat," ucap dokter Tasya dengan sekali tarikan nafas, membuat dokter yang sedang kedatangan pasien itu kaget bukan main.

Tapi, dokter Ozhan mencoba untuk tetap professional. Ia melanjutkan sesi konsultasi dengan mata yang bergetar khawatir.

Setelah lima menit mengobati pasien itu, dokter Ozhan pun langsung melepas snellinya dan melempar ke sembarang arah. Pria itu sigap mengambil kunci mobil dan memutar knop pintu ruangannya.

Dokter Ozhan mencoba menghubungi nomor Ziya yang sedari tadi unavailable. Ia sudah ke restoran yang dimaksud Datasya untuk mencari beberapa clue, but he found nothing.

"Damn it! Ziya kamu dimana?!" umpatnya kebakaran janggut. Lagi, dokter Ozhan mencari kontak seseorang yang mungkin bisa membantunya.

"Halo Juna?" panggil dokter Ozhan secepat telpon itu diangkat.

"Hallo Zhan, tumben nelpon ada apa?"

"Lo bisa bantu gue? Lacak keberadaan orang dari sinyal ipnya?"

Tin!!!

Tanpa sadar dokter Ozhan hampir menabrak nenek-nenek yang lagi nyebrang, membuat sang dokter menarik nafas panjang. He try to calm himself. Dia tau, kepanikan bisa berujung kurang baik.

"Gue gak bisa tapi ada temen gue yang emang khusus divisi itu. Memangnya kenapa?"

"I'll tell you later. Tolong bantu gue kali ini."

Setelahnya, telpon terputus. Juna atau Arjuna adalah kapten tentara tim Alpha, kenalan dokter Ozhan selama menjadi relawan di Pakistan.

Dokter Ozhan kembali menyusuri jalanan kota yang tidak terlalu ramai. Entah kemana stir bulat itu membawanya pergi.

***

Pintu usang kembali terbuka, sudah dua jam Ziya terkurung di ruangan kotor lama tak berpenghuni. Seseorang masuk ke dalam ruangan dan menjambak rambut gadis itu lagi. Ziya meringis, kulit kepalanya terasa terkelupas.

"Makan?" tanya pria itu seraya menarik kuat lakban hitam di mulut sanderanya.

Ziya diam, enggan menjawab.

"Kalau gak makan lo mati!" lanjut pria tadi dan langsung menyodorkan piring nasi ke depan Ziya. Bukan sodoran dengan tangan tapi piring itu diletakkan di lantai dan ditendang.

"Lo siapa?! Kenapa nyulik gue?!" teriak Ziya.

"Berisik!! Nyaring banget punya suara!" bentak si pria.

"Gue gak ada urusan sama lo. Lu cuma umpan," lanjut pria itu.

Alis Ziya bertemu, jika dia hanya umpan lalu siapa sebenarnya tujuan laki-laki yang kini merokok dengan kaki berselonjor di atas meja. Ziya panik, takut jika orang yang dimaksud adalah bunda atau kakaknya.

"Lepasin gue sekarang!" erang Ziya, meronta-ronta di atas kursi kayu.

Pria tadi memajukan wajahnya, mengembulkan asap ke muka Ziya membuat gadis itu terbatuk. Kemudian laki-laki yang tidak diketahui identitasnya membuka topi yang ia kenakan sambil tersenyum sinis.

To Have Eaten A Monkey || Bright Vachirawit ✔️Where stories live. Discover now