16 || Consequence

237 69 166
                                    

Semangat menjalani hari!!!
Happy reading ☺☺
......................................................................

"Dan akhirnya kita tetap tertidur dengan malam yang gelap."

Malam ke 7 atau tepatnya sudah seminggu para relawan itu berada di Pakistan membantu para korban gempa bumi. Malam ini Ziya, Jusi dan suster Elga berkumpul di depan posko mereka dan menikmati selir angin yang terasa begitu sejuk.

"Semoga operasinya berjalan lancar," mohon Jusi pada Sang Kuasa dan di aamiini oleh kedua perempuan lainnya.

Ya, tadi sore Maya di rujuk ke rumah sakit untuk melakukan operasi. Setelah di lakukannya diskusi oleh para dokter relawan dan dokter setempat akhirnya Maya di rujuk ke rumah sakit negara itu yang membutuhkan waktu sekitar 7 jam dari posko pengungsi. Beberapa dokter ikut pergi membantu proses operasi tak terkecuali dokter Ozhan.

"Suster, mereka udah di kasih obat kan? Udah tidur semua?" tanya Ziya saat dirinya menoleh ke belakang melihat tiap-tiap ranjang pasien.

"Iyaa sudah kalau nggak percaya tanya aja sama mereka sendiri," jawab suster Elga dengan nadanya yang menggoda.

"Heheh maaf sus cuma mau mastiin aja."

"Kakak kenapa mau jadi relawan?" tanya Jusi pada Ziya.

Ziya menghela nafas sebelum menjawabnya, "Karena langsung di pilih sama atasan. Dari pada di tolak terus kena skors mending turutin aja kan. Tapi setelah aku dateng kesini dan berbaur sama mereka aku merasa senang. Kayak seenggaknya aku pernah berbuat baik walau sekali."

"Weeessss.... Kek di luputin dosa aja neng, hahaha."

Mereka pun tertawa berkat respon suster Elga. Di tengah perbincangan itu, Ziya menoleh ke kanan tempat dimana posko 4,5,6 berada. Ziya melihat suster Mia berjalan keluar posko.

Ziya ingin memanggilnya tapi tidak jadi saat melihat Tiara muncul dan menggandeng lengan suster Mia. Sepertinya suster Mia dan Tiara menjadi dekat sekarang. Perhatian Ziya kembali pada suster Elga dan Jusi saat lengannya disenggol.

"Hah? Kenapa?" tanya nya.

"Kalau kakak gimana? Kisah cinta nya?"

Ziya kikuk, ia tidak memperhatikan pembicaraan mereka tadi alhasil ia tidak tau harus berkata apa. Ziya hanya cengingiran dan menggaruk tekuknya yang tidak gatal.

"Kalau saran suster sih, lihat dulu peluangnya. Kalau orang yang kita suka menyukai temen kita berarti kita mundur aja. Artinya hak mereka untuk saling bersama, tapi kalau orang yang kita suka menyukai kita terus kenapa harus mundur?"

Perkataan suster Elga seakan merujuk pada Ziya dan Ziya sadar itu.
Suster Elga melempar senyum pada Ziya yang kemudian menatap Jusi lalu memegang tangan Jusi seolah-olah juga menasihati anak kuliahan itu.

"Tapi....kalau kita belum yakin dengan perasaan yang kita punya antara cinta atau hanya sekedar suka lebih baik tinggalkan."

Suster Elga menjelaskan setiap kalimatnya dengan tekanan dan kelembutan yang pas, benar-benar seperti penasihat ulung.

Ziya merenung mendengarkan ucapan suster Elga. Ia sadar selama ini tidak ada usaha signifikan yang ia lakukan untuk cintanya. Ziya yakin 100% kalau dia mencintai seorang Ghaozan Serkan Sarim. Tapi keberanian nya hanya pernah datang sekali kemudian hilang begitu saja.

Saat pandangan Ziya tertuju pada rumput-rumput yang tumbuh di atas tanah, bibirnya bergerak sendiri.

"Untuk tau dia suka sama kita gimana?"

To Have Eaten A Monkey || Bright Vachirawit ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang