4 || Serendipity?

359 87 143
                                    

Cerita di revisi sedikit agar lebih rapi dan tersusun.
Happy reading 😊😊
.............................................................

"Ku ingat saat pertama kali bertemu, lalu ku pejamkan mata dan pergi ke tempat paling jauh."

Semua volunteer dari perusahaan tempatku bekerja berkumpul di depan pintu keberangkatan. Kami sedang menunggu antrian masuk ke kabin pesawat. Aku sudah izin dengan keluarga ku dan mereka mengizinkan hanya saja, berpesan untuk hati-hati selama disana.

Saat aku memberikan tiket pada petugas bandara tiba-tiba ada yang meneriaki namaku. Sumpah kenapa mesti teriak sih? Kan malu di liatin orang. Aku putar tubuhku untuk melihat sang terdakwa dan ternyata itu Tiara Faturasaad, temanku.

"Gak usah teriak juga kali. Nape lu kesini belum juga gue berangkat udah kangen aja?"

Tiara memegang dengkulnya dan bertumpu di sana. Nafasnya terdengar sengal, aku melirik rekan kerja ku yang masih mengantri dan kami sama-sama menggeleng tidak tau ada apa dengan Tiara.

Setelah dirasa nafasnya kembali teratur, Tiara mendongakkan kepalanya dan tersenyum sumringah. Kemudian, ia menunjukkan tiket pesawat juga buku paspornya. Mata ku melotot kaget, bertanya padanya melalui ekspresi.

"Gue ikut jadi relawan."

"What?!!! Yey! Gitu dong dari kemarin juga," layaknya anak kecil yang di belikan es krim kami saling berpelukan memancarkan aura kesenangan. Biarin deh kalau dilihatin orang lain hehehe.

"Tapi kenapa mendadak gini?" tanya ku setelah pelukan kami lepas.

"Gue ngelakuin ini demi cinta."

"Apaan sih alay bener haha. What did u mean?"

"Habisnya my crush juga jadi relawan," balasnya dengan mata yang berbinar.

"Maksudnya apa Tiara Sucipto kembaran Tiara Basro adiknya Tiara Blasenkie?" tanya ku bercanda sambil menunggu Tiara mengambil kembali tiket pesawatnya dari petugas bandara.

"Gue lihat di postingan sosmednya rumah sakit tempat dokter Ozhan kerja mereka juga ngirim beberapa tenaga medis. Finally, gue bisa ketemu dia langsung, padahal gue sebelumnya cuma bisa memantau dari sosmed doang."

Aku mematung, berbeda dengan Tiara yang antusias.

"Kok lo diem? Eh lu kan juga bisa ketemu dia. Nggak seneng?" Tiara menyenggol tubuhku pelan, mencoba membawa ku kembali pada kesadaran.

"Hah?"

"Kan dia senior lu pas di SMA. Harusnya lu juga seneng ketemu dia lagi. Even pas di sekolah kalian gak deket tapi setidaknya bisalah sapa-sapa manjaa uhuy bilang gini 'Pagi dokter, kenalin gue Ziya junior dokter pas di SMA' terus lo kenalin gue deh," ujar Tiara sambil memperagakan kalimatnya. Aku hanya tersenyum simpul menanggapi semangat itu.

***

Setelah melalui perjalanan yang cukup lama mungkin sekitar 23 jam di pesawat akhirnya kami sampai di Srinagar Airport, Kashmir, India.

Srinagar merupakan daerah yang berada di India bagian utara. Berbatasan dengan Pakistan dan memiliki sejarah panjang soal perebutan wilayah dan penentuan kedaulatan apakah Srinagar merupakan bagian dari India atau bagian dari Pakistan membuat daerah ini terkenal rawan. Tetapi sebelum kami melakukan perjalanan kesini, semua urusan keaman sudah di atur oleh perusahaan tempat kami berkerja.

Aku mencari tau perihal kota ini karena aku penasaran. Ternyata, kota ini sangat unik, Jammu dan Kashmir memiliki keunikan dimana ibukotanya berpindah tergantung musim. Saat musim panas, ibukotanya adalah Srinagar di bagian Kashmir. Saat musim dingin, ibukotanya pindah ke Jammu.

Tulisan yang ku kira seperti aksara menyambut indra penglihatan ku. Sangat berbeda, tulisan sambung yang terlihat hampir sama di tiap hurufnya. Aku pun dapat melihat dengan jelas pemandangan alam yang menakjubkan. Kashmir di hiasi dengan pegunungan himalaya yang menjulang tinggi.

"Fotoin dong Ra," pinta ku pada Tiara. Sebenarnya dari tadi aku memperhatikan gerak-geriknya yang riwel dengan semua barang bawaannya.

"Ribet banget ah elah! Nih koper kenapa juga harus nyangkut resletingnya sih!" gerutu Tiara.

"Hahaha mangkanya jangan sampe selemari lo bawa."

"Diem! Lagi esmosis gue. Lu foto aja sendiri pakek tongsis atau minta tolong Mitha, Putri, banyak kali orang disini selain gue," kesalnya.

"Yee maap. Gue juga yang di semprot."

"Excusme, are you guys are volunteers from the Microbit Gemilang company?"
(Permisi, apakah kalian semua relawan dari perusahaan Microbit Gemilang?)

Aku dan rekan-rekan kerja yang lain menoleh kesumber suara. Seorang pria berbadan besar dan berkulit hitam khas orang India datang menghampiri kami. Jawaban pria tadi telah di tanggapi oleh salah satu temanku yang lain.

"Then, my name is Sanjiv. I am responsible for all of you here. Thank you for being willing to help the earthquake victims in Pakistan and because we cannot land directly in Pakistan, therefore, we will go there using mini bus in 30 minutes. Bring important items such as clothes, medicines, and so on. Then the others, will be left at the hotel here," jelas pria yang barusan ku kenal sebagai Sanjiv. (Baiklah, kenalkan aku Sanjiv. Aku bertanggung jawab terhadap kalian semua selama disini. Terima kasih sudah bersedia untuk membantu korban gempa bumi di pakistan. Dan dikarenakan kita tidak bisa mendarat langsung di bandara Pakistan maka kita akan menuju ke sana menggunakan bis selama 30 menit.
Bawa barang-barang kalian yang penting saja, seperti pakian, obat-obatan, dan sebagainya. Sisanya, akan di tinggal di hotel yang ada disini.)

"Sorry, aren't we sleeping at hotel?" Tanya Mitha, anggota relawan lainnya. (Maaf, apakah kita tidak tidur di hotel?).

"No. We will sleep in a tent that has been prepared." Jawab Bapak Sanjiv. Ayolah, kurasa ia sudah cukup umur jika di panggil dengan sebutan bapak.(Tidak. Disana, kita akan tidur di tenda yang sudah di siapkan).

Aku bisa melihat wajah tak siap menderita dari semua relawan. Aku menahan tawa lagi pula, jika sudah bersedia lalu kenapa harus mengeluh?

"Em excuse me, does the doctors volunteer has arrived?" Kali ini pertanyaan yang keluar dari Tiara. God! Aku ingat tentang ini. (Maaf, apakah dokter-dokter relawan sudah sampai disana ?)

"Doctors? they have come." (Dokter? mereka sudah sampai).

Selanjutnya, kami semua mengekor di belakang Pak Sanjiv dan menaikki mini bus yang ternyata sudah menunggu dari tadi. Didalam mobil fikiran ku kembali meracau.

Apakah kami akan bertemu lagi Bahkan setelah sekian lama? Apakah ia akan mengenaliku? Tidak, dia mana tau aku, memangnya aku siapa? Mungkin kami hanya akan saling berlintas saat berpapasan.

❄❄❄

To Have Eaten A Monkey || Bright Vachirawit ✔️Where stories live. Discover now