Chapter 5

4.9K 354 13
                                    

Vote dulu sebelum membaca.

Nadia memandang tulisan angka penuh coretan yang ada di buku matematikanya serta nilai yang tercantum disebelah soal dan jawaban. Salah jurusan mungkin itu adalah yang sedang Nadia alami, harusnya Nadia sadar diri dari awal mendaftar, sudah tau otaknya sering ngeblank dengan matematika dan fisika, masih saja ambil jurusan Ipa, setelah berjalan satu tahun dia baru sadar bahwa dirinya lebih suka berinteraksi sosial dan tertarik pada ilmu ekonomi daripada harus menghapalkan rumus rumus matematika dan kimia yang bisa membuat otaknya ngebull secara tiba tiba.

Tapi setiap keburukan pasti ada sisi baiknya juga, Nadia tidak perlu lagi berpura pura bodoh didepan Vano nanti karena dia memang benar benar bodoh dimatematika, jadi aksinya akan berjalan mulus, ilmu dapat, cogan juga dapat.

"Buru buru amat, belom bell masuk," tanya Rahma.

"Gue mau cari Vano, tadi malam dia ngajak gue ketemu pagi ini buat ini nih," Nadia menunjuk buku matematikanya, "suruh nandain mana yang nggak paham, jadi gue bawa ini semua, soalnya emang gue dari dulu nggak pernah paham mtk."

"Mau gue temenin," tawar Rahma.

"Nggak usah Ma, gue bisa sendiri masa pdkt ditemenin, mending lo juga cari cowok aja sana nggak bosen sendiri mulu." Nadia tertawa.

"Halah lo juga masih jomblo Nad, ingat belom jadian, huh," jawab Rahma.

"Otw nih, wlee."

🍑🍑🍑

Nadia membawa beberapa buku paket ditangannya. Mencari Vano di setiap penjuru ruangan Sma Rajawali, dimana cowok itu berada? Tumben tumbenan tidak berada ditempatnya, kelas dan lapangan. Mata Nadia terus menelisik ke setiap sudut mata memandang, perasaan apa yang membuatnya mencari sosok Vano hingga ke arah rooftop.

"Bughh." sayup sayup Nadia mendengar suara perkelahian yang asalnya dari atas, dirinya segera mempercepat menaiki tangga. Matanya menatap tajam pemandangan didepannya, lalu dirinya bersembunyi dibalik tumpukan kardus untuk melindungi diri.

Seorang cowok dengan seragam tak terkancing memakai kaos hitam didalamnya memegang kerah baju Vano dengan kasar, mata keduanya saling bertumbuk memancarkan kesengitan.

Nadia sepertinya tidak asing dengan wajah lawan Vano.

"Alvaro." Nadia menginggat cowok yang kemarin memberinya seragam dengan nama Alvaro.

Sedangkan dibelakang mereka sekumpulan anak laki laki sudah siap dengan tongkat besi khusus tawuran mereka yang berguna untuk menghantam musuh.

"Percuma gue ambil nyawa lo kalo lo nggak bisa balikin dia lagi, gue nyesel pernah percayain dia ke cowok dingin nggak berperasaan kaya lo, dia udah sayang banget sama lo tapi lo yang nggak tau diri malah selalu ngehindarin dia, kalo lo nggak suka seharusnya lo bisa bilang itu awal awal jadi gue bakal tetep ngejar dia, dan dia bakal masih ada didunia ini ." Alvaro memukul wajah Alvano tepat, sekali pukulan saja sudah mampu membuat pelipis Alvano mengucurkan darah segar.

Nadia menutup mulutnya sendiri, matanya masih belum bisa berkedip, rasanya dia mampu merasakan kesakitan yang dialami oleh Alvano.

"Atau mungkin gue bakal ngirim lo ke kematian lo, supaya lo bisa minta maaf ke orangnya langsung." Alvaro menyunggingkan bibirnya, senyum devil.

Anehnya lagi Alvano tidak membalas perlakuan Alvaro yang semena mena memukulinya, cowok itu pasrah tanpa melakukan perlawanan, bahkan pandangannya kosong sedang memikirkan sesuatu.

Nadia berteriak didalam batinnya agar Alvano melawan namun cowok itu masih sama pasrah dengan lawannya.

"Tidak bisa dibiarin kalo gue nggak bertindak gue juga bakal jadi saksi pembunuhan keji di sekolah ini," monolog Nadia.

Nadia mengeluarkan handphonenya dan segera menghubungi Rahma.

"Halo ada apa Nad."

"Buruan bawa guru Bk atau siapapun, lo ke atap sekarang."

"Ada apa emangnya."

"Ada yang berantem buruan cepat Ma, nggak usah tanya tanya dulu ini antara hidup dan mati seseorang," ujar Nadia gemetar, suaranya Ia buat selirih mungkin agar anak anak lain yang berada dibelakang Varo tidak mendengarnya. Bisa bisa bukan hanya nyawa Alvano saja yang melayang namun dirinya juga iya.

"Sekarang Nad," ujar Rahma polos dari sembarang.

"Nggak Ma, setelah lo naburin bunga mawar dikuburan gue, ya sekarang lah," teriak Nadia kesal, bisa bisanya si Rahma telmi tidak tau situasi kondisi.

Deg.

Jantung Nadia seakan berhenti mendadak setelah Haikal merebut paksa ponselnya.

"Ngapain lo, sini ikut gue." Haikal menarik paksa tangan Nadia kedepan mereka.

Alvano yang masih diam dengan penuh luka diwajah, cowok itu menunduk, sedangkan Alvaro yang sudah berada diambang amarah sudah bersiap akan melayangkan pukulannya kembali ke arah Alvano.

Nadia melepaskan genggaman Haikal pada dirinya, berlari berada di tengah Alvano dan Alvaro, Nadia merentangkan tangan, memejamkan matanya.

"Cukup," teriak Nadia.

Alvaro menghentikan pergerakannya dan menghempaskan pukulannya ke udara.

"Lo siapa ikut campur masalah kita," tanya Alvaro.

Nadia susah payah menelan ludahnya.

"Gu--gue bukan siapa siapa yang juga nggak sengaja lewat, tapi apa tindakan pengecut lo yang nyerang musuh dalam kondisi tak berdaya kayak gini patut dibiarin, lo tuh nggak lebih dari seorang pecundang tau nggak," Nadia mendorong badan Alvaro dengan telunjuknya, namun badan cowok itu bergerak secentipun tidak.

Alvaro tersenyum miring, mencondongkan badannya ke hadapan Nadia.

"NGGAK USAH IKUT CAMPUR MASALAH GUE, LO NGGAK TAU APA APA, JANGAN PAKSA GUE BUAT MUKUL CEWEK," teriak Alvaro tepat didepan wajahnya, suara lantang yang memekikan bergema ditelinga Nadia, membuat nyalinya tambah menciut.

"Alvaro." geram Alvano dari belakang, seperti mendapatkan kekuatan dari mana, Alvano sekarang yang gantian memegang kerah baju Alvaro. Melihat bosnya diperlakukan seperti itu pasukan belakang bersiap memukul dengan tongkat besi mereka, namun dengan cepat Alvaro memberi kode untuk mereka diam tidak ikut campur.

"Alvano, Alvaro cukup! dan Kalian semua juga ikut ke ruangan saya sekarang," Pak Bayu datang bersama dengan Rahma dan Wanda, Nadia menghela nafas lega. Mereka mengikuti Pak Bayu dibelakang menuju ruangan Bk.

"Lo nggakpapa Nad," Rahma meraba wajah Nadia memastikan badan sahabatnya masih utuh.

Nadia mengangguk "Nggakpapa, gue baik baik aja."

Rahma menyodorkan air putih, "diminum dulu."

"Sebenernya masalah antar 2 saudara kembar itu apa sih sampai sering ribut kayak gini," Wanda mengelengkan kepala.

"Syorrr," Nadia menyemburkan air yang barusan Ia tengak ke arah mereka berdua.

"Ih Nadia lo jorok."

"Anjir basah baju gue."

"Nad, Nad lo kenapa." Rahma mengayun ngayunkan tangannya tepat diwajah Nadia. Gadis itu mendelik tak berkedip, otaknya bekerja maksimal.

"Ja- jadi mereka berdua ternyata saudaraan, terus kenapa Alvaro tega ngelakuin kayak gitu ke saudara kandungnya sendiri," ucap Nadia gemetar.

"Ya gue juga nggak tau."

"Rumor yang beredar kalo si Alvaro udah benci sama seseorang dia nggak akan pernah mandang bulu, orangnya sadis," ujar Wanda.

Nadia menelan ludah, Aduh mana tadi dia ikut campur, habis sudah riwayatnya.

🌻🌻🌻

ALVARO NADIA [COMPLETED]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz