Chapter 40

3.6K 269 24
                                    

Mata Nadia seketika menuju pada darah yang tak berhenti mengalir dari pelipis Alvaro.

"Aa itu pasti sakit ya," ujar Nadia.

Alvaro mengusap pelipisnya, darah segar ada di tangannya, Dia sempat sempatnya tersenyum.

"Nggak kok, gue lebih sakit kalo lo nghindarin gue Nad."

Nadia berdiri, Alvaro mencegahnya dan menyuruh Nadia yang masih syok atas kejadian tadi untuk tidur aja.

"Mau ngapain, disini aja biar gue yang ambilin apa yang lo mau," tawar Alvaro.

Nadia trenyuh, hatinya tersentuh dengan perlakuan Alvaro yang tulus padanya.

"Alvaro sebelum lo mengkhawatirkan orang lain mendingan lo khawatirin diri lo sendiri aja deh, luka lo parah banget." Mata Nadia berkaca kaca.

"Enggak papa, bentar lagi dokter pribadi Papa bakal datang buat ngobatin, sekarang lo tenangin diri lo aja Nad."

Nadia baper, bisa bisanya Alvaro masih memperdulikan dirinya padahal kepala laki laki itu berlumuran darah, diliat saja Nadia sudah dapat merasakan sakitnya.

Nadia menatap sekeliling, Ia baru menyadari. Dirinya berada ditempat asing baginya.

"Ini ada dimana?"

"Oh ini dirumah gue, di kamar tamu."

"Maaf ya Roo, gue nyusahin lo."

Alvaro membelai pipi Nadia, dan mengakhiri dengan mencium sekilas bibirnya.

"Jangan pernah minta maaf, kebahagiaan lo kebahagian gue juga, kesedihan lo kesedihan gue juga."

Alvaro menyamakan wajahnya dengan wajah Nadia, badan Nadia kaku, degup jantungnya memburu laki laki itu selalu saja berhasil membuat Nadia salting. Alvaro memiringkan kepalanya untuk mencium bibir Nadia, gadis itu pun memejamkan matanya. Saat jarak tinggal beberapa centi...

Krett...

Pintu terbuka. Karina datang membawa semangkuk bubur dan air putih di atas nampan. Alvaro dengan cepat menarik diri ke tempat semula. Nadia blushing, jangan tanpa malunya, kegep Mamanya Alvaro.

"Eh Mama nganggu ya maap maap." Karina terkekeh melihat keduanya salah tingkah dan canggung.

"Alvaro, Dokter Fandy udah datang, kamu langsung ke kamarmu aja, biar nanti temen kamu Mama yang jagain." Karina meletakan nampan di atas nakas.

"Pacar Ma," lirih Alvaro.

"Ya okeh calon istri kamu," goda Karina.

Selepas Alvaro pergi.

Hening.

"Buburnya dimakan dulu ya." Karina duduk dipinggir ranjang, membantu Nadia duduk bersandar.

"Mau disuapin?"

"Bisa sendiri tan," ucap Nadia malu malu.

"Biar tante aja deh." Karina mengelus rambut Nadia, hatinya senang.

"Wajah kamu tante hapal tau."

Nadia tersedak. Karina dengan cekatan memberikan minum.

"Maaf maaf ngagetin ya, nggak maksud tante tuh, tante hapal wajah kamu soalnya sekamar Alvaro tuh isinya muka kamu, awalnya tante pikir Alvaro punya cita cita buat jadi fotographer eh setelah diliat liat wajahnya sama semua jadi kamu, kayaknya kamu spesial banget buat Alvaro."

Nadia tersedak jilid dua. Karina hanya bisa berbicara dalam batin nih anak gampang kagetan, atau jangan jangan kecilnya nggak diadzanin.

"Kamu sama Alvaro pacaran?"

Nadia mengambil nafas dalam dalam sebelum menjawab, tentu saja sekarang Ia sedang gugup.

"Kami masih temen kok tan," ucap Nadia dengan canggung.

"Aahh, kasihan anak tante digantung kayak jemuran," ucap Karina lirih dengan kekehan. Nadia masih dapat mendengarnya. Jadi nggak enak.

"Kamu lanjutin ya, tante mau ke Alvaro dulu, takut tuh bocah mati." Karina mengelus dan diakhiri ciuman kening. Entah kenapa Nadia nyaman dengan perlakuan sepele itu yang Ia tak bisa dapatkan dari Mamanya, Nadia memaklumi itu, setelah Cahyono pergi Nayla lebih memfokuskan diri ke kerjaan dan Nadia sering tak terurus, Nadia kangen suasana seperti dulu. Nadia mengeleng. Ahh apa yang baru di pikirkan, seharusnya Ia bersyukur bukan malah membanding bandingkan.

****

"Gimana dok?," tanya Karina yang gelisah dengan keadaan anak sulung paling nakalnya itu.

Dokter Fandy menghela nafas panjang sebelum berbicara yang pastinya akan membuat orangtua pasien bersedih, ini juga bukan kali pertamanya Dokter Fandy menangani Alvaro, anak itu berulang kali mengalami kecelakaan terlebih lagi setelah ikut geng motor, dan ini  luka kepala Alvaro yang kesekian kalinya. "Anaknya punya sembilan nyawa ya buk," canda Dokter Fandy.

Karina yang semula cemas beralih lega, lalu terkekeh.

"Biasa anaknya kuat dok, keturunan saya tuh."

"Ah ibu bisa aja."

"Beneran nggakpapa dok."

"Tidak ada luka serius dikepalanya hanya memar memarnya saja yang cukup parah, saya sudah kasih salep dan obat. Jangan lupa diminum sama istirahat yang cukup ya bu."

"Alhamdulillah," Karina sujud syukur.

"Saya pamit dulu ya bu, terimakasih." Dokter Fandy pulang.

"Tante?" panggil Nadia.

Karina menoleh mendapati Nadia yang sudah keluar dari kamar dengan  masih sedikit kelimpungan.

"Eh kamu kok udah bangun aja, ayo kembali ke kamar. Istirahat aja. Malam ini kamu tidur disini baru besok pagi tante anterin kamu pulang." Karina meraih lengan Nadia, memapahnya karena gadis itu masih pusing. Jam menunjukan pukul 23.45, parah Nadia lupa tak memberitahu Mamanya padahal Ia sudah janji akan pulang jam sepuluh malam pada Mamanya. Ia juga tak membawa hapenya soalnya masih tertahan di sekolah. Dan Ia pun tak hapal nomer telepon Mama ataupun kakaknya. Ya udah lah piker keri.

"Tante saya boleh masuk."

"Oh boleh boleh, tapi jangan perkosa Alvaro ya," ujar Karina. Nadia terkekeh, menurutnya Karina adalah Mama idaman humoris yang pastinya juga penyayang sekali, pasti beruntung kalo punya mertua kek gini, hidupnya nggak bakal lempeng datar.

"Astaghfirullah tante, kalo si Alvaro jadi Jaehyun bakalan Nadia perkosa tan, tapi Alvaro lebih cenderung ke Bekantan jadi Nadia pikir dua kali deh," balas Nadia.

Karina terkekeh sambil memegangi perutnya. Ia mengusap airmata yang keluar dipinggir matanya.

"Ya Allah Nad, tante jadi nggak sabar kamu jadi menantu tante, kita sefrekuensi. Besok kapan kapan nonton konser bareng ya."

"Tante kpopers juga."

"Iya dong."

Akhirnya Nadia malah nghibah tentang bias bersama Karina, canda tawa bersama sampai lupa Alvaro.

"Hahahahah, ya udah tan, Nadia kedalam dulu ya."

"Oh iya lupa, anak tante lagi sekarat. Masuk gih Nad, biar kamu yang ngurusin. Tante tidur dulu ya, eh awas dia manja."

Tbc.

ALVARO NADIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang