Chapter 13

4.1K 310 36
                                    

"Pleasee tolong Ro, gue tahu Lo orangnya baik tolongin sahabat gue, kasihan dia."

Rahma dan Wanda tidak henti hentinya membujuk Gervanest untuk mau membuat Nadia kembali dengan selamat dari cengkraman Jaguar.

"Alvaro, Lo masih inget kata kata Lo tadi pagi, kalo Lo emang laki laki sejati, Lo harus bisa buktiin ucapan Lo, bukan sekedar omong doang ke Nadia." Rahma mencoba menginggatkan Alvaro atas kejadian tadi pagi saat di kelas.

"Udah banyak yang bilang." Nadia ketus.

"Berarti gue bakal bilang sesuatu yang lain dari biasanya orang bilang."

"Apa."

"Gue suka sama Lo, mulai sekarang kita jadian, Lo milik gue sekarang, gue nggak bakal biarin ada orang lain yang bakal rebut Lo dari gue."

"Lagian juga dia juga nolak mentah mentah Lo, Bos, udah nggak usah didengerin," ujar Haikal.

Nadia semakin tidak bisa mengontrol degup jantungnya yang memburu saat Ia merasa dinginnya belati yang sudah menyentuh lehernya.

"Gue nggak salah apa apa, kenapa lo mau ngelukain gue sih."

"Diem lo," bentak Devan keras.

Nadia terdiam.

"Gue minta Gervanest menyerah sekarang dan mengakui kekalahan atas Jaguar atau nggak gue nggak segan segan buat ngilangin nyawa cewek ini," ancam Devan, baginya sekarang cara tidak penting, yang terpenting adalah hasilnya. Seperti sebelum sebelumnya Jaguar selalu menghalalkan segala cara untuk mengalahkan Gervanest.

"Ck, lo pikir gue bakal peduli sama dia." Alvaro melangkah maju mendekati Devan dan Nadia.

"Sampe Lo berani melangkah lebih dekat, gue nggak bakal jamin dia bakal selamat." Devan mulai gemetar dengan muka seram Alvaro yang sulit diartikan, santai tapi menyeramkan dingin menusuk.

"Coba saja."

Nadia merasa belati itu semakin mengenai lehernya, dinginnya cairan merah yang melewati kulit leher ke bawah hingga menetes di seragam putihnya, membuatnya memejamkan mata.

Semua orang terdiam, saat melihat gadis yang Devan tawan sudah berlumuran darah dibagian lehernya.

"Nadiaaa." Rahma tidak kuasa menopang badannya melihat tragedi didepannya, badannya limbung, pingsan, untung saja disampingnya ada Haikal yang menangkapnya.

Wanda tidak bisa menahan amarahnya melihat temannya disakiti, walaupun Nadia ngeselin, nyebelin, suka membuat dirinya gagal menabung, dan sering kentut didepannya, namun Nadia adalah orang special yang membuat masa masa Smanya sedikit berwarna. Belum sempat Wanda akan berjalan ke arah Devan, tangannya sudah dicekal oleh Reno.

"Apaan sih, lo nggak liat temen gue lagi sekaratul maut lepasin nggak." Wanda mencoba melepaskan genggaman Reno, namun cengkraman laki laki berotot ini lebih erat.

"Nggak usah ikut campur, temen lo bakal selamat, jangan bikin suasana tambah ricuh, lo para cewek bisanya cuma bikin masalah terus."

Gervanest sudah siap siap akan menyerang, Alvaro mengangkat tangan kanannya, menyuruh anggotanya mundur.

Sekarang nyawa seseorang ada pada keputusan yang harus Ia buat dalam waktu secepat mungkin.

Alvaro menatap dalam mata sendu Nadia, rasanya sekarang Nadia ingin mengatakan kepada semuanya bahwa dirinya baik baik saja.

Kenapa?.

Ya, Nadia memang berlumuran darah, namun dirinya tidak merasakan sakit sedikitpun di bagian lehernya, dirinya baik baik saja. Darah yang mengalir itu, darah yang berasal dari tangan Devan sendiri, laki laki itu mengiris tangannya sendiri, tapi membuatnya seakan akan itu darah dari leher gadis itu. Nadia tidak mungkin berteriak jujur, yang ada dirinya bakal benar benar dibunuh.

Alvaro mendekat, meraih kerah baju Devan.

"Sampai kapanpun gue nggak bakal biarin Gervanest buat kalah atas Jaguar, tapi gue bakal menyerah kalah atas diri gue sendiri, Lo sama anak buah Lo bisa bebas buat mukulin gue, gue nggak akan ngelawan, gue juga bakal ngelarang anak Gervanest buat belain gue, tapi gue minta Lo," tangan Alvaro menunjuk Nadia, "lepasin dia."

Devan menyeringai, tidak sia sia juga Ia melukai dirinya sendiri.

Devan melepaskan dan mendorong Nadia, hingga gadis itu menabrak dada Alvaro.

"Tunggu gue di parkiran sekolah, gue janji bakal nganterin lo pulang."

🐮🐮🐮

"Gue cabut duluan ya, Mama gue minta dianterin, sory banget ya Nad, Ma gue pulang duluan." Wanda pamit setelah mendapat 356 kali panggilan dari Mamanya.

"Nggak papa kali, gue bisa jaga diri, Ma kalo Lo mau pulang nggak papa, duluan aja lagian rumah Lo juga jauh, kalo nanti kesorean Lo nggak bakal dapet angkot lagi gimana," ujar Nadia, rumah Rahma dari sekolah memang jauh jaraknya membutuhkan waktu sekitar 1 jam lebih untuk bisa pulang atau pun pergi.

"Lo gimana?"

"Gue bakal nungguin Alvaro disini, gue nggak enak sama dia, sekalian gue mau minta maaf, ngerasa bersalah banget gue udah bikin masalah buat mereka semua," ucap Nadia, dirinya merasa sangat berutang budi sekarang pada Alvaro.

"Cepet gih, buruan pulang ntar Lo dicarin emak Lo." Nadia memaksa agar Rahma cepetan pulang dan tidak usah menghiraukan dirinya.

"Lo nanti gimana?"

"Nggak papa, disini aman kok, nggak ada anak Jaguar yang berani kesini."

"Ya udah gue balik duluan ya, lo yakin bisa disini sendiri? Ntar ada penghuni sekolah, xixixixix "

"Iya ih bacot banget sih Lo, kayak nggak tau aja, ini kan Nadia."

"Kok gue lupa sih, Lo kan kembarannya kunti."

Nadia menatap arloji ditangannya, menunjukan pukul 16.13, tidak, bukan karena dirinya takut sendirian di parkiran sekolahan ini, namun dirinya khawatir dan cemas dengan Alvaro yang tidak kunjung datang.

Bukan karena dirinya mulai suka dengan Alvaro, tapi Dirinya kepikiran nasib Alvaro sekarang bagaimana?, apakah masih hidup, atau sudah tak bernyawa, menginggat Jaguar yang memang sudah mendendam kebencian akan laki laki itu kini akhirnya bisa kesampean juga meluapkan amarah tanpa ada perlawanan pasti tidak akan melepaskan Alvaro dengan mudah.

Perasaan bersalah membuat Nadia setia menunggu sampai laki laki itu datang menemuinya sesuai janji.

🐛🐛🐛

Gervanest sudah pada pulang ke rumah masing masing setelah pertempuran yang sedikit melelahkan dengan Gervanest yang masih memegang gelar kemenangan. Tapi Toni, Dodit, Haikal, Reno, dan juga Alvaro mampir dulu ke basecamp mereka, sebuah ruko kecil yang Alvaro sewa untuk tempat Gervanest melepas lelah dan mengungsi saat tidak dibukakan pintu oleh orangtua mereka.

"Ro Lo kok tadi tadi rela sih digebukin sama mereka sampai kayak gini cuma gara gara tuh cewek," ujar Toni.

Toni mengkompres luka Alvaro dengan kain yang berisi es batu.

"Arggg."

"Alvaro, Lo nggak seharusnya tadi mau dipukulin sama mereka, biarin aja Gervanest kalah, mereka sekarang yang seneng bisa ngalahin Lo, Lagian Lo tadi ngapain sih nggak biarin kita buat bales mereka," ujar Reno.

"Kalo gue nyerah atasnama Gervanest gue bakal ngerasa jadi pemimpin yang gagal buat kalian, kalo gue biarin tuh cewek sampai mati ditangan Devan, gue juga nggak akan pernah bisa maafin diri gue sendiri buat kedua kalinya."

Alvaro membesarkan kelopak matanya.

"Jam berapa sekarang?" jawab Haikal.

"Bangsat, gue lupa anak orang ketinggalan."

Tbc.


ALVARO NADIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang