ELGARA | 09

207K 25.7K 1.4K
                                    

"Aku tidak akan pernah melupakan satupun moment yang pernah aku lalui bersama kamu. Tapi sekarang, aku hanya berusaha melanjutkan hidup, meskipun tanpa kamu."

-Kyara Agatha Prananda

~~~

Ara berdiri di depan sebuah rumah yang sudah tidak pernah lagi Ara kunjungi selama lebih kurang dua tahun belakangan ini. Ara menatap pintu rumah tersebut dengan raut wajah datar.

Detik kemudian, pandangan Ara teralih ke bawah, menatap kunci rumah yang saat ini dia pegang.

Menghembuskan nafas, Ara menaruh koper yang sedari tadi Ara pegang di sampingnya. Tangan Ara kemudian membuka pintu rumah tersebut perlahan dan sangat hati-hati.

Ceklek

Gelap. Hanya kegelapan yang Ara lihat di dalam sana setelah pintu baru saja terbuka. Ara merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel.

Ara menghidupkan senter di ponsel dengan pencahayaan minim ke arah rumah tersebut. Hanya rumah ini yang terfikir di benak Ara di saat malam-malam seperti ini. Di saat pertengkaran hebat dengan Elgar yang sama sekali tidak pernah Ara bayangkan terjadi.

Dan sepertinya memang sudah saatnya Ara kembali ke tempat ini. Ke tempat yang seharusnya Ara tinggali.

Kaki Ara mulai melangkah masuk ke dalam sana sambil menyeret koper yang ada di tangan Ara perlahan.

Ara memperhatikan suasana rumah tersebut dengan mengarahkan senter ponsel ke seisi rumah. Masih sama, suasana di dalam sana masih sama seperti terakhir kali sebelum Ara pindah ke rumah Elgar. Sama sekali tidak ada yang berubah.

Langkah demi langkah, Ara meneliti setiap inci rumah tersebut. Ara memperhatikan dengan seksama foto-foto yang masih menempel di dinding sembari mengarahkan ponselnya ke foto tersebut.

Disana ada foto Ara dengan Bundanya, ada foto Bunda dan Ayah Ara, ada foto masa kecil Ara dan Elgar saling merangkul satu sama lain dengan tawa lebar mereka. Serta, disana juga ada foto keluarga Ara dan keluarga Elgar.

Bibir Ara tersenyum.

"Kata El, Ara pembunuh"

Ara duduk di sofa yang sangat-sangat berdebu. Bayangkan saja sudah dua tahun ditinggal, seperti apa debunya rumah itu sekarang. Tidak peduli, Ara sama sekali tidak peduli sekalipun sesekali Ara terbatuk oleh debu tersebut.

Dan disinilah Ara sekarang, di rumah tempat Ara dulu dibesarkan seorang diri oleh sang Bunda tanpa sang Ayah. Di rumah yang sebenarnya tidak berada jauh dari rumah Elgar. Sebab, rumah mereka masih terletak di komplek yang sama.

Juga sepertinya orang tua Elgar dan orang tua Ara memang sengaja membeli rumah di tempat yang sama. Mengingat, orang tua mereka sudah bersahabat dekat dari masa SMA.

Ara kembali berdiri. Tangan Ara meraih salah satu dari banyaknya figura yang menempel di dinding. Figura yang menampilkan wajah cantik sang Bunda.

Tangan Ara yang satunya menaruh figura tersebut di pahanya. Sementara tangan satunya lagi menyenter foto Bundanya.

"Assalamu'alaikum Bunda." Sapa Ara tersenyum.

"Bunda, Ara pulang."

"Ara kembali lagi ke rumah ini Bunda."

Tangan Ara mengusap figura tersebut lembut.

"Bunda, bunda sama Ayah apa kabar disana?"

"Bunda sama Ayah baik-baik aja kan? Iya, pasti Bunda baik-baik aja karena ada Ayah disana sama Bunda. Ada Ayah yang nemenin Bunda"

"Hehe tapi Bunda, disini Ara yang enggak baik-baik aja. Dulu, Bunda bilang, Ara ngga boleh ngeluh karena banyak orang yang hidupnya lebih susah dari Ara kan? Bunda bilang, Tuhan ngasih kita ujian karena Tuhan sayang dan tau kita kuat."

"Tapi sekarang Ara rasanya ngga kuat Bunda. Apa sekarang Ara udah boleh ngeluh?"

"Bunda, Ara disini kesepian, Ara sendiri, Ara ketakutan Bunda. Rasanya hidup Ara benar-benar nggak ada gunanya lagi setelah Bunda ngga ada"

"Ara ngga punya siapa-siapa lagi sekarang Bunda."

Tangan Ara mengusap air mata yang entah kapan menetes di pipinya.

"Bunda, Ara kangen Bunda."

"Ara mau ngerasain pelukan Bunda lagi. Ara pengen dipeluk Bunda kalo lagi sedih. Kenapa Bunda ngga pernah datang ke mimpi Ara? Ara rindu Bunda."

"Bunda, dunia ini terlalu kejam untuk Ara. Ara benar-benar nggak bisa hidup tanpa Bunda. Rasanya kosong, hampa, dan ngga ada gunanya."

"Ara bahkan nggak punya semangat lagi untuk melanjutkan hidup. Ara bahkan ngga tau lagi hidup untuk apa. Dan ngga ada lagi yang harus Ara perjuangkan"

"Maaf Bunda, Ara cengeng. Tapi Ara cuma mau di dekat Bunda. Ara mau sama Bunda, merasakan kasih sayang Bunda lagi, merasakan pelukan Bunda lagi"

"Ara ngga kuat Bunda. Ara pengen nyerah. Apa bunda marah kalo Ara nekat nyusul Bunda kesana?"

"Ara ngga tau sampai sejauh mana Ara bisa bertahan. Ara cape disalahin terus Bunda"

"El bilang Ara pembunuh."

"El nyalahin Ara atas kepergian Bunda, Mama, Papa, sama Ghia. El bilang Ara yang udah bunuh kalian. Sekarang El sering bentak-bentak Ara. Ngomong kasar sama Ara."

"Sakit, sakit banget Bunda. Padahal disini bukan hanya El yang kehilangan, bukan hanya El yang terluka. Tapi Ara juga. Ara juga kehilangan Bunda, Ara juga terluka"

"Tapi El nggak pernah sadar akan hal itu Bunda. El cuma mikirin dirinya sendiri. El benci sama Ara. Sekarang Ara bahkan nggak mengenali El lagi. El udah berubah."

Ara memeluk foto Nayla--Bunda Ara dengan air mata yang tidak berhenti menetes.

"Maafin Ara ya Bunda. Maafin Ara belum bisa bujuk El untuk pergi ke makam Bunda, Mama, Papa sama Ghia. Ara udah berkali-kali bujuk El. Tapi El selalu nolak."

"Nggak kerasa ya. Udah dua tahun Bunda pergi. Dan udah dua tahun juga Ara hidup tanpa tujuan."

"Bunda, sampaikan maaf Ara sama Mama sama Papa ya Bunda. Ara sayang kalian semua. Besok-besok Ara bakal bujuk El lagi supaya mau ketemu kalian"

"Sekarang Ara udah pulang Bunda. Temenin Ara disini ya Bunda. Bunda mau kan datang ke mimpi Ara?"

"Ara tunggu ya Bunda. I love you so much and I really miss you malaikat tanpa sayapku "

TBC

~~~

Mau lanjut nggak?

Spam komen dulu dong disini 🤗

Mau ngomong apa sama Ara?

Mau ngomong apa sama Elgar?

~~~

Ig : Lusiafriaa

>>><<<

Elgara (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang