*07. Patah Hati?*

3.9K 832 116
                                    

"Ma, laper...." rengek Al. "Suapin."

Killa menahan tawanya. Wanita paruh baya itu langsung teringat dengan masa-masa muda sang suami dulu yang katanya juga masih sering minta disuapi. Ya, kerap kali- Vei, neneknya Al dan Rere itu menceritakan tentang Barra.

"Perasaan elo tadi baru kelar makan deh, Al." Sahut Rere sambil terus menatap ponselnya. Ia sedang asyik menonton vlog baru dari idolnya.

Rere sekarang mendedikasikan setengah hidupnya sebagai k-popers. Untungnya, sang suami itu sama sekali tak mempermasalahkan hobi Rere yang semakin lama, semakin ia menggila.

"Laper lagi, Kak." Terhitung sehari ini Al sudah makan sebanyak 7x. Itu hanya makan saja yang dihitung, belum lagi saat ia menyamil jajanan ini-itu.

"Lo lagi patah hati, ya?" tanya Rere sambil menyenggol pelan lengan adeknya itu. "Eh, badan lo panas, Al. Lo demam?!"

"Ssttt," Al memberi pelototan pada Rere, menyuruh sang kakak untuk bungkam dan tidak banyak omong. "Jangan berisik. Ntar Mama khawatir."

"Lo kenapa, sih?" Rere langsung menaruh hapenya lalu meraih kepala Al untuk ia uyel-uyel. "Beneran nih. Gue yakin banget lo lagi patah hati. Sumpah deh."

"Sok tau lo, Kak." Kenyataannya memang benar. Al sedang patah hati. Kecewa. Malu. Perasaanya campur aduk. Namun, ia pura-pura untuk tetap baik-baik saja.

"Yeuh. Gini-gini gue perhatian ya sama elo. Sini, cerita. Siapa cewek yang bikin lo patah hati lagi? Jangan bilang kalau Rara. Gue tampol kalau lo masih berurusan sama dia."

Rere tetaplah Rere. Tidak pernah berubah sedikit pun. Dulu Rere sempat berubah menjadi pendiam, suka melamun, berekspresi datar, dan hidup hanya sebatas hidup.

Sekarang, Al sudah bisa melihat sang kakak hidup sebagaimana mestinya. Berekspresi sesuai apa yang ia rasakan. Rere juga sudah kembali suka mengomel, barbar, dan tentu saja sangat perhatian pada hal-hal kecil.

"Gue kemarin nembak cewek, tapi ditolak."

Sumpah. Saat mengatakan satu kalimat itu, hati Al seperti dipatahkan berkali-kali.

"Please, jangan bilang kalau cewek itu Rara," ucap Rere seraya mendekatkan dirinya pada Al.

"Bukan Rara, sih. Lo kenal kok sama cewek yang gue maksud."

Al menolehkan kepalanya ke belakang, ia melihat sang mama yang tadinya ke dapur untuk mengambilkan sepiring nasi dan rendang itu sudah kembali dan tentu saja akan menyuapi Al.

"Udah ah. Nggak usah dibahas. Ada Mama," ucap Al. "Awas aja kalau lo bahas ini di hadapan Mama. Kita kemusuhan!"

"Hahaha. Lucu banget," Rere dengan gemasnya mencubit pipi Al.

"KAK!" Al menepis tangan Rere.

"Eh, eh. Kalian ngapain ini?" tanya Killa dan langsung mengambil tempat duduk di antara Rere dan Al.

"Ma, Kak Rere tuh. Dia nakal. Nyubit-nyubit Al. Mana sakit banget lagi cubitannya," adu Al pada sang Mama sambil memperlihatkan pipinya yang memerah dan ada bekas cubitannya itu.

"Abisnya Al gemesin banget, Ma."

"Suami lo udah jemput tuh, Kak. Sekarang lagi ngobrol sama Papa. Gih sana buruan. Pulang sono. Daripada di sini. Nyebelin banget," ujar Al, benar-benar mengusir Rere secara terang-terangan.

"Dasar adik laknat!" Rere berdiri, membenarkan kaus dan rambutnya yang sedikit acak-acakan lalu berpamitan pada Killa. "Ma, Rere pulang dulu, ya. Sayang Mama! Sehat terus, Ma. Besok Rere main ke sini lagi."

AlannaWhere stories live. Discover now